Empat

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

4. Bye!

"Raffa, jangan makan mie mentah!"

Raffa yang baru saja menuang bumbu pada mie yang sudah bubuk itu, langsung mendongak. Cowok itu tercengir lebar, "Boleh kok," jawab Raffa.

Cowok itu memilih meratakan bumbu dengan mie. Setelah itu, ia memakannya seraya menatap ke arah Riffa yang sibuk memakan rambutan di atas pohon.

Setelah mengantar Lily pulang, Raffa langsung kembali ke rumahnya. Dan sekarang, ia malah menonton Riffa yang tengah bergelantungan seperti monyet di atas pohon sana.

"Punya anak bujang sama anak gadis, gak ada yang bener," gumam Fatur.

"Pa, mau rambutan gak?" teriak Riffa di atas sana.

Raffa menyimpan mienya di meja. Cowok itu beranjak, kemudian berjalan ke arah pohon. Tangannya terulur menggoyangkan batang pohon itu. "Jatuh lo jatuh!" kata Raffa.

Riffa yang kaget, langsung memeluk batang pohon di depannya. "MAMAA! ABANG GAK MAU DIEM!" teriak Riffa.

"Raffa! Nanti adik kamu jatuh, biaya rumah sakit mahal tau," ujar Fatur.

Raffa tertawa, cowok itu langsung naik ke atas pohon dengan gesit. Di atas sana, Raffa dan juga Riffa sibuk rebutan mengambil rambutan.

Fatur menghela napasnya. Pria itu memilih duduk di kursi yang ada di teras. Kemudian, ia mengambil mie milik Raffa dan memakannya.

"Rif, lo tau gak kenapa rambutan bentuknya kek gini?" tanya Raffa.

"Gak tau."

"Sama dong."

Riffa melempar biji rambutan di tangannya pada Raffa dengan kesal.

"Aduh! Kepala gue benjol segede semangka." Raffa mengusap keningnya yang terkena lemparan Riffa.

Riffa memilih turun dari atas pohon. Gadis itu berlari ke arah Fatur dan duduk di sampingnya.

"Cil, gue mau juga dong!"

Raffa menunduk, di sana, Om Ocong mendongak menatap ke arahnya.

"Tangkep, Om." Raffa menjatuhkan satu buah rambutan pada Om Ocong.

Sialnya, rambutan itu malah terkena pada wajahnya. "Aduh!"

"Udah gue bilang tangkap! Gimana sih, lo?!"

Raffa ini bodoh atau bagaimana? Sudah tahu Om Ocong tidak bisa menangkap apa-apa.

Raffa menjatuhkan beberapa rambutan ke sebelah Om Ocong. Setelah itu, ia turun. "Gue lupa tangan lo diiket, maaf, ya? Kepala lo sakit gak? Mau gue lempar lagi gak pake rambutan?" tanya Raffa.

"Cil, ada Bima gak ada Bima, gue masih aja jadi bahan nistaan. Gue mau marah, bye!" Om Ocong melompat meninggalkan Raffa.

"Dia lompat-lompat gitu mirip kangguru," gumam Raffa.

"Bang, ngobrol sama siapa?"

Raffa menoleh, "Anda kepo, yuk, sist, cek aja instagram kami." Raffa mengatakan itu seraya berjalan masuk ke dalam rumahnya.

Namun, tak lama setelahnya, Raffa kembali dan mengambil mie instan miliknya. "Enak, Pa? Katanya jangan dimakan, sekarang Papa malah makan. Gengsi dong."

***

Raffa duduk di kursi kebesaran Fatur seraya membolak balikkan kertas. Cowok itu sesekali mengusap dagunya, ia mengangguk. "Oke, gue gak paham, bye!" Raffa melemparnya ke atas meja.

Fatur melotot, pria itu memijat pelipisnya. Jika Raffa terus-terusan begini, bagaimana kelanjutan perusahaannya nanti?

"Pa, Raffa gak papa deh jadi OB aja," kata Raffa.

Fatur berjalan mendekat, pria itu duduk di depan Raffa dengan mata tajamnya. "Raf, kamu itu penerus Papa. Kalau gak kamu yang nerusin ini, mau siapa lagi?"

"Riffa."

"Bagus gak ide Raffa? Nanti Raffa dandanin deh si Riffa jadi mirip Iqbaal Ramadhan, Pa," sambung Raffa.

Fatur menjatuhkan kepalanya pada meja. "Raf ... kamu mau Papa cekik gak?"

"Nggak."

Fatur mendongak, ia menatap geram ke arah putranya yang tengah tersenyum menyebalkan.

Raffa tertawa, "Raffa itu, gak bisa diginiin, Pa."

"Kamu jauh-jauh sekolah ke Amerika ngapain aja, Raffa?!"

"Iya ya, gue sekolah jauh-jauh ke sana ngapain aja," gumam Raffa.

Fatur beranjak, "Hari ini ada rapat, kamu harus ikut."

"Iya. Nanti Raffa jadi tukang ngasih kopi ke karyawan. Papa tenang aja, beres." Raffa tersenyum dengan satu jempol yang ia angkat.

"Bukan itu maksud Papa, Raffa! Papa mau-"

"Deva! Papa gue mau kopi. Bikinin dong," teriak Raffa pada Deva yang tengah duduk di meja kerjanya.

Gadis itu buru-buru beranjaks dan segera keluar dari dalam ruangan.

"Beres kan, Pa?"

"Raffa! Kamu-Asstagfirullahalazim, anak Gengsi. Bisa gak sehari aja gak bikin Papa kamu ini naik darah?!" tanya Fatur kesal.

Raffa mengangguk, "Yaudah, Raffa tau caranya. Caranya, Raffa jangan ada di deket Papa. Kalau gitu, Raffa pamit ya! Raffa mau ketemu Lily, bye!"

***

Dengan kacamata hitamnya, Raffa berdiri seraya bersandar pada body mobil milik Fatur. Cowok itu memasang wajah sok cool kala banyak mahasiswa yang mengaguminya secara terang-terangan.

"Banyak gaya banget gue, mobil punya bokap, kacamata juga punya bokap, jas punya bokap, semua aja punya si Papa gengsi," gumam Raffa.

"Bang, ngapain di sini? Ngamen?"

Raffa melepas kacamatanya, cowok itu berdecak sebal kala mendapati Riffa yang tengah tertawa. "Buset, pake jas gituan, kayak mau nikah aja."

"Pergi sana, menghalangi pesona gue lo. Tuh, anak kuliahan jadi pada kabur gara-gara lo nyamperin gue!"

Raffa mendorong pundak Riffa dengan sedikit keras. "Hus!"

"Heh!"

"Raffa? Ngapain ke sini?"

Raffa dan juga Riffa mengalihkan pandangan mereka. Di sana, Lily berdiri. Tapi, tidak sendiri, ada seorang lelaki yang ikut menemaninya.

Raffa melangkah lebar, cowok itu memisahkan jarak keduanya. "Jangan deket-deket!"

"Heh lo ... Azriel, kan? Lily itu calon isteri gue. Jangan macem-macem lo!" Raffa mencengkal pergelangan tangan Lily, kemudian menariknya masuk ke dalam mobil.

"Urusan kita belum selesai!" Setelah mengatakan itu, mobil melaju meninggalkan kawasan kampus.

Azriel, cowok itu melirik ke arah Riffa. "Dia kenapa?"

"Obatnya habis."

TBC

Hallo! Kangen gak?

Semoga gak bosen ya nunggu cerita Raffa. Oh iya, Jangan geer tanggal 7 terakhir PO loh, Masa gak ikutan nih T_T

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro