Tiga Belas

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Dua bulan sudah berlalu, dan Raffa benar-benar membuktikan semuanya pada Fatur. Raffa menjadi rajin, Raffa mulai terbiasa bekerja di kantor Fatur. Bahkan, Fatur sudah jarang datang ke Kantor karna Raffa yang melarangnya.

Fatur juga mendapat laporan dari Deva, perusahaan mengalami kemajuan. Walaupun istilahnya hanya dua atau tiga langkah, tapi itu benar-benar kabar baik untuknya.

Raffa, putranya yang ia kira tidak akan bisa melakukan ini semua. Malah melakukan hal diluar ekspektasinya.

Ya … jika sudah jatuh cinta, memang susah, ya. Segala hal akan ia lakukan. Sama seperti Raffa, nekat melakukan hal yang tak pernah Raffa suka demi Lily.

"Dev, kalau yang ini cakep, gak?" Raffa menyodorkan satu cincin yang ia pilih pada Deva.

Deva memperhatikannya. Gadis itu mendongak menatap Raffa. "Pak, maaf, ini mau disematin di jari jari jempol atau gimana, ya? Besar banget."

Raffa berdecak kesal. "Biar awet, dulu waktu kecil gue sering beli baju yang kebesaran. Biar apa? Biar awet dan bisa gue pake sampai gue besar!" jawab Raffa sewot.

"Tapi ini cincin, Pak. Bukan baju," ucap Deva.

"Kok sewot? Ini mau gue kasih Lily, bukan lo." Raffa menatap ke arah penjaga tokonya lagi, "Nih, yang bener aja! Masa ngasih gue cincin segede gitu? Lo kira calon isteri gue jarinya jempol semua?!"

Deva menggeleng pelan. Tadi marah pada Deva, sekarang marah pada penjaga toko. Bossnya ini sensian sekali.

"Pak, Bapak mendingan tunggu di sana aja. Ini biar saya yang urus."

"Yaudah, yaudah! Yang cakep cincinnya." Raffa langsung berlalu pergi dan memilih menunggu di tempat yang Deva tunjuk.

Deva menghela napasnya pelan. Gadis itu berjalan mendekat ke arah penjaga toko. "Yang tadi ada yang ukurannya lebih kecil, Mbak?" tanya Deva.

"Ada, Mbak. Ini." Dia menyodorkan satu cincin pada Deva.

Deva tersenyum dan mengangguk. "Yang ini aja."

Di lain tempat, Raffa berusaha menghubungi Lily. Namun, gadis itu tak mengangkatnya sama sekali.

Setelah dua bulan lamanya, Raffa sudah benar-benar jarang bertemu, dan komunikasi dengan gadis itu.

Setiap pulang bekerja, Raffa selalu merasa lelah dan langsung tertidur. Itu sebabnya Raffa jarang memegang ponsel sekarang.

"Pak."

"Udah?" tanya Raffa.

Deva menganggukkan kepalanya. Setelahnya, Raffa mengajak Deva pergi meninggalkan toko untuk kembali pulang ke rumah mereka masing-masing.

***

Malam harinya, Raffa menjalankan mobil ke arah rumah Lily. Cowok itu tersenyum menatap cincin yang tengah ia pegang.

Saat mobilnya hampir sampai, Raffa mendadak berhenti kala melihat Lily dan juga Azriel yang tengah berdiri di depan rumah gadis itu.

Raffa turun, cowok itu berjalan mendekat dan menatap lurus ke arah kedua insan itu.

"Kamu mau kan jadi pacar aku, Ly?"

Lily tanpa memikirkan apapun, langsung mengangguk dan tersenyum lebar.

Tubuh Raffa melemas saat melihat Lily berpelukan dengan Azriel di depan matanya.

Cowok itu menatap cincin yang masih ia pegang. Setelahnya, ia kembali menatap ke arah mereka.

Raffa terkekeh miris. Sia-sia dirinya berusaha membuktikan semuanya pada Lily.

Lily jadian bersama lelaki lain dan di lihat langsung oleh Raffa.

Raffa menaruh cincinnya ke dalam saku celana. Setelah itu, Raffa memilih berbalik dan masuk ke dalam mobilnya lagi.

Namun, sepertinya Lily menyadari kehadiran Raffa saat mesin mobil itu menyala.

Lily melepas pelukannya dari Azriel dan langsung berlari ke arahnya. "Raffa!" teriak Lily.

Raffa yang mengurungkan niatnya untuk menjalankan mobil. Menatap ke arah Lily yang saat ini tengah mengetuk kaca mobilnya.

Raffa memutar kunci dan membuat mesin kembali mati. Cowok itu turun, kemudian ia menatap Lily. "Kenapa?" tanya Raffa.

"Raf, gue—"

"Gak papa," jawab Raffa seraya tersenyum. Tangan Raffa terulur mengacak puncak kepala Lily. "Selamat, ya."

Setelah itu, Raffa menatap ke arah mobilnya lagi. "Gue mau balik." Raffa memilih masuk ke dalam mobil dan kembali menyalakan mesinnya.

Sebelum melaju, ia menatap ke arah Lily yang hanya diam mematung.

Raffa akhirnya memilih melaju. Lily tak mau menunggunya, seharusnya gadis itu bilang dari awal.

Seharusnya, Lily tak perlu bersikap seolah ingin padahal, tidak.

"Arghhh!" Raffa memukul stir dengan perasaan yang mendadak kacau.

Cowok itu mengusap wajahnya kasar. Menancap gas dengan kecepatan tinggi.

Saat akan melewati perapatan, Raffa tak melihat warna lampu sama sekali.

Tin! Tin! Tin!

Sebuah truk dari arah kiri melaju, Raffa menoleh. Ia membulatkan matanya.

Ia panik, akhirnya, mobil yang Raffa gunakan terseret dan tertabrak oleh truk itu.

Srrt!

Mobilnya berguling beberapa kali. Kepala Raffa juga terbentur pada stir. Saat mobil berhenti berguling, Raffa berusaha membuka pintu mobil dalam kesadarannya yang mulai menipis.

Namun sayang, Raffa tidak sekuat itu. Darah yang mengucur di dahinya, membuat Raffa pening dan memejamkan matanya di dalam mobil.

Orang-orang di sekitar sana. Mencoba membuka pintu mobil. Truk yang menabrak Raffa juga, menabrak ke arah trotoar. Untungnya, dua orang di dalam sana tidak kenapa-kenapa.

Pintu mobil akhirnya berhasil terbuka. Beberapa pengendara dan pejalan kaki yang menyaksikan kecelakaan tadi, langsung membawa Raffa keluar.

"Coba cari ponselnya, hubungi keluarganya. Siapa tahu ponselnya masih nyala," ujar salah satu di antara mereka.

Dua orang mencari ponsel Raffa. Dan orang lainnya masih asik mengerumuni Raffa.

***

Makanan di apartementnya kosong. Deva akhirnya memilih keluar dan memutuskan untuk belanja ke super market.

Saat ia tengah berjalan menyusuri jalanan, ia melihat banyak orang berkerumun. Sepertinya ada kecelakaan, pikir Deva.

Namun, karena penasaran, Deva akhirnya memilih menghampiri kerumunan itu.

"Permisi, Pak. Ini ada apa, ya?" tanya Deva pada salah satu di antara mereka.

"Kecelakan, Neng. Mobilnya keseret sampai terguling," jawabnya.

"Ada korban?"

"Ada, satu orang. Anak cowok, tuh mobilnya penyok." Dia menunjuk ke arah mobil.

Deva melebarkan matanya. Gadis itu langsung menyelusup ke arah kerumunan dan berusaha melihat korban.

Tubuh Deva mendadak kaku kala melihat Raffa yang tengah terbaring di atas aspal.

"Kenapa gak langsung ditolong?" tanya Deva marah.

Gadis itu langsung berlari ke arah Raffa. Menepuk pipi cowok itu berkali-kali. Namun, Raffa tak menunjukan reaksi sama sekali.

"Pak, tolong cari taksi!"

Mereka akhirnya mencari taksi. Setelah ada, mereka membantu Deva untuk membawa Raffa ke dalam sana.

"Makasih ya, Pak, Bu," ujar Deva.

Di dalam taksi, Deva berkali-kali menepuk pipi Raffa dengan pelan. Dahi Raffa dipenuhi darah, bahkan, celana yang Deva kenakan ikut terkena.

"Pak, bangun. Harusnya kan sekarang hari bahagia, Bapak. Katanya, Bapak mau ngelamar Lily kan?" ucap Deva.

Deva mengigit bibir bawahnya menahan tangis. Gadis itu mendongak, "Pak! Agak cepetan!"

"Iya, Neng."

Saat sampai di rumah sakit, beberapa suster langsung membawa Raffa dan mendorong brankar ke arah ICU.

Deva menatap ruangan itu dengan nanar. Ia duduk di kursi, kemudian mengusap wajahnya pelan.

Tangannya terulur meraih ponsel di dalam saku celana dan mencoba menghubungi Fatur untuk memberitahu keadaan Raffa.

***

Riffa duduk di ruang tamu sendirian. Dena dan Fatur tengah pergi ke luar untuk membeli nasi goreng untuk mereka.

Ponsel milik Fatur berdering di atas meja, Gadis itu berdecak kesal. Kemudian, dahinya mengernyit
Melihat nama Deva yang terpampang di sana.

Riffa memilih mengangkatnya, "Hallo, kak, kenapa? Papanya lagi gak di rumah."

"Riffa? Rif, bisa ke rumah sakit sekarang? Pak Raffa kecelakaan."

Tubuh Riffa melemas. Air matanya tanpa diminta mengalir begitu saja. "R-Riffa ke sana, Kak."

"Aku shareloc ke nomor kamu, ya."

Setelah itu, sambungan terputus. Riffa mengigit bibir bawahnya, tanpa aba-aba, Riffa meraih kunci motor dan berlari ke arah luar begitu saja.

"E-eh? Mau ke mana kamu?" tanya Fatur yang baru saja datang.

"Abang, Pa! Abang kecelakan!"

Riffa langsung naik ke atas motor dan melajukannya dengan cepat.

Fatur diam, pria itu menggaruk tengkuknya. "Apa ceunah, Den?"

"Fatur! Anak kamu kecelakaan!" Dena langsung naik ke atas motor lagi.

"Ayo naik!" ujar Dena.

"Awas ah! Aku yang bawa."

"Cepetan!"

Fatur yang mendengar bentakan Dena langsung naik ke boncengan. Dena menjalankan motornya dengan cepat, berusaha mengikuti jejak Riffa.

Semoga saja Raffa tidak apa-apa.

TBC

Jangan lupa mampir ke akun Aingindahh_ tinggal pencet aja. Ada new story juga di sana kuy!

Yeay update!

Semoga suka ya.

Gimana kesan setelah baca part ini?

Ada yang ingin disampaikan untuk Raffa

Lily

Deva

See you!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro