GOB-025

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Perasaanku tetap sama. Jadi, kali ini tolong jangan menghindariku.

"Oh my God! Ini sangat membingungkan. Bagaimana semua kejadian ini bisa terjadi secara bersamaan? Pertama, Kim Hanbin. Kedua, Cha Eunwoo. Ketiga, Lee Taeyong, dan sekarang Kim Taehyung."

"Ambil saja nyawaku, Tuhan! Kau meletakkanku pada situasi yang sesulit ini."

Dari tadi, pintuku terus diketuk. Sudah pasti bukan mama. Kalau itu mama, ia tidak perlu mengetuk pintu untuk menemui anaknya. Sudah jelas, ini ulah mereka. Para cowok itu.

"Kim Sohyun! Buka pintunya, kamu harus menjawab perasaanku, ayo kita selesaikan ini sekarang juga!"

Lee Taeyong, dia berisik sekali!

Aku mengambil bantal, kututupi wajahku dengan itu. Apa mereka tidak lihat jam? Mentang-mentang mama tidak pulang, mereka pikir bisa bebas mengusikku?

"Kim Sohyun, keluarlah! Kamu belum makan malam kan? Aku sudah menyiapkan makanan yang sehat untukmu."

"Hey! Ngapain kau ikut-ikutan ke mari? Pergilah! Sohyun hanya mau menemuiku! Sana, hush!"

"Lee Taeyong, siapa bilang Sohyun mau menemuimu? Dia pasti hanya mau menemuiku."

"Calon dokter, lebih baik kau banyak belajar di kamarmu atau kau tidak lulus tes di rumah sakit. Pergi sana!"

Mereka semakin berisik! Percuma jika aku diam saja dan mengurung diri seperti ini, mereka akan terus menggangguku sepanjang waktu.

Sebaiknya aku keluar dan mencari solusi untuk permasalahan ini.

"Dasar bodoh, aku peringatkan baik-baik, sebaiknya kau pergi atau kupatahkan lenganmu hingga tidak bisa diperbaiki!"

"DIAM! LEE TAEYONG!" teriakku lantang setelah membuka pintu lebar-lebar.

"Oh, Sohyun, kau membukakan pintunya?"

"Aku ingin bicara dengan kalian semua, SEKARANG."

***

Kami duduk di ruang tamu. Mereka semua ada di sini untuk menunggu hasil keputusanku. Semuanya, tanpa terkecuali.

"Hya, kenapa kau ikut duduk di sini?"

"Kenapa anak itu ikut duduk bersama kami?"

Terlihat, Eunwoo dan Taeyong penasaran setengah mati. Mengapa aku mengundang Taehyung?

Mereka tidak tahu bahwa lawan mereka bertambah satu. Aku menyesal mengatakan ini tapi memang beginilah adanya.

"Jangan-jangan–"

"Benar, Taehyung juga menyukaiku. Jadi, selamat. Saingan kalian bertambah."

"APA!" teriak mereka—Taeyong, Hanbin, Eunwoo—berbarengan.

"Jangan bereaksi berlebihan, kepalaku hampir pecah mendengar jeritan kalian tau!"

"Kau suka sama Sohyun? Kapan? Sejak kapan?"

Aku ikut melirik Taehyung saat Taeyong melemparkan pertanyaan itu padanya.

"Lebih dulu dari kalian. Dan aku menunggu kesempatan ini sudah bertahun-tahun lamanya."

"Wah, apa dia seorang sastrawan? Kata-katanya sungguh mengejutkanku," timpal Hanbin yang sedari awal diam tak berkomentar.

"Cukup teman-teman."

"TEMAN?"

Lagi, ketiga cowok itu—selain Taehyung—menunjukkan suara mereka dengan begitu heboh.

"Sohyun, kamu tahu. Kita di sini untuk tidak hanya menjadi temanmu, sebaiknya kamu segera ambil keputusan."

"Iya, pasti. Aku akan ambil keputusan itu. Tapi ...."

"Tapi apa? Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi!" sungut Taeyong.

"Sebelum aku mengatakan keputusanku, aku akan membiarkan kalian berkompetisi."

"KOMPETISI?"

"Ya. Aku akan memberi kalian kesempatan untuk berkencan denganku, dengan begitu, aku akan tahu. Mana satu orang di antara kalian berempat yang lebih cocok denganku, kemudian aku akan memilih. Sederhana, kan?"

"Baiklah. Kami setuju, iya kan??" sahut Hanbin dengan melirik ketiga lainnya.

"Setuju!"

***

Wah, apa yang aku bilang semalam? Memberikan kesempatan pada mereka untuk mengencaniku?

Astaga, ke mana akalku pergi saat itu? Tanpa sadar aku sudah menjatuhkan diri ke dalam jurang. Bagaimana kalau mereka tidak akur gara-gara aku? Apa sebaiknya aku tolak semua?

Tapi, aku pun penasaran. Gimana rasanya jadi seorang cewek cantik yang normal—yang direbutin banyak cowok. Katakan aku gengsi, egois, atau apalah. Aku tidak bermaksud memanfaatkan mereka untuk kepuasanku, tapi itulah yang aku rasakan sejak dulu. Aku sungguh ingin merasakan hidup yang normal.

Memberikan sedikit saja pengorbanan kecil, tidak masalah. Iya, kan? Aku pasti bisa melewati ini karena namaku Kim Sohyun. Cleopatra abad 21.

"Woi!! Kok bengong sih? Dari tadi mulutku bicara sampai berbusa, tapi kamu diem aja?"

"Maaf."

"Apa yang kamu pikirkan? Tidak biasanya kamu melamun sampai mengabaikan ocehan Yoojung," tanya Saeron dengan tatapan penuh selidik.

"Ya Tuhan! Lihat kantung matanya! Tebal sekali, dan hitam. Kamu nggak tidur semalaman?"

Aku tidak menduga. Inikah yang tadi kubilang sedikit pengorbanan kecil?

"Entahlah. Aku tidak bisa tidur."

"Ada masalah?"

"Tenang saja, aku baik-baik saja selama kalian bersamaku."

"Sudah pasti, kami di sini. Kami tidak akan pergi ke mana pun. Benar kan Sae?"

Baguslah aku masih punya mereka, sahabat yang bisa kuajak bicara. Haruskah aku menceritakan masalahku juga? Rasanya akan sangat tidak adil jika aku hanya memberitahu Yena. Mereka juga berhak mendengar keluh kesahku.

Ah, tapi mulut Yoojung sungguh ember. Jika kuceritakan padanya, tak sampai satu hari berita tentang aku yang disukai oleh empat cowok akan tersebar ke sepenjuru Perth Glory.

Siapa lagi gadis penggila gosip terbaik selain dirinya?

"Sohyun!"

Mendengar sapaan itu, kami bertiga menengok ke belakang. Mataku membulat seperti bola saat kudapati Hanbin datang dengan menenteng se-bucket bunga.

"Bunga mawar untuk gadisku yang cantik," katanya yang membuatku ngeri.

"Woah. Apa ini? Kim Hanbin?" seru Yoojung seketika merebut bunga itu dari tangan Hanbin.

"Hei! Kembalikan, Yoojung! Itu milik gadisku!"

"Gadismu? Siapa? Kim Sohyun?"

"Apa masalahmu? Sini, kembalikan!"

"Tidak, jelaskan dulu. Ini sebenarnya ada apa? Terutama kamu, Sohyun. Kami menuntut penjelasan darimu."

Tamatlah riwayatku. Hanbin ... awas saja kau!

"Aa ... itu ... dia dan aku ...."

"Kim Sohyun!"

Aku belum melanjutkan kalimatku, siapa yang berani menyela?

"Ikut aku!"

"Heh, mau dibawa ke mana Sohyun-ku? Bagaimana denganku?"

"Apa peduliku? Minggir kau cupu! Hari ini, Sohyun akan menemaniku. Waktu berharganya adalah milikku hari ini."

"Lee Taeyong! Hei!! Mau kau bawa kabur ke mana dia??"

Aku menatap pergelangan tanganku yang diseret Taeyong. Sesekali kulirik ke belakang. Sama denganku, Yoojung dan Saeron pun terkejut akan kedatangan Taeyong yang tiba-tiba.

Aku tak bisa berkata-kata. Bibirku terkunci rapat, diiringi dengan rasa gugup yang teramat. Kenapa aku merasa gelisah dan kenapa sentuhan tangan Taeyong seolah mempercepat desiran darahku?

Dia membawaku ke motornya. Tak lupa, ia mengenakan helm pelindung di kepalaku, kemudian ia nyalakan mesin. Tanganku yang bebas di atas lutut mendadak ia tarik ke depan, membuatnya melingkar di perutnya yang datar dan keras.

Ah, ini pertama kalinya! Tidak, mungkin ini jadi yang kedua setelah aku sempat melakukan hal yang sama dengan Taeyong di atas motor.

Aku melihat dari kaca spion, tiba-tiba lagi, Taeyong mengepaskan kaca spion itu hingga tatapan kami bertemu di sana. Dia menyeringai! Aku lihat itu dengan jelas! Sial, apa yang sedang ia lakukan? Kenapa membuatku sangat malu begini?

***

"Di mana ini?"

"Markas persembunyianku."

Gelap, lembab, kotor, bagaimana lagi ya aku mendeskripsikannya? Oh, dan di lantainya penuh dengan puntung rokok. Bayangan itu pun mulai jelas. Jadi, di sinilah Taeyong dengan teman-teman geng-nya menghabiskan waktu. Dengan merokok dan minum soju.

"Bau."

"Hei!"

Aku terkejut! Taeyong memerangkap tubuhku dengan kedua lengannya yang kekar. Wajahnya mendekat dan hidung kami bersentuhan. Untuk sekadar mengalihkan wajah darinya saja aku tak bisa. Tubuhku tegang dan kaku. Aku tak dapat bergerak leluasa. Aura Taeyong begitu mendominasi.

"Anggap hari ini giliran kita, oke?"

Tanpa mengerti maksud ucapannya, aku mengangguk dengan bodoh. Sedetik kemudian, Taeyong mulai bergerak lebih nakal. Entahlah, aku rasa, adegan drama romantis yang biasa aku tonton akan terjadi dalam hitungan detik.

"Jika bau ... biarkan harum napasku saja yang tercium olehmu."

Aish. Apa dia baru saja menggodaku? Seorang berandalan semacam Taeyong mengatakan hal semenjijikkan itu?

Aku tahu, kalimatnya romantis. Tapi karena dia yang mengucapkannya, tiba-tiba aku merasa mual.

"Kau pikir aku akan bilang kalimat tolol itu?"

Apa? Apa yang dia bilang barusan?

"Daripada basa-basi, akan lebih menguntungkan jika aku melakukan itu sekarang."

"I-itu? Itu apa?"

Taeyong meletakkan salah satu telunjuknya di atas bibirku. Lalu, diarahkan telunjuk itu ke bibirnya.

"Kiss."

"Hah?"

"Jangan sok polos Sohyun, kau pasti pernah dengar ini. Bahwa, kau bisa menilai seberapa dalam seorang pria mencintaimu melalui seberapa liar ciuman bibirnya."

"Kau gila?? Aku tidak mau!"

"Jangan takut, aku sudah sangat berpengalaman. Kau pasti akan suka."

"Apa yang kau katakan? Kau gila? Maksudku berkencan bukan seperti ini. Oh ... iya. Mungkin sisi ini yang sengaja kau tampakkan di depanku. Iya kan? Kau seorang berandalan yang juga nafsuan!"

"Apa kau bilang?"

"Berandalan yang cuma bisa nafsuan. Apa kurang jelas?"

Taeyong melepaskan kedua lengannya dariku. Aku sedikit mendorong tubuhnya dan menghindar.

"Bisakah kau tidak menganggapku berandalan? Aku tidak seperti yang kau pikirkan. Aku seperti itu karena punya alasan."

"Aku tidak peduli. Mau dengan alasan apapun, itu tak akan membuatku berubah pikiran. Sekali berandal ya tetap berandal."

"Kau mengatakan itu lagi, Sohyun. Apa kau sadar? Kau melukaiku."

Aku terdiam. Apa yang aku katakan tadi? Ya ampun! Ceroboh! Kenapa aku bisa sampai keceplosan? Taeyong dan aku pernah bertengkar gara-gara masalah yang sama. Seharusnya aku tidak mengatainya 'berandal'. Taehyung bahkan pernah membelanya dengan mengucapkan, jangan melihat Taeyong hanya dari penampilannya saja.

Bodoh kau, Sohyun!

Aku tahu sudah sangat telat. Taeyong terlanjur pergi dengan membawa semua kekesalannya padaku. Sekarang aku harus bagaimana? Aku hanya tidak suka caranya memperlakukanku, tapi aku juga sudah keterlaluan mengatainya begitu.

Yang bisa aku lakukan adalah menyaksikan motornya pergi. Wajah Taeyong benar-benar menyeramkan saat ia sedang marah.

Baiklah, aku akan minta maaf nanti.

***

"Sohyun?"

"Astaga! Kamu mengagetkanku!"

Saat sedang mondar-mandir di depan kamar Taeyong, Taehyung menangkap basahku dari belakang.

"Sedang apa?"

"Taehyung, aku melakukannya lagi. Dia marah padaku. Sekarang, aku harus bagaimana? Apa dia akan memaafkanku untuk kedua kalinya?"

Aku menatap sedih Taehyung. Raut wajahnya tetap sama, datar. Dataaar sekali hingga membuatku ingin menonjoknya saja.

Beberapa detik berlalu, dan dia hanya menyorotiku tanpa berkata apa pun.

"Ayo, kita bicarakan di luar," ucapnya kemudian.

***

"Kenapa harus bicara di luar? Kan bisa di dalam."

"Dia tidak akan suka jika aku membicarakan soal dirinya di hadapanmu."

"Memangnya ada apa dengan Taeyong? Ah, serius! Aku cuma mau minta maaf saja, kenapa sulit sekali alurnya??"

"Duduklah!"

Taehyung menarik lenganku hingga aku terduduk tepat di sampingnya. Kami berada di halaman belakang. Beruntung langit sedang cerah, bintang-bintang kelihatan sangat jelas dari bawah sini.

Aku melirik Taehyung. Lelaki itu sedang menatap ke atas. Dari dalamnya tatapan Taehyung, aku sadar, apa yang ia sedang coba ungkapkan adalah sesuatu yang menyentuh.

"Aku bertemu dengannya di umur 9 tahun. Kami lahir di tahun yang sama, tapi dia lima bulan lebih awal jadi aku memanggilnya 'kakak'."

"Aku pikir, punya keluarga baru yang seumuran itu menyenangkan. Rupanya tidak. Itu hanya menyenangkan di dalam dongeng saja," katanya lalu tiba-tiba menatapku.

Sejenak kemudian, Taehyung mengembalikan atensinya pada langit yang indah.

"Terus dibanding-bandingkan dengan orang asing, dimonopoli agar terus mengikuti amanah ayahnya, dan kehidupan yang penuh dengan tekanan. Aku rasa, Taeyong seperti itu karena bentukan emosinya."

Aku mengernyit. Lelaki seperti dia, apa mungkin hidupnya seberat dan semenyebalkan ini? Aku kira menjadi anak laki-laki dari keluarga kaya akan terasa menyenangkan.

"Dia tidak sepenuhnya membenciku. Tidak, mungkin tidak sama sekali. Dia hanya tidak bisa menyalurkan perasaannya padaku, sebagai seorang saudara tiri. Aku tahu dia selalu ingin berusaha dekat dan akrab denganku, dengan caranya sendiri, yang tidak bisa aku mengerti."

"Dia bertingkah kasar, dingin, dan cuek. Dia juga tidak pernah menggubrisku selama ini. Tapi aku tahu, di dalam hatinya, dia menerima keberadaanku."

"Percayalah Sohyun, Taeyong tidak seperti yang kamu pikirkan."

Jadi begitu? Taehyung membawaku keluar dan menceritakan kehidupan Taeyong yang menyedihkan. Tapi mengapa?

"Kenapa kamu terus mendesakku begini? Kamu membuatku merasa bersalah. Apa kamu nggak berpikir, jika aku berbaikan dengan Taeyong, maka bisa saja kamu kalah. Dia sainganmu juga."

"Tidak ada kata saingan dalam persaudaraan. Jika Taeyong yang mau, aku bisa mengalah untuknya. Itu sudah cukup membuatku bahagia."

"Meskipun kamu menungguku selama bertahun-tahun? Kamu menyerah begitu saja hanya karena saudara tirimu menyukaiku?"

Mungkin aku terdengar egois saat ini, tapi aku sungguh tidak mengerti apa yang ada di otak Taehyung. Dia rela melepaskanku begitu saja untuk orang lain? Yang benar saja! Aku benci lelaki pengecut!

"Benar, aku menunggumu selama bertahun-tahun. Jika kau menyadari lebih awal bahwa itu aku, mungkin akan lain ceritanya."

"Hei, apa maksudmu?"

"Kamu tidak pernah mengingatku, Sohyun. Kamu selalu berusaha menghapus bayangan masa laluku. Lalu, untuk apalagi aku berusaha keras jika aku tahu ujung-ujungnya aku pasti akan jatuh."

"Apa? Kamu bicara apa sih?"

"Kamu pasti tetap memandangku sebagai sosok yang menjijikkan. Kamu pindah sekolah juga untuk menghindariku, kan? Baiklah, ini bukan salah Tuhan. Aku sengaja mencarimu selama ini dan aku tidak tahu kalau kita akan satu kampus. Kemudian, aku berpikir, mungkin saja aku ada kesempatan. Tapi, aku salah. Kamu tetap sama."

"Hya! Kim Taehyung!"

Aku berteriak sampai udara di paru-paruku terkuras habis. Aku berteriak hingga hidungku kembang-kempis. Aku tidak tahu kenapa bisa semarah ini, namun Taehyung?! Dia ingin mencoba mundur untuk mendapatkanku!

Kenapa rasanya malah aku tidak ingin kehilangan dia, ya?

"Ayo masuk, ini sudah hampir larut. Kamu bisa sakit."

"Kim Taehyung!"

Tidak! Apa yang kulakukan? Kenapa mencegahnya? Kenapa harus menahannya?

Bukankah lebih baik memang dia pergi? Cowok yang menggangguku akan berkurang satu. Tapi, kenapa aku tidak mau kehilangannya?

"Sohyun–"

Cup.

Oh, astaga!

B-bagaimana aku bisa seberani ini untuk mencium sudut bibirnya?

Apa yang merasuki akal sehatmu Sohyun???

Aku memundurkan langkahku sedikit jauh. Aku lihat Taehyung masih berdiri mematung. Ia tampak terkejut saat aku tiba-tiba menciumnya.

Ah, gila! Aku sungguh gila! Gilaaa!

"Sohyun? Apa kamu ... tadi ...," ucapnya terbata sambil sebelah tangannya meraba bekas ciumanku di wajahnya.

"Maaf! Maaf! Maaf, aku ... aku hilang akal! Maafkan aku!" pekikku berulang-ulang dengan terus memejamkan mata rapat.

Aku tak berani melihatnya!

"Sohyun, sepertinya kau meleset."

"Ap-"

Sebuah hisapan lembut pun aku rasakan di kedua bibirku! Tanganku mengepal tegang, dan mataku terbuka. Aku dapat melihat segalanya dengan jelas meskipun di sini minim penerangan.

Taehyung menciumku tepat di bibir!

Aku rasakan ciumannya semakin dalam. Kedua lengannya merengkuh pinggangku. Mempertipis jarak kami. Dan perlahan, kedua kelopak mataku ikut memejam. Ikut merasakan sensasi bibirnya yang bermain dengan bibirku.

Dengan tanpa ragu, aku melingkarkan lenganku di lehernya. Menyentuh rambutnya dengan halus dan sedikit menekan tengkuknya agar ia tidak beralih dariku.

Ini aneh. Ketika aku bilang, aku benci sentuhan laki-laki. Dan ketika aku sadar, sudah bertahun-tahun aku hidup dengan mengusung fobia laki-laki. Malam ini, dengan tanpa rasa takut aku mencium seorang pria atas kemauanku sendiri. Dan dengan tanpa melawan aku jatuh pada pesona Taehyung, yang memberikan semua kemesraannya malam ini.

Aku tidak tahu. Apakah setelah ini aku akan sembuh dengan total?

Apakah mungkin ... Kim Taehyung dapat mengubah nasibku?

***

Tbc.

Gimana rasanya setelah satu bulan cerita ini hiatus? Wkwk. Apakah dari gaya bahasaku banyak yg berubah?

Jujur, susah rasanya mau ngetik setelah lama nggak nyentuh wattpad. Tapi demi kalian, aku usahain cukup keras. Dan beginilah adanya :))

Kritik saran aku terima secara terbuka jadi kalian bebas ngasih aku masukan apa pun asal diucapkan dengan sopan.

Makasih....❤️❤️❤️❤️❤️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro