21. Into You pt. 3

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Day 21: Buat cerita dengan tema, "Semalam di kamar motel di pinggir kota".

Warning:

BxB content. Don't like, don't read!

***

Untuk tempat bermalam, jurusan Raga dan Aksa memutuskan untuk menyewa sebuah motel. Motel yang dipilih terletak di pinggir kota dan lumayan besar. Cukuplah buat mereka semua beristirahat.

Dan, coba tebak?

Raga dan Aksa satu kamar.

"Kamu ngelobi siapa, nih?" tanya Aksa ketika Raga menyeretnya ke kamar. "Perasaan sebelum berangkat udah ditentuin siapa sama siapa pas udah di motel. Kita nggak sekamar, deh, seingatku.

"Coba tebak?" Raga tersenyum jail.

"Aish!" Aksa menggembungkan pipi.

Raga terkekeh. Diraihnya pinggang ramping Aksa dan memeluknya. "Aku kangen."

Tak ayal, Aksa dibuat tertawa. "Kita cuma kepisah pas perjalanan, lho, Ga."

"Tetap aja." Raga bermanja ria. "Rasanya kayak ada yang kurang."

Aksa menggeleng-geleng. Dibalasnya pelukan Raga lebih erat.

Baru juga momen hangat itu terjadi sebentar, Raga dengan usil menyusupkan tangannya ke—

"Watch your hand!" Aksa dengan gemas menampar tangan Raga yang jail.

"Ouch!" Raga merengut. "Baeee!" rengeknya.

"Aku masih harus ngurus ini dan itu habis ini. Aku yakin kamu juga." Aksa dengan tegas menolak.

"Aih! Sejak kapan Aksa-ku yang penurut jadi kayak gini?" Raga tanpa ampun menggelitik samping perut Aksa, yang mana itu memang titik lemah dan geli Aksa.

Tanpa bisa ditahan, Aksa tertawa. "Raga!"

"Ngaku! Siapa yang ngajarin kamu?"

Tawa dan gelitik di antara mereka baru berhenti saat ponsel Aksa berdering, menandakan ada yang menelepon.

"Ponselmu tuh, Bae," kata Raga seraya menunjuk ponsel di atas nakas.

Aksa ber-oh. Diambilnya ponsel itu dan mendapati nomor asing menelepon. Cowok itu mengernyit. Ditatapnya Raga sebentar. "Aku keluar dulu, ya?"

Raga mengangguk, tidak banyak bertanya.

Aksa keluar dari kamar, menutup pintu, dan menerima panggilan. "Halo?" sapanya.

Ada jeda sebelum seseorang di ujung sana bicara. "Ini gue."

Aksa mengerjap.

Suaranya sih kedengaran familier. Namun ....

"Gue ... siapa?" tanya Aksa, ragu.

Decakan terdengar. "Davi."

"Oh, Kak Davi." Aksa mengembuskan napas, mengangguk-angguk. "Iya, Kak? Kenapa?"

"Ke kamar gue. Sekarang. Nomor 48. Gue tunggu."

Dan, panggilan terputus. Menyisakan Aksa yang cengo.

Kenapa pula tiba-tiba kayak gini? pikirnya gusar.

Iya, Aksa tidak lupa kok soal dia harus bertanggungjawab. Namun, yah ... gimana ya?

Aksa menghela napas. Baiklah. Sekali ini saja, dan dia tidak akan terlibat lagi dengan Davi. Tidak akan.

"Raga?" panggil Aksa ketika membuka pintu kamar mereka.

Raga yang tengah merapikan tempat tidur menoleh, "Iya, Bae?"

"Aku ... kudu pergi. Nggak apa-apa 'kan?"

"Ke mana?"

Aksa terdiam. Padahal tadi dia mati-matian berdoa agar Raga tidak perlu bertanya ke mana dia akan pergi.

"Itu ...," Aksa berpikir sejenak. "Oh ya. Koordinator jurusanku disuruh ngumpul."

Duh! Aksa tiba-tiba merasa bersalah. Dia tahu benar Raga benci dengan yang namanya kebohongan. Namun, Aksa tidak bisa membayangkan reaksi Raga kalau tahu dia mau ke kamar cowok lain.

Meskipun yah ... tidak ada apa-apa di antara Aksa dan Davi.

"Oh, oke." Raga mengangguk.

Fiuh! Aksa diam-diam lega dalam hati. "Thanks!"

Buru-buru Aksa menutup pintu dan pergi. Kata Davi, kamar cowok itu ada di nomor 48.

48 ... 48 ....

Ah, itu dia!

Aksa menyetop langkah begitu sampai. Rupanya kamar 48 ada di ujung lorong. Tidak ujung-ujung amat, sih. Begitulah, pokoknya.

Ragu, Aksa mengetuk pintu di depannya dua kali. Pas mau mengetuk untuk ketiga kalinya, sang empu kamar membukakan pintu.

Itu Davi.

"Halo, Kak," sapa Aksa dengan kikuk.

Masalahnya, ekspresi Davi kayak mau mengajak berantem. Aksa jadi gimana gitu.

"Oh, lo," kata Davi seraya mengangguk. Cowok itu membukakan pintu lebih lebar, "Masuk."

Aksa mengangguk, masuk kamar lebih dahulu. Davi menghampirinya setelah menutup pintu kamar.

Aksa mengedarkan pandangan. Tampak rapi. Hanya saja ....

"Teman sekamar Kak Davi mana?" tanya Aksa basa-basi.

Davi tidak langsung menjawab. Ditatapnya Aksa lekat-lekat sebelum berkata, "Gue tidur sendiri."

Aksa ber-oh pelan. Enaknya, pikirnya.

"Jadi," Davi bersedekap. "Kapan lo mau tanggung jawab? Bahu gue masih sakit, asal lo tau aja."

Mendengar itu, Aksa jadi gelagapan. "Ma-maaf."

"Nggak usah minta maaf. Gue mau tanggung jawa lo aja."

Ya masalahnya Aksa tidak tahu harus bagaimana.

"Um ... gimana aku bisa tanggung jawab?" tanyanya seraya menatap Davi tepat di iris.

Entah Aksa saja, atau wajah Davi kelihatan ... agak merah? Seperti merona.

Davi membuang tatapan ke samping. Tangannya menunjuk ke atas nakas di samping tempat tidur. "Ada kompres. Bantu gue ngompresin bahu."

Tatapan Aksa mengikuti arah yang ditunjuk Davi. Benar. Ada kompres es di sana. "Ah, oke."

Dengan cepat Aksa mengambil kompres itu dan duduk di samping Davi yang sudah duduk di bibir ranjang.

"Bahu mana yang sakit, Kak?" tanya Aksa.

"Kanan," Davi menyahut pendek. Tanpa babibu, cowok itu melepas kaus lengan panjang hitam yang dikenakannya.

Melihat adegan itu, Aksa tidak bisa menahan diri untuk tidak bersemu. Gerakan Davi terlihat ... seksi. Ditambah katingnya itu memang tampan dan memiliki badan yang bagus. Otot-ototnya jelas dilatih dengan baik.

"Hei! Lo mau ngelamun aja semalaman?" Davi menyentak.

"Ah iya. Maaf." Aksa dengan telaten mengompres bahu kanan Davi. Kebetulan sekali dia duduk di sebelah kanan Davi, jadi mengompresnya tidak terlalu sulit.

Hening.

Tidak ada yang bicara untuk sesaat.

Di tengah mengompres bahu Davi, tiba-tiba Aksa merasakan tangannya digenggam. Tangan Davi. Genggaman yang ... erat. Seolah tidak ingin melepaskan barang sedetik pun.

"Kak Davi?" panggil Aksa, bingung.

"Malam ini—" Davi menoleh dan menatap Aksa intens. "—lo harus tidur di kamar ini."

Aksa langsung cengo. "Eh? Maksudnya?"

"Lo harus tidur sama gue di sini. Ini juga bentuk tanggung jawab lo," kata Davi. Nada suaranya kental dengan perintah yang tidak boleh dibantah. "Siapa temen sekamar lo? Gue mau ngomong sama dia." []

AUTHOR'S NOTE:

Duh! Lama-lama kalau gini caranya malah aku yang oleng sendiri. HELP! //terombang-ambing

Haruskah aku bikin Into You pt. 4? Wakakaka. Bakal nyambung sama ini sih kalau emang ntar aku bikin.

BTW, coba cek lagi deh bab Into You. Udah ngeh belom itu quote-nya siapa? Ahahaha.

Yap. Davi.

Mumpung aku bikin AN, nih, how are ya? Semoga sehat terus dan semangat menjalani hari ya.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro