Disappointed

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tanggal yang seharusnya menjadi hari pertunangan Glenn, diganti menjadi pernikahan. Sesuai dengan apa yang dikatakannya, Glenn tak bisa menahan diri lagi dan ingin mempercepat pengesahan hubungan dengan Keana. Dan sekarang mereka tengah berdiri di altar. Baru saja selesai mengucap sumpah sehidup semati. Namun, ada sesuatu yang berlarian di kepala wanita bergaun pengantin putih tersebut.

Sumpah sudah kami ucapkan, tapi sayangnya untuk diingkari. Aku tak akan lupa bahwa bersatunya kami hari ini, adalah langkah awal untuk perpisahan selanjutnya.

Tak ada yang bisa Keana lakukan. Dia seolah pasrah menerima takdir yang mempertemukannya dengan Glenn, sehingga dia tak berniat lari. Padahal, Keana bisa saja menolak tawaran laki-laki itu dan memulai hidupnya yang baru seorang diri. Akan tetapi, nyatanya Keana memilih jalan sulit dengan memasuki kehidupan Glenn. Keana tak pernah tahu serumit apa hubungan yang akan dijalaninya bersama laki-laki pemain perempuan itu.

Laiknya pengantin lain, Keana juga merasakan bahagia. Di sisinya kini berdiri laki-laki gagah penuh pesona. Laki-laki yang telah resmi menjadi suaminya. Sementara, di belakang mereka ada keluarga inti Glenn dan Shine dengan senyum penuh kelegaan.

Cincin pernikahan sudah tersemat. Glenn dan Keana saling melempar pandang. Lalu, membalik tubuh untuk menatap keluarga. Pucuk-pucuk bunga bagai bermekaran di hati masing-masing. Bahkan, terlalu besar rasa bahagia di hati Eric, hingga dia hanya bisa meneteskan air mata haru. Cucu sulung yang selalu dia banggakan, akhirnya mau menikah.

Di gereja yang didekorasi dengan bunga putih tersebut, menjadi saksi Glenn yang sudah berkuasa atas Keana.

Glenn mengulurkan tangan ke arah Keana dan perempuan itu segera meraihnya. Tak peduli jika ini hanya sekadar sandiwara, tapi Keana tetap senang. Dia bahagia bisa berdiri di altar bersama Glenn. Terbersit harap dalam hatinya, semoga semua ini tak akan segera berakhir. Karena Keana mulai menyadari, bahwa dia memerlukan Glenn. Dan akan selalu membutuhkan Glenn.

"Kau bahagia?" tanya Glenn sebelum mengambil langkah.

Pelan, Keana mengangguk diiringi senyum mendamaikan. Di detik ini, Glenn kembali terpesona dengan istrinya. Bulu mata lentik itu mengerjap, yang mana bagi Glenn adalah hal indah. Lalu bibir merah menggoda yang kini sedang menyunggingkan senyum, membuat laki-laki bertuksedo hitam itu terpaku. Jantung Glenn berdetak dua kali lebih cepat. Dadanya terasa agak sesak, karena ada sesuatu yang memenuhinya. Perasaan pada Keana, mungkin.

Lalu tanpa terduga, Glenn mendekat dan meraih tengkuk Keana. Memegang kuat, seraya mencium bibir perempuan itu. Sontak saja semua yang ada di ruangan tertawa dan bertepuk tangan. Sementara Keana, dia memejamkan mata untuk menikmati sentuhan Glenn. Dadanya yang sejak tadi sudah berdebar, kini semakin cepat temponya.

Melihat kemesraan itu, Albert ikut senang. Tak salah dia merelakan Keana dan berhenti untuk meneruskan niat jahatnya yang ingin mendapatkan perempuan bertubuh ideal itu. Kalau saja dia kukuh, mungkin bukan kebahagiaan yang akan dia lihat hari ini. Karena sejatinya, hati memang tak bisa dipaksa kapan dan pada siapa dia ingin berlabuh. Dulu, memang benar Keana memiliki perasaan pada Albert. Namun, seiring luka yang tertoreh serta waktu yang berlalu, rasa itu memudar. Dan Albert paham, bahwa keputusannya hari itu, tidak salah. Dia bisa melihat rona bahagia di wajah Keana.

"Hei, bisakah kalian hentikan ciuman itu dan melanjutkannya di rumah saja? Sungguh tak ada perasaan untuk laki-laki single sepertiku ini," celetuk Albert.

Gelak tawa kembali memenuhi ruang. Glenn melepas tautan bibirnya dan tersenyum kikuk, sedangkan Keana merasakan wajahnya sangat panas. Keduanya saling pandang dengan tersenyum lebar.

Semua mata tertuju pada laki-laki tampan itu sekarang. Sang ibu membelai putranya seraya berucap, "Cepat susul kakakmu. Ibu juga tak sabar lagi ingin menimang cucu."

"Ck! Kenapa kau malah menggodaku, Bu?"

Albert sedikit kesal. Pasalnya, tadi dia ingin menggoda sang kakak, tapi malah dirinya kena batu.

Melangkah bersama dengan Keana untuk menghampiri Albert, Glenn lalu berkata, "Cepatlah menikah, Albert. Nanti anak-anak kita bisa bermain bersama."

Terdengar decakan dari mulut laki-laki yang tengah digoda itu. Yang lainnya tetap tertawa, tapi tidak dengan Keana. Dia tersenyum kecil dengan pikiran ke mana-mana.

Anak-anak? Apakah aku dan Glenn akan punya anak? Memang dia suka anak kecil dan bersedia menjadi ayah?

Napas Keana terhela berat. Dia menggeleng sembari memejamkan mata. Glenn menyadari tindakan istrinya, kemudian mendekatkan wajah ke telinga Keana.

"Apa kau sudah tak sabar lagi, Sayang, sehingga kau menggeleng untuk mengusir bayangan malam pertama kita?"

Seketika wajah Keana memerah mendengar bisikan Glenn. Debar di dada Keana kian memburu saat sang suami meniup telinganya. Hatinya berdesir hebat saat sensasi itu menyapa.

Dalam kewarasan yang masih penuh, Keana mendorong pelan tubuh Glenn. Menatap suaminya dengan seringai.

"Kakek, lihatlah cucumu. Dia terus saja menggodaku. Sepertinya dia tak sabar untuk malam pertama kami."

Mendengar itu, Glenn mendelik. Tak menyangka Keana bisa mengerjainya seperti ini. Sementara, anggota keluarga yang lain kembali tertawa.

Keana, tunggu saja. Suamimu ini akan membalasmu nanti malam.

🍂🍂🍂

Malam kelam bertabur bintang. Langit begitu ramai diterangi bulan yang bercahaya. Semilir angin membelai lembut lengan Keana yang terbuka. Dia begitu bersinar malam ini. Terlihat sangat anggun dengan gaun merah maroon selututnya.

Sedari tadi, Glenn terus menatap Keana. Memperhatikan leher jenjang yang tak terhalangi rambut, serta kulit mulus itu. Pikiran liarnya mulai bekerja. Hanya sekadar membayangkan akan menghabiskan malam bersama, hasrat Glenn sudah bergejolak. Hatinya terus merutuk, mengapa makan malam keluarga ini tak juga berakhir.

Melihat Glenn yang agak gelisah, Eric menyeringai. Dia paham betul bahwa cucunya menginginkan semua ini segera berakhir.

Setelah meneguk sisa wine di gelasnya, Eric bangkit dari kursi. Tersenyum penuh arti pada Keana yang tengah membersihkan mulut dengan napkin.

"Baiklah, kita sudahi acara malam ini. Keana sudah resmi menjadi keluarga dan kita akan lebih sering mengadakan acara makan bersama nanti. Sekarang, kalian bisa pulang. Aku akan beristirahat."

Perkataan sang kakek barusan, bagai sebuah berita menggembirakan untuk Glenn. Senyum semringah langsung terbit di bibir laki-laki yang kini menyandang status suami. Dia hanya harus menahan diri sebentar lagi. Maka setelah itu, Keana benar-benar akan menjadi miliknya.

"Kek, kau harusnya mengadakan acara sampai larut. Tapi kau malah memberikan kesempatan pada pengantin baru untuk bermesraan."

Albert berucap, lalu berdecak. Glenn dan yang lainnya hanya menanggapi dengan tawa. Akan tetapi, Keana tetap terdiam. Dia merasa hari ini ada terlalu banyak tawa. Dia takut jika dirinya nanti akan merasakan sakit setelah bahagia bertubi-tubi yang datang.

Akhirnya, acara makan malam itu benar-benar berakhir saat Eric kembali ke kamar dan Albert, Laura, serta Charlie yang sekali lagi mengucapkan selamat pada Keana juga Glenn. Kini, tinggal pasangan pengantin baru yang masih berada di roof top rumah Eric.

"Apa aku sudah memujimu hari ini, Sayang?" tanya Glenn sembari melangkah mendekati Keana.

"Jangan sering-sering memujiku, nanti aku akan ketergantungan. Lalu, bagaimana jika kita sudah berpisah nanti? Aku bisa kesusahan saat tak mendengar pujianmu." Keana menjawab, lalu mengalihkan pandangannya ke sisi kanan.

Langkah Glenn sempat tertahan. Dadanya tersentak, karena baru saja mereka menikah, tapi Keana sudah memikirkan tentang perpisahan. Namun, dalam hitungan sepuluh detik, kaki laki-laki itu kembali bergerak. Berdiri di depan sang istri yang terlihat enggan untuk menatapnya.

Diraihnya dagu Keana, membuat mereka saling menatap. Lalu, Glenn menunduk dan mengecup bibir sang istri. Berlanjut pada kecupan di kedua pipi, serta dahi.

Mata Keana terpejam. Dadanya berdebar hebat dan selalu saja begitu saat disentuh Glenn. Dia pasrah dalam kuasa Glenn.

"Bagaimana bisa kau memikirkan perpisahan kita, Keana?"

Tangan Glenn masih memegang dagu Keana, sedangkan wajah mereka begitu dekat. Wajah perempuan itu dijalari oleh rasa hangat dari embusan napas suaminya.

"Bukankah aku harus menyiapkan diri jika sewaktu-waktu kau mengusirku, Sayang?" Keana bertanya dengan menahan pedih di hati. Namun, sudah pasti Glenn tak mengerti itu. "Dan surat perjanjian sudah kita tanda tangani. Bisa saja besok kau menceraikanku, karena apa yang kau mau juga sudah berhasil kau dapatkan."

Pikiran Glenn melayang pada surat perjanjian yang dia tanda tangani bersama Keana semalam. Perjanjian yang menyatakan bahwa Keana tak bisa menuntut perpisahan. Perjanjian yang menyatakan bahwa Keana sepenuhnya milik Glenn dan tak ada laki-laki lain yang boleh mendekatinya. Perjanjian yang menyatakan bahwa Glenn masih bebas berkencan dengan perempuan mana pun. Dan perjanjian yang mengatakan bahwa Keana tak boleh memprotes apa pun tindakan Glenn saat bersama dirinya atau jika sedang berada di luar.

Keana ada dalam kendali suaminya. Namun, dia tak tahu, bahwa setelah dirinya lelap dalam tidur semalam, surat perjanjian itu langsung disobek oleh Glenn. Tak ada aturan tertulis yang mengikat Keana harus pasrah pada semua yang Glenn lakukan. Entah apa alasan sesungguhnya Glenn melakukan itu. Hanya saja, nuraninya mengatakan agar perjanjian tersebut harus dilenyapkan.

"Sebelum memikirkan perpisahan kita, kenapa kau tak memikirkan malam panjang yang akan kita lalui?"

Hati Keana berdesir. Wajahnya terasa sangat panas. Dia ingin menunduk agar tak melihat mata elang Glenn. Namun, laki-laki itu menahan. Bibir Glenn tertarik ketika menyadari bahwa Keana gugup. Napas perempuan itu terengah-engah saat Glenn melingkarkan tangan di pinggang ramping Keana.

"You're so beautiful and sexy, Honey," bisik Glenn.

Semakin tak beraturan napas perempuan itu. Tanpa kata lagi, Glenn membopong tubuh istrinya yang pasrah. Tangan Keana melingkar di leher Glenn dan terus menatap laki-laki yang sedang membawanya untuk menuruni tangga.

Sesampainya di bawah, Ron yang sudah menyiapkan mobil Glenn, langsung membukakan pintu. Keana turun dengan selamat. Dia mengulum senyum saat melewati Ron yang memandangnya dan Glenn penuh arti.

"Selamat menghabiskan malam yang panjang, Tuan dan Nyonya," kata Ron sebelum pintu mobil Keana terutup.

Glenn menanggapi dengan tepukan di pundak Ron. Dia juga mengeluarkan beberapa lembar uang dan diserahkan pada Ron.

"Aku sedang bahagia. Nikmatilah."

Ron tersenyum seraya mengucapkan terima kasih. Lalu, membungkuk sebelum Glenn berjalan ke bagian kemudi.

Tak berselang lama, mobil pun melaju. Pasangan itu terdiam dengan pikiran masing-masing. Keana yang berpikir akan sepanjang apa malamnya kali ini. Sementara, Glenn berpikir akan seliar apa dia dalam memuaskan Keana.

Tiba di rumah bergaya Eropa, Keana menghela napas pelan. Malam ini dia harus siap menyerahkan diri pada Glenn.

"Sayang ...," panggil Glenn seraya mengulurkan tangan untuk membantu Keana turun dari mobil.

Tangan mereka bersentuhan. Dengan langkah pelan, keduanya memasuki rumah setelah disambut oleh Linda.

Dalam langkah yang tengah menuju kamar, senyum di bibir Glenn tak juga menghilang. Dan ketika keduanya sudah sampai di kamar, Glenn mengunci pintu. Lalu, diraihnya pinggang Keana yang berdiri di sampingnya.

Mata Keana membulat mendapatkan reaksi tiba-tiba dari Glenn. Namun, dengan cepat dia mencoba menguasai diri.

"Glenn ...," desis Keana saat tangan laki-laki itu meremas bokongnya.

"Kau milikku, Keana. Jangan membuatku menahannya lagi."

Tubuh Glenn semakin rapat pada istrinya. Tangan itu pun semakin berani bergerak. Dari remasan di bokong, kini beralih untuk menurunkan ritsleting gaun Keana yang berada di belakang. Sementara, bibirnya dengan Keana sedang berpagut liar.

Keana menahan napas ketika Glenn meloloskan gaun itu begitu saja. Lalu menuntun tangan Keana untuk melingkar di lehernya tanpa melepas tautan bibir. Kembali tangan Glenn beraksi. Meremas dada Keana yang tak besar, tapi terasa pas di tangannya.

Napas mereka memburu. Keana semakin larut dalam sentuhan Glenn. Dia juga meremas pundak laki-laki itu saat sebuah sentuhan terasa di pangkal pahanya.

"Tubuhmu membuatku tergila-gila." Glenn berbisik setelah ciumannya berhenti. Membiarkan dirinya dan Keana meraup udara sebelum kembali melanjutkan aksi. "Keana ...."

Perempuan yang sedang disebut namanya itu hanya terdiam dengan tatapan sayu. Matanya sudah dipenuhi gairah saat ini. Terlebih ketika Glenn mulai menjelajahi leher jenjang Keana, hasratnya mulai memuncak.

Desahan demi desahan mulai lolos dari mulut Keana. Glenn dengan lihai menyentuh kulit Keana dengan bibir dan tangannya. Remasan di dada serta kecupan yang semakin menggila, membuat Keana tak bisa menahan diri agar tak mengerang kenikmatan.

Glenn bergerak pelan tanpa menghentikan aktivitasnya. Yang mau tak mau juga membuat Keana ikut bergerak. Mereka berdiri di sisi ranjang dan sebelum menjatuhkan tubuh perempuan itu, Glenn melepas kaitan bra Keana.

"Ahh, Glenn ...."

Keana mendesah saat Glenn bermain di puncak dada yang tak lagi terhalangi kain. Kewarasan perempuan itu sudah mulai hilang. Dia tak ingin peduli lagi dengan rasa malu. Dia menikmati semua ini dan dia menginginkan Glenn untuk meredakan hasrat yang menggila itu. Dan dalam sekali dorongan, Keana terjatuh di ranjang. Membuat Glenn yang masih berdiri dapat memandang tubuh Keana dengan bebas.

Mata Glenn memandang takjub. Dada yang begitu menggairahkan dengan puncak kemerahan, membuat Glenn ingin melumatnya tanpa henti. Belum lagi sesuatu di bawah pusar Keana yang hanya tertutup dengan kain tipis juga kecil berbentuk segitiga.

"Apa kau hanya akan memandangku seperti itu, Sayang?"

Tersadar dari lamunan atas tubuh Keana, Glenn menyeringai. Dia lantas merangkak di atas sang istri. Gairahnya semakin besar saat miliknya yang masih tertutupi celana, bergesekan dengan milik Keana.

"Ahh ...."

Sekali lagi Keana mendesah, karena gesekan tadi. Jantung mereka berdua semakin berdetak cepat. Glenn berlutut di atas Keana. Dia ingin membuka kemeja dan menyatukan tubuhnya dengan sang istri. Namun, sebuah panggilan tiba-tiba saja terdengar dari ponsel di saku celananya.

"Shit! Sungguh mengganggu!" rutuk Glenn.

Dia akan mengabaikan dan berniat meneruskan membuka kemeja. Akan tetapi, telepon itu tak juga berhenti berdering. Membuatnya kesal setengah mati.

"Angkatlah. Siapa tahu itu penting."

Glenn menatap sang istri yang berada di bawahnya. Lalu memutuskan untuk turun dari ranjang. Memunggungi Keana dan meraih ponsel itu. Dengan kesal dia mengangkat panggilan.

"Brengsek, Shine! Kau tak tahu ini adalah malam pertamaku?!"

Kalau saja tak ingat jasa Shine, bisa saja Glenn menghabisi nyawa laki-laki itu karena sudah mengganggu waktu yang sangat berharga malam ini.

"Tuan, maafkan aku. Kau tahu pasti aku tak akan menghubungi kalau bukan menyangkut hal penting."

"Brengsek! Sepenting apa sampai aku harus membuat istriku menunggu karena panggilanmu ini?!"

Keana menahan senyum. Ada bahagia yang meletup-letup di hatinya. Dia bahagia karena Glenn kesal waktu kebersamaan mereka terganggu.

Merasa panggilan itu penting dan akan berlangsung lama, Keana memperbaiki posisi telentangnya dan menarik selimut. Menutup tubuhnya yang hampir full naked akibat ulah Glenn.

"Tuan, dia kembali. Setelah lima tahun berlalu, dia kembali. Dan malam ini aku menemukannya tak berdaya di jalanan."

Hasrat bercinta Glenn kali ini benar-benar padam. Mati bersama berita yang baru saja Shine sampaikan. Tangannya terkepal kuat seraya mendengkus. Dia tak pernah membayangkan, luka yang didapat lima tahun lalu, kembali terbuka. Hatinya bergejolak kuat. Glenn berada dalam kebimbangan.

"Kirimkan lokasi keberadaanmu."

Panggilan akhirnya terputus. Dengan napas memburu serta dada yang berdebar hebat, Glenn membalik tubuh. Menemukan Keana yang tersenyum ke arahnya.

Setelah memasukkan ponsel ke saku, Glenn mengembuskan napas berat. Ditatapnya Keana dengan perasaan berkecamuk.

"Aku harus pergi," ucap Glenn seraya membalik tubuh. Dia tak ingin melihat reaksi Keana.

"Glenn?"

Keana duduk bersandar dengan bantal sebagai penyangganya. Dia ingin memastikan pendengarannya tak salah.

"Aku harus pergi. Kau tidurlah, istirahat yang cukup. Malam ini aku tidak akan pulang."

Tanpa bisa dicegah, air mata Keana terjatuh saat Glenn benar-benar membuka pintu dan meninggalkannya begitu saja. Hati Keana merintih kesakitan menahan luka yang tak terlihat. Dia meremas kuat selimut yang menutupi tubuhnya.

Malam ini memang sangat panjang, karena Keana harus mendekap luka seorang diri di ranjang dingin sampai fajar menyapa.

TBC

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro