Shocked

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Memindai tubuh yang terbaring di depannya, Glenn lantas mendengkus. Otaknya bertanya-tanya kenapa seseorang dari masa lalu harus kembali. Dia datang lagi di saat Glenn merasa Keana mulai berhasil mengambil hatinya.

Wajah tirus itu dulu adalah candu untuk Glenn. Suara lembutnya selalu berhasil membuat Glenn berdebar. Laki-laki itu mencintai perempuan yang dipanggil Christie. Namun, itu dulu. Sebelum hatinya dipatahkan sebab kepergian kekasih yang mendadak. Terhitung pula sejak lima tahun lalu, Glenn membekukan hati. Mencegah siapa pun yang ingin memasukinya. Bercinta dengan banyak perempuan hanya untuk sekadar melepaskan hasrat. Akan tetapi, bersama Keana, dia merasa berbeda. Jantungnya kembali merasakan debar yang sempat hilang.

Christie datang saat aku sudah menikahi Keana. Sialan! Kenapa keadaan menjadi seperti ini?

Glenn tiada henti mengumpat dalam hati. Bahkan dia juga menjambak rambut sendiri untuk meluapkan kekesalan. Matanya tiba-tiba membulat saat perempuan itu terlihat menggeliat di ranjang. Glenn mundur dua langkah, seakan memberi jarak dengan Christie yang kini tengah mengerjap.

“Glenn ...,” desis Christie, kau sungguh Glenn?”

Perlahan, Christie bangkit dari posisinya. Berdiri berhadapan dengan Glenn yang masih bergeming.

“Ya Tuhan, Glenn! Aku merindukanmu setengah mati!”

Mata perempuan berambut sepundak itu berkaca-kaca. Tanpa menunggu lagi, tubuhnya jatuh dalam pelukan Glenn. Mendekap erat laki-laki yang pernah bertakhta di hatinya. Tangisnya tumpah, hingga bahu Christie bergetar.

“Glenn, kau tak tahu bagaimana aku merindukanmu selama ini.”

Napas Glenn terembus kasar. Matanya terpejam erat, sembari mencari kenyamanan yang dulu selalu dia dapatkan dari Christie. Namun, kali ini hanya hambar yang terasa. Dada Glenn berdebar, tapi dia sekarang sadar, itu bukan karena menahan rindu. Melainkan, menahan marah yang membludak.

Didorongnya tubuh Christie, hingga perempuan itu terjatuh di ranjang. Mata Glenn menatap tajam seraya bersedekap. Memandang sinis perempuan yang tengah berurai air mata. Sorot mata penuh kebencian tertuju untuk Christie yang sedang terperangah atas kejadian barusan.

Hati Glenn sudah mati untuk Christie. Luka yang perempuan itu beri, terlalu dalam. Glenn harus berjuang untuk keluar dari lembah curam kehancuran, saat dirinya frustrasi karena sang kekasih memutuskan hubungan. Christie tak tahu penderitaan Glenn yang mana setiap malam dia meracau dalam mimpi, agar Christie kembali. Christie tak tahu saat Glenn hampir gila karena cinta yang selalu dijaga, hilang entah ke mana.

Serupa ranting kering yang sekali injak akan patah atau hancur. Ya, hati Glenn dulu serapuh itu saat Christie meninggalkannya. Dan sekarang Christie tiba-tiba kembali saat seluruh hidup Glenn hampir tertata sempurna seperti sediakala.

“Glenn, kau melupakanku? Aku Christie, kekasihmu.”

Wajah pucat itu basah oleh air mata. Tangannya meremas kuat sisi ranjang tempatnya duduk. Menyadari bahwa Glenn tak lagi sama seperti dulu. Ada terlalu banyak hal yang berubah dalam kurun lima tahun. Hati yang tak lagi mencinta, salah satunya.

“Kekasih?” Glenn bertanya seraya mendekat. Napasnya memburu, ingin membunuh Christie di detik ini juga kalau bisa. “Kau memang kekasihku, tapi itu dulu.”

Jarak mereka begitu dekat. Christie mendongak agar bisa bertatapan dengan Glenn. Sementara, laki-laki itu menyipitkan mata dan tangannya menekan kuat kedua pipi Christie.

“G-Glenn!”

Susah payah Christie berucap, karena laki-laki itu tak juga melepaskan tekanan. Bahkan, kekuatannya bertambah hingga perempuan bercelana putih kotor itu meringis kesakitan. Matanya membulat tak percaya saat satu tangan Glenn yang lain menarik rambutnya. Christie terkejut setengah mati.

“Apakah seorang kekasih akan pergi begitu saja tanpa kepastian, Christie?”

Satu pertanyaan, tapi serasa ada belasan pisau yang menghunjam dada Christie. Glenn semakin kuat menjambak dan juga menekan rahang perempuan di depannya. Wajahnya terus mendongak dengan air mata yang bertambah deras. Dia meronta, mencoba melepaskan diri. Namun, tangan kecilnya tak cukup kuat untuk membuat Glenn menghentikan aktivitas.

“Lima tahun berlalu dan sekarang kau kembali begitu saja, hah?!”

Tanpa rasa iba, Glenn tidak berniat menghentikan siksaannya. Hatinya yang sempat hancur, harus diketahui oleh Christie.

“G-Glenn! A-yo bi-ca-ra.” Terbata-bata Christie berucap.

“Bicara tentang alasan kepergianmu, Jalang?!”

Tatapan tajam Glenn tak juga berubah, sampai akhirnya Christie menjawab, “I-ibu-mu.”

Mendadak Glenn melepaskan kedua tangannya seraya membuang napas kasar. Sementara, Christie terengah-engah sambil memegang pipinya yang kesakitan. Ditatapnya Glenn, meminta pengampunan dan kesempatan bicara.

“Apa hubungan ibuku dengan kepergianmu?!”

Amarah Glenn masih tak merada. Tangannya terkepal kuat, lalu memukul nakas sebagai pelampiasan. Kekesalannya semakin menjadi-jadi saat orang yang ditanyai barusan, masih sibuk meringis kesakitan.

“Aku bicara denganmu, Jalang!”

Tak bisa menahan diri, Glenn akhirnya melayangkan satu tamparan di pipi kanan Christie. Semakin terisak-isak perempuan itu. Wajah dan hatinya kesakitan, sedangkan Glenn sedikit pun tak merasa kasihan.

“Dia yang menyuruhku untuk meninggalkanmu, Glenn,” kata Christie lemah. Wajahnya tertunduk dengan air mata yang terus menetes. “Dia menyuruhku untuk meninggalkanmu saat aku sedang mengandung ... anakmu.”

Bagai terhantam sesuatu yang sangat besar, Glenn merasakan hatinya kesakitan. Kakinya tanpa sadar bergerak mundur. Matanya memanas sembari memandang Christie yang terisak-isak. Glenn tak tahu harus bicara apa saat ini. Dia begitu terkejut dengan kabar yang baru saja didengarnya.

“Kau pasti sedang berbohong, Christie!”

Kaki Glenn sudah lemas untuk berpijak. Dia lalu bersandar pada dinding dengan perasaan yang tak bisa diungkapkan. Jantungnya bertalu-talu, membayangkan jika benar yang Christie katakan tadi. Tidak ada yang memberi pukulan fisik pada Glenn, tapi dia kini tengah menahan rintih kesakitannya.

Pelan, Christie mengangkat wajah dan menemukan Glenn yang terengah-engah. Dada laki-laki itu sesak mendapati kenyataan yang tak pernah dia kira sebelumnya.

“Lima tahun lalu ibumu menemuiku, Glenn. Dia memintaku untuk meninggalkanmu hanya karena aku gadis miskin. Dan kau tahu? Saat itu baru saja aku mengetahui bahwa aku hamil. Aku memberitahukan pada ibumu, tapi dia malah dengan tega menyuruhku menggugurkan janin itu.”

Kembali, rasa terkejut membelenggu Glenn. Tangannya terkepal kuat dengan dada berdebar hebat. Tatapannya tak beralih dari Christie yang masih menangis.

“Kau jangan bercanda, brengsek! Ibuku sudah meninggal enam bulan lalu. Jangan coba-coba membuat namanya buruk di depanku!”

Masih mengelak, Glenn benar-benar tak bisa menerima jika semua ini sungguhan. Dia tak percaya jika ibu yang begitu dicintainya, bisa berbuat hal nista.

“Glenn, aku mencintaimu. Maka dari itu, aku pergi meninggalkanmu agar anak kita terbebas dari ancaman. Kau tahu, Glenn? Ibumu ingin membunuh bayi kita jika aku tak pergi dari sisimu.”

Semakin menjadi tangis Christie. Tubuhnya luruh ke lantai bersamaan dengan Glenn. Laki-laki itu melemah. Hatinya tak kuat lagi menerima kenyataan pahit begini.

“Anak kita?” tanya Glenn lemah dengan mata terpejam.

“Anak kita sampai sekarang baik-baik saja, Glenn. Putri kecil kita aman selama ini.”

Mata Glenn terbuka. Pikirannya kacau. Banyak hal yang ada di benaknya. Tentang Christie. Tentang anak mereka. Tentang mendiang ibunya. Dan tentang Keana. Glenn tak membayangkan bagaimana reaksi Keana jika mengetahui semua ini.

“Apakah aku benar-benar menjadi seorang ayah?”

Christie mengangguk pelan diiringi air mata yang enggan berhenti.

Tbc

Hayoloh, ada yang gemas enggak sama Glenn?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro