Love From the Past

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Keana rela menjadi pengantin rahasia adalah hal yang tak pernah Glenn kira sebelumnya. Perempuan itu berhasil mengejutkan Glenn. Saat semua wanita yang ada di sisi laki-laki itu ingin mendapatkan pengakuan dan kedudukan, tapi Keana berbeda.

Melepas sabuk pengaman agar lebih leluasa, Glenn lalu memeluk Keana sebentar. Ditatapnya perempuan itu penuh banyak tanya.

“Sayang, apa kau tak suka aku dikelilingi wanita lain?”

Pelan, Glenn mengusap wajah Keana, membuat perempuan itu memejamkan mata sebentar. Keana kemudian tersenyum dan mengalungkan tangan di leher Glenn.

“Aku mana berani berpikiran seperti itu. Bukankah kau sendiri yang memutuskan bagaimana seharusnya aku bertindak?”

Hening sesaat. Glenn mengira Keana mau mengatakan hal lain. Namun, nyatanya tak begitu.

Kalau saja dia menyatakan keberatan, mungkin aku akan belajar meninggalkan para wanita itu,’ pikir Glenn.

“Kita sudah dekat dan aku harap kau tahu harus seperti apa di depan keluargaku nanti.”

“Aku cukup pandai berpura-pura, Sayang.” Keana menjawab, lalu mendorong pelan tubuh Glenn.

Laki-laki itu memasang senyum manis. Mobil pun kembali melaju.

Sepuluh menit perjalanan, Keana terus memegangi dadanya yang berdebar kencang sejak tadi. Berada di dekat Glenn sungguh membuat jantung perempuan itu tak baik. Mungkin suatu saat nanti Glenn pun mampu meledakkan organ penting Keana itu dengan tingkahnya yang lain.

Mereka memasuki sebuah rumah yang pintu pagar tingginya sudah terbuka. Di kiri-kanan, ada kebun yang dipenuhi beberapa jenis tanaman. Lalu pada bagian tengah halaman, terdapat bundaran air mancur.

Rumah bergaya kuno dengan beberapa bagian dinding yang terbuat dari batu, membuat Keana takjub. Hatinya serasa damai, sebab suasana di sini penuh ketenangan.

Glenn mengambil jalan ke arah kiri dan berhenti di depan pintu utama. Seorang laki-laki membukakan pintu untuk Glenn, serta membungkuk hormat. Glenn lantas berjalan ke arah pintu Keana dan mempersilakan perempuan itu turun.

Di bawah temaram cahaya lampu teras, mereka menautkan jemari. Lalu saling melontarkan senyum.

“Selamat datang, Tuan dan Nona,” sapa laki-laki tadi.

“Terima kasih, Ron. Apakah semua sudah datang?” tanya Glenn. Keana tersenyum untuk membalas sapaan Ron.

“Mereka sudah berkumpul di lantai atas, Tuan.”

Glenn mengangguk, kemudian mengedipkan mata pada Keana. Memberi isyarat agar memasuki rumah.

Sampai di ruang tamu, Keana disambut oleh lukisan-lukisan dari pelukis terkenal. Ruang yang cukup luas dilengkapi banyak barang mahal. Sofa panjang penuh ukiran, serta lampu kristal besar yang tepat berada di atas mereka sekarang.

Langkah mereka kini tertuju pada anak tangga di sudut kiri ruang tamu. Sebuah tangga yang mengantar mereka pada roof top.

Aku agak tegang,” kata Keana saat mereka hampir mencapai anak tangga terakhir.

“Ingat saja ini, maka kau tak akan tegang lagi.” Tanpa aba-aba, Glenn lalu mencium bibir Keana. Melumat sebentar, sebelum dia menarik diri. “Sudah tidak tegang?” tanya Glenn menggoda.

Wajah perempuan itu memerah. Dadanya kembali berdebar keras, sedangkan Glenn tertawa kecil.

“Apakah aku barusan salah lihat? Kak Glenn, kau tertawa!”

Sontak Glenn dan Keana yang tadinya bertatapan, menoleh ke arah sumber suara. Seorang laki-laki berkemeja hitam berdiri di puncak tangga. Dia tersenyum, hingga kedua lesung pipitnya tampak.

“Kau tidak salah lihat,” jawab Glenn singkat. Lalu mengalihkan pandangan pada Keana yang sedang terpaku.

“Aku terkejut. Rasanya sudah sangat lama kau tak seceria ini. Jadi, dia yang mengubahmu?”

Kini laki-laki itu fokus menatap Keana. Namun, sedetik kemudian dia terpaku. Sama seperti Keana.

“Albert, berhenti mengatakan omong kosong. Beri salam untuk calon kakak iparmu.”

Kedua tangan Glenn masuk ke saku celana. Dia menunggu dua orang di dekatnya untuk saling berkenalan.

“Albert Abhivandya.”

“Keana Rhea Jayna.”

Dua orang itu berjabat tangan dengan rasa terkejut yang sama-sama menjalari hati.

“Kau sangat cantik, Nona,” puji Albert. Dia meletakkan tangan kanan di perut, lalu membungkuk pada Keana.

“Kau berlebihan, Tuan.” Keana tersenyum. Mencoba menetralisir suatu rasa aneh di dadanya.

“Mari, temui keluarga kita.”

Keana mengangguk atas ajakan Glenn. Albert berjalan lebih dulu. Dia memegangi dadanya yang kini berdebar.

“Perhatian, calon kakak iparku sudah tiba.”

Semua orang menoleh ke arah Albert. Keana pun mendadak menjadi pusat perhatian. Perempuan itu menatap Glenn yang sekarang memberi isyarat melalui mata.

Keana berjalan di atas rerumputan hijau, menuju meja panjang yang sudah didekorasi menawan. Lilin serta bunga mawar dalam gelas kaca bundar ditata berdampingan. Di tengah meja, ada tempat lilin dengan tujuh cabang, semua menyala. Pada bagian atas, terdapat lampion yang ditemani oleh dekorasi bunga mawar dan krisan menjuntai. Perpaduan yang serasi antara desain kuno dan modern di rumah ini.

“Selamat malam, semua.” Keana membungkuk, memberi hormat pada para orang tua. “Kalian bisa memanggilku Keana. Senang berjumpa dengan kalian.”

Semua mata terpana pada kecantikan dan kesantunan Keana. Tak salah jika dia pantas menjadi menantu keluarga Abhivandya.

“Sayang, kemarilah!” Seorang pria tua bersahaja, memanggil Keana.

Langkah Keana tanpa ragu menghampiri pria tersebut. Ikut duduk setelah dipersilakan. Glenn yang melihat Keana tak canggung bertemu keluarganya, menjadi lega. Dia memilih kursi yang tepat berhadapan dengan Keana.

“Tuan Eric Abhivandya, apa kabarmu?” tanya Keana ramah diiringi senyuman.

“Aku tentu saja sehat. Dan akan bertambah sehat karena cucuku segera menikah. Mulai sekarang, kau harus memanggilku Kakek.”

Tawa kecil terdengar dari orang-orang di sana. Glenn menatap keana penuh binar. Sementara itu, Albert juga tengah menatap Keana. Hanya saja dengan perasaan yang sulit diungkapkan.

“Perkenalkan, dia adalah Laura, anakku dan Charlie adalah suaminya. Mereka orang tua Albert sekaligus paman dan bibi Glenn.”

Mengangguk mengerti, Keana tersenyum kepada pasangan suami istri tersebut.

“Aku dengar, kau berumur 22 tahun. Berarti kau seumuran dengan Albert, Keana. Benar?” tanya Laura. Dia baru saja menghabiskan satu sendok cheese cake disiram saus blueberry.

“Benar, Bibi. Oh, berarti Tuan Albert masih sangat muda.” Keana menjawab dengan tatapan ke arah Albert.

“Kalian sama-sama muda.” Charlie yang menjawab.

“Beib, cicipi hidangan di depanmu.”

Setelah Glenn berkata seperti itu, Keana mulai memakan dessert  yang tersedia di meja.

Mereka menanyakan banyak hal pada Keana, kecuali tentang orang tua. Sebelum datang ke sini, Glenn sudah mengatakan bahwa tak ada yang boleh menyinggung ayah atau ibu Keana. Glenn tak mau perempuannya itu kembali mengingat luka yang baru saja tertoreh di hati.

Dalam bincang-bincang diselingi menikmati kudapan, Albert tak banyak menimpali. Dia fokus memperhatikan Keana. Mata lelaki dengan alis yang tak terlalu tebal itu sedetik pun enggan berpaling ke objek lain.

“Jadi sudah diputuskan, kalian akan bertunangan dua minggu lagi dan menikah satu bulan dari sekarang.”

Albert yang sejak tadi melamunkan Keana, kini kembali sadar setelah kakeknya bicara.

Satu bulan? Kenapa cepat sekali?’ tanya Albert pada dirinya sendiri.

“Aku menurut apa pun keputusanmu, Kek.”

Mendengar ucapan Keana, membuat Glenn tersenyum.

“Aku rasa ini sudah larut. Kalian bisa menghabiskan segelas wine dulu. Tapi aku ingin kembali ke kamar sekarang. Apakah kau tidak masalah, Keana?”

“Ah, tentu saja tidak, Kakek. Terima kasih sudah menyiapkan semua ini untukku. Biar aku bantu kau ke kamar.”

Keana bangkit dari kursinya, hendak membantu Eric. Namun, laki-laki tua berjas hitam itu menolak.

“Kau nikmati saja di sini, biar Laura yang mengantarku ke kamar.”

Tidak membantah, Keana kembali duduk dan memperhatikan Laura yang membantu sang ayah.

“Hei, kau bisa minum wine?” tanya Glenn pada Keana setelah kakek dan bibinya pergi.

“Tentu saja bisa. Kau meragukanku, Sayang?”

“Albert, temani kakak iparmu menghabiskan segelas wine. Aku dan ayahmu ingin membahas proyek di bawah.”

Mata Keana membulat. Dia bisa minum sendiri, tak perlu ditemani Albert. Ya, tidak bersama laki-laki itu pun Keana baik-baik saja.

“Tentu saja aku akan melayani Nona Keana dengan senang hati, Kak. Kau pergilah dengan Ayah.” Bibir Albert melengkung indah saat menatap sang kakak.

Bangkit dari duduk, Glenn mengulurkan tangan ke arah perempuannya. Keana membalas, kemudian Glenn mencium tangan perempuan bertubuh ideal itu. Mengerling genit sebelum akhirnya berlalu bersama sang paman.

Angin berembus pelan. Suasana begitu tenang berpayung langit malam dengan bulan sabit yang menggantung pucat. Bintang-bintang bertebaran menghiasai malam kelam.

Dua anak manusia yang ada di meja itu masih saling diam. Sesekali mencuri pandang, lalu berpaling. Tak ada yang bicara. Bahkan keduanya pun tak tahu mau berkata apa.

“Ehem.” Albert berdeham, mencoba mengusir kecanggungan yang ada. “Wine?”

“Boleh,” sahut Keana pelan.

Tangan kokoh laki-laki itu meraih botol yang bertuliskan Vosne-Romanee Cros Parantoux dengan label tahun 1993. Wine yang ditaksir harganya mencapai 68 juta per botol.

Dia mulai membuka botol itu, lalu menuangkan ke gelas Keana hingga terisi setengah. Albert pun mengisi gelasnya.

“Bersulang ....” Laki-laki dengan tinggi 175 sentimeter itu lalu mengangkat gelasnya. “Untuk merayakan pertemuan kita kembali,” lanjut Albert.

Senyum Keana terbit sembari mengangkat gelasnya dan menyatukan dengan milik Albert. Sebentar, terdengar denting dari kedua benda tersebut.

Satu tegukan saja, Keana lalu meletakkan kembali gelasnya ke meja. Tatapannya tertuju ke samping kiri.

“Takdir apa yang membawa kita bertemu lagi, Nona?”

“Mungkin sebuah takdir yang memberi aku kesempatan untuk melihatmu setelah hari kelulusan, Tuan Albert.”

Jemari lentik Keana meraih gelas. Dia meminumnya sambil menatap Albert yang masih terdiam.

“Hari itu ... aku minta maaf. Maaf ....”

Desahan lolos dari mulut Keana. Dia kemudian berkata, “Bukan salahmu, Tuan. Aku yang salah sudah menunggumu di taman hiburan dari pagi, sampai malam. Aku yang salah karena terlalu ingin berjumpa denganmu untuk yang terakhir sebelum pergi ke luar negeri.”

Laki-laki itu menggeleng. Digenggamnya kuat gelas wine tersebut.

“Ini salahku. Saat itu aku—”

“Sedang menemani kekasihmu berbelanja,” potong Keana.

Rasa bersalah memenuhi hati Albert. Hari itu dia benar-benar lupa sudah memiliki janji dengan Keana. Perempuan yang menyukai laki-laki dalam diam, karena sadar diri Albert sudah memiliki kekasih. Hanya saja hari itu, Keana meminta pada Albert untuk menghabiskan waktu bersama sekali saja. Keana hanya meminta itu, sebelum dia pergi untuk melanjutkan pendidikan perguruan tingginya.

“Kau marah padaku?”

“Tidak. Untuk apa?” tanya Keana balik.

“Kau tahu, aku datang ke taman bermain hari itu, tapi kau sudah tidak ada. Keana, maafkan aku.”

Sorot mata Albert begitu redup. Dia tak pernah menyangka akan bertemu lagi dengan seseorang yang pernah dia kecewakan.

“Aku memaafkanmu. Dan mari kita lupakan masa lalu itu. Semua sudah berbeda, Tuan Albert. Empat tahun berlalu dan ya ... semua sudah berbeda,” jawab Keana dengan satu mata berkedip manja.

Setelahnya, Keana meneguk habis wine tadi. Lalu meraih botol dan menuang sendiri ke gelasnya hingga penuh.

“Kau pasti sangat kecewa padaku, Keana.”

Tangan laki-laki rupawan itu terkepal di meja. Dia menyesal, mengapa tak peduli pada Keana sejak dulu. Ke mana saja dia selama ini, hingga baru sadar bahwa Keana sangat cantik? Dan dia baru menyadari tak sepantasnya mematahkan hati Keana saat itu.

“Aku? Kecewa padamu? Ah, kau terlalu tidak enak hati, Tuan. Aku baik-baik saja.”

Perempuan itu terus meneguk minumannya perlahan, sambil meresapi hatinya yang kembali berdenyut nyeri. Kepalanya mulai pusing, tapi dia tidak peduli.

Kenapa aku harus bertemu lagi dengannya? Kenapa dia adalah keluarga Glenn? Kenapa, kenapa, kenapa!’ Pikiran Keana berkecamuk.

“Kenapa kau mau menikahi Glenn? Usiamu jauh dengannya, Keana.”

“Karena dia tak suka membiarkanku menunggu lama, Tuan.”

Dada Albert seketika sesak. Asumsinya adalah Keana memang masih menyimpan luka atas kejadian empat tahun lalu.

“Dan aku juga mencintainya, Tuan.”

“Dulu kau mencintaiku, Keana! Dan lihatlah, sekarang kita kembali bertemu. Kita bisa memperbaiki yang salah di masa lalu.”

Dada laki-laki itu naik turun. Ucapannya begitu serius dan menggebu-gebu. Dia menginginkan Keana. Dia menginginkan perempuan yang pernah diabaikannya dulu.

“Jika aku bisa memperbaiki masa lalu, maka aku akan memperbaiki di bagian saat aku memintamu menghabiskan waktu bersamaku. Aku akan menghapus bagian itu dan di bagian aku menunggumu seharian di taman. Aku yakin itu adalah yang paling tepat.”

“Kau sungguh membenciku, Keana?”

Mata Keana menyipit, dia kemudian meneguk cairan di gelasnya hingga tak bersisa. Lalu dia bangkit dan menyunggingkan senyum pada Albert.

“Sepertinya ini sudah sangat larut. Aku akan menemui kekasihku sekarang. Terima kasih atas waktumu, Tuan Albert.”

Di tempatnya duduk, Albert terpaku, sedangkan Keana sudah mengambil langkah. Tepat saat perempuan itu berjalan di sisi Albert, tangannya digenggam.

“Kita belum selesai, Nona Keana,” ucap Albert sembari bangkit.

Kini mereka berdiri berhadapan dan tangan Keana masih dalam genggaman laki-laki di depannya. Berkali-kali Keana menyentak, tapi sepertinya Albert tak ada minat untuk melepaskan.

Wajah Keana memerah, menahan kesal. Dadanya sudah bergemuruh sejak tadi dan dia hanya ingin pergi dari sini. Setiap kali bertatapan dengan sepasang mata laki-laki itu, Keana kembali merasakan nyeri.

“Kenapa harus Glenn? Dia kakakku, Keana!”

“Aku mana tahu tentang hal itu. Kalau tahu, aku pun tak ingin berhubungan dengan orang-orang yang mengenalmu!” Ketus, keana menjawab.

“Kalau begitu, putuskan saja hubunganmu dengannya.”

“Kau mulai tak waras!” bentak Keana.

Pikirannya tak bisa menduga maksud Albert berkata begitu. Setelah dulu mencampakkan, apakah sekarang laki-laki itu juga ingin agar Keana tidak menikah?

“Tinggalkan Glenn, Keana. Aku bisa memberikan cinta yang dulu kau inginkan.”

Benar, Albert sepertinya mulai tak waras. Pikirannya sudah kacau sejak pertama melihat Keana tadi. Matanya terpukau melihat perempuan berkulit seputih pualam itu. Dadanya berdebar-debar kala tatapan mereka beradu. Dia seperti tak ingin ingat, bahwa Keana adalah milik Glenn.

TBC

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro