The Secret Bride

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Menikah. Sebelumnya Keana tak pernah memikirkan akan menjalani itu di usianya yang masih muda. Namun, seharian ini dia berpikir, bisa jadi Glenn memang solusi dari kesusahan hidupnya yang baru saja terjadi.

Yatim piatu, tidak punya tempat tinggal serta pekerjaan, lalu akan ke mana dia? Ya, menjadi Nyonya Abhivandya tidaklah buruk. Keana bisa bersenang-senang dan yang terpenting dia memiliki seorang pelindung. Setidaknya Glenn akan menjaga Keana sebagai seorang istri. Bukankah setiap suami akan melakukan itu? Begitulah yang Keana pikirkan.

Sang bayu berembus pelan, tapi cukup untuk menggerakkan beberapa helai rambut Keana yang terurai. Jemarinya lalu bergerak untuk menyelipkan surai ke belakang telinga. Mata Keana mengerjap pelan dengan pandangan ke langit senja yang mulai gelap. Sendiri dia berbaring pada kursi rotan yang beralaskan matras di tepi kolam renang belakang rumah Glenn. Namun, Keana tak menyadari, ada seseorang yang tengah memperhatikan dirinya. Seseorang yang merasa terbius sesaat oleh pesona Keana.

"Kau menungguku di sini, Nona?"

Suara itu membuat Keana menoleh. Lantas dia tersenyum pada Glenn yang berjalan mendekat dengan jas tersampir di pundak.

"Di sini terasa nyaman," jawab Keana.

Glenn duduk di sebelah Keana. Mereka berpandangan tanpa kata. Detik selanjutnya mata Glenn menjelajahi tubuh ideal Keana yang terbalut gaun merah muda sebetis.

"Apa aku lupa mengatakan bahwa kau sangat cantik?"

Hangat seketika menjalari wajah Keana. Mendengar pujian dari Glenn saja sudah membuatnya berdebar. Lalu ... bagaimana dia menahan agar perasaan sayang dan cinta itu tak tumbuh? Laki-laki itu memperlakukan Keana sangat baik.

"Kau berlebihan, Tuan."

Wajah Keana berpaling, tapi tiba-tiba embusan napas terasa di sekitar tengkuknya. Glenn, dia mendekatkan wajah serta menghirup aroma tubuh perempuan di depannya.

"Sangat wangi dan membuatku bergairah," bisik Glenn. Kemudian dia menggigit pelan telinga Keana.

Mati-matian Keana menahan gejolak dalam dadanya. Dia harus tahu diri.

"Apa ada yang membuatmu tidak senang, Nona?"

Lembut, Glenn menyentuh dagu Keana. Lalu membuat pandangan mereka beradu. Di sepasang mata indah milik perempuan itu, Glenn bisa melihat ada yang salah. Dan gelengan yang Keana berikan semakin memperkuat pemikiran Glenn.

Mengembuskan napas kasar, laki-laki berdarah Asia tersebut menyelipkan satu tangannya ke pinggang Keana. Lalu satu tangannya yang lain membelai wajah perempuan cantik itu.

"Katakan saja apa yang salah. Jangan siksa dirimu seperti ini."

Keana menahan napas, karena jarak dirinya dan Glenn begitu dekat. Namun, dia berusaha mengontrol dirinya sendiri.

Kedua tangan Keana kini melingkar di leher Glenn. Dia tersenyum, lalu berkata pelan, "Bisakah kau jangan terlalu manis seperti ini, Tuan? Aku takut hatiku jatuh padamu."

Bukannya mengerti maksud ucapan Keana, tapi Glenn malah tertawa. Dia beranggapan itu hanya lelucon saja. Jatuh hati pada Glenn? Mana mungkin. Semua wanita yang ada di sisinya hanya menginginkan harta dan kepuasan batin.

"Jangan jatuh cinta padaku, atau kau akan merasa sakit, Nona."

Ya, Keana tahu itu. Mulai dari detik dia menyanggupi menikah dengan Glenn, hatinya harus siap atas apa pun. Hatinya harus kuat menerima jika nanti sang suami menghabiskan malam bersama wanita lain. Keana tahu, dia tak boleh meminta lebih.

"Maka jangan bertingkah selayaknya aku adalah ratumu."

"Kau akan menjadi istriku dan kau memang adalah ratu di rumah ini, Nona. Apa kau lupa?"

'Aku hanya akan bertakhta di rumahmu, Tuan, bukan hatimu. Ah, kau ... kenapa datang dengan segala kelembutan ini? Tuan, aku takut. Aku takut jika suatu hari nanti tak bisa menemukan jalan kembali setelah tersesat di dalamnya hatimu. Sementara kau, pasti tak berniat membuatku tetap tinggal. Tuan, belum tepat 24 jam, tapi kau begitu mahir menciptakan perasaan rumit di hatiku.'

"Kau melamun saat sedang bersamaku?" Keana tiba-tiba tersadar dari lumanan, sedangkan Glenn menatap dengan penuh curiga. "Laki-laki mana yang sedang kau pikirkan?" tanya Glenn dengan jari yang perlahan meraba tengkuk Keana.

'Laki-laki yang mana? Tentu saja kau, Tuan!' Sayang, Keana tak mau mengucapkan jawaban itu secara langsung.

"Mana mungkin aku berani memikirkan laki-laki lain, Tuan."

Tersenyum penuh kepuasan, Glenn kemudian semakin dekat ke arah Keana, hingga bibir mereka kembali menyatu. Dengan lembut mereka saling melumat. Keana mulai berani, meski belum pandai, sedangkan Glenn merasa senang. Perempuannya belajar dengan cepat.

Ciuman mereka terus berlanjut. Sesekali Keana menjambak rambut Glenn saat laki-laki itu menghisap bibir perempuannya kuat-kuat. Tubuh Keana menggelinjang ketika ciuman Glenn turun ke leher.

Mata Keana tertutup dan desahan-desahan penuh gairah lolos darinya. Glenn kembali menaikkan ciuman ke bibir Keana. Tangan laki-laki itu bergerak tanpa aturan di sekitar dada Keana. Lalu tiba-tiba saja dia berhenti, membuat Keana yang berusaha mengatur ritme jantung sendiri, kebingungan.

"Aku bisa lepas kendali kalau begini terus," ucap Glenn dengan tawa kecil. Keana tertunduk malu. Baru saja dia menikmati permainan laki-lakinya. "Aku harus sedikit bersabar untuk bersenang-senang denganmu. Kau harus punya status dulu denganku. Bukankah begitu, Nona?"

Kalau Glenn mau, dia bisa saja melanjutkan permainan dengan Keana. Permainan yang panas dan penuh rasa. Hanya saja, dia ingin menunggu sampai perempuan itu resmi menjadi miliknya. Entah apa penyebabnya, Glenn tak ingin menodai Keana seperti yang dia lakukan pada simpanannya yang lain. Dia pun tak tahu entah untuk alasan apa. Yang jelas, Glenn ingin melakukannya hanya di malam pertama mereka.

Pelan, Keana mengangguk. Glenn lantas berdiri dan mengulurkan tangan. Melihat itu, Keana menyambut riang.

"Kita makan malam bersama. Setelah itu, pergi ke rumah keluargaku."

Mereka berjalan beriringan dengan jemari tertaut.

"Eh, secepat ini mendatangi keluargamu, Tuan?"

Langkah Keana terhenti. Dia memandang Glenn tak percaya.

"Tentu saja, karena aku sudah tak sabar untuk menikahimu, Nona."

'Siapa saja, tolong ingatkan aku bahwa pernikahan ini hanya didasari oleh keuntungan yang ada! Jika tidak, mungkin aku akan berpikir bahwa Tuan Glenn ingin menikahiku karena alasan lain.'

Glenn mungkin tak akan pernah tahu dan mengerti, bagaimana perempuan di depannya sudah mulai menekan perasaan. Jelas bukan salah Keana, karena Glenn yang lebih dulu menawarkan kehangatan dan kelembutan.

Bukankah hati memang tak pernah bisa memilih dan menolak siapa saja yang mampu menyentuhnya?

🍂🍂🍂

Gaun panjang berwarna dark purple dengan model one shoulder off menyempurnakan penampilan Keana malam ini. Rambutnya sengaja digulung rapi dan dihiasi headpiece putih pada bagian belakang.

Keana tersenyum menatap dirinya sendiri di cermin. Berharap keluarga Glenn menerimanya secara hangat.

Di belakang Keana, Glenn berdiri sambil memperhatikan sang calon istri. Dia lalu berjalan mendekat dan melingkarkan kedua tangan di pinggang ramping Keana.

"Tuan, kau senang sekali memelukku!"

"Agar nanti kau terbiasa melakukan ini setiap hari, Beib."

Mereka bertatapan melalui cermin, tapi wajah Keana tampak kebingungan.

"Kenapa?" tanya Glenn menyadari raut tak ceria Keana.

"Beib?" Keana berucap dengan dahi berkerut.

"Yes, you're my baby." Senyuman terkembang di bibir Glenn. "Panggil aku secara mesra mulai sekarang, terutama di depan keluargaku," bisik laki-laki berkemeja berwarna senada dengan gaun Keana.

"Honey, baby, darling, love, and something like that?"

"Kau benar, Sayang. Mulai sekarang berhenti memanggilku Tuan. Kau mengerti?"

Debar-debar di dada Keana mulai hadir. Getaran lembut yang menemani melengkungnya bibir sensual perempuan itu.

"Aku mengerti, Sayang."

"Good girl," puji Glenn.

Satu kecupan mendarat di kepala belakang Keana. Glenn lantas meraih jemari Keana dan mengajaknya untuk keluar kamar. Berjalan bersama menuruni anak tangga yang melingkar.

Sesampainya di halaman depan, Glenn memutuskan untuk pergi tanpa Zaky. Selayaknya bawahan yang memperlakukan atasan, Glenn membungkuk hormat lalu membukakan pintu mobil untuk Keana. Saat pandangan mereka bertemu, Glenn mengedipkan matanya genit. Seketika Keana berdecak dan segera duduk di jok.

"Sudah siap, Sayang?" tanya Glenn setelah berada di balik kemudi. Dia memakai sabuk pengaman sambil menatap Keana.

"Bersamamu apa pun akan siap untuk aku hadapi."

Kini Keana yang berkedip manja pada Glenn, sementara laki-laki itu terkesiap. Dia tak percaya Keana bisa membual.

"Well, kau mulai berani menggombal, Beib."

Sedetik setelah berucap, Glenn melajukan mobilnya. Melewati taman hijau di rumahnya dan gerbang yang menjulang tinggi. Lalu membelah jalanan dan bergabung dengan pengendara lain.

"Kau yang mengajariku, Honey," jawab Keana pelan.

Keduanya lalu diam. Glenn fokus mengemudi, sedangkan Keana mendesah pelan dengan pandangan ke luar kaca mobil. Pikirannya sibuk karena memikirkan banyak hal. Salah satunya, mengapa sang ayah tega menjadikan dirinya sebagai pelunas utang.

Pulang dari menuntut ilmu di negeri tetangga, Keana malah mendapati berita kematian ayahnya. Kepergian abadi yang disebabkan oleh kecelakaan saat sang ayah memeriksa proyek rumah yang tengah berjalan. Namun, di malam saat dia berkabung setelah pemakaman berlangsung pagi hari, dadanya kembali terkoyak. Seorang diri didatangi dua laki-laki yang hendak membawanya paksa. Keana harus membayar utang dengan tubuhnya dan itu tertulis dengan waktu yang tak terhitung. Itu berarti hampir saja Keana menjadi tawanan seumur hidup sebelum direktur itu puas dengan dirinya.

Dunia Keana seakan runtuh hari itu. Hatinya hancur berkeping-keping mendapati kenyataan. Laki-laki yang dia berikan cinta untuk pertama kali, sudah mengecewakan begitu dalam. Keana sampai terjatuh ke jurang yang suram. Hatinya sakit. Dia terluka, tapi tak menunjukkan pada Glenn.

"Aku penasaran, laki-laki macam apa yang mampu membuatmu melamun sejak tadi," sindir Glenn.

Bibir Keana tertarik, lalu memalingkan wajah ke arah Glenn. Laki-laki itu sekilas membalas tatapan Keana dengan mata menyipit, kemudian kembali fokus pada jalanan padat.

"Tentu saja aku memikirkanmu, Tuan." Keana berucap sembari menyentuh tangan Glenn.

"Heh, kau mencoba merayuku, Nona?" Keduanya lantas tertawa kecil. "Kau punya kekasih?"

Pertanyaan Glenn membuat Keana terkesiap. Kekasih? Dia tidak punya, tapi dulu Keana pernah menyukai seseorang. Hanya saja berakhir dengan penantian sia-sia. Lalu akhirnya Keana memutuskan untuk melupakan sang pujaan hati. Membuang nama tersebut di bagian ingatan terkelam hidupnya.

"Calon istrimu seorang lajang, Sayang. Kau tak perlu khawatir. Sebaliknya, aku yang khawatir."

Sejenak Glenn hanya diam, karena dia fokus untuk berbelok. Dan sekarang jalanan mulai lenggang, karena kediaman keluarga Glenn cukup jauh dari kawasan padat penghuni.

"Kenapa kau khawatir?" tanya Glenn. Tangan kirinya membelai rambut Keana.

"Aku akan menjadi istrimu, tapi di luar sana kau punya banyak simpanan. Bukankah aku seharusnya khawatir dengan keselamatanku, Sayang?"

Jika boleh jujur, Keana sungguh tak rela saat mengucapkan kalimat itu. Dia tahu calon suaminya punya banyak wanita lain dan Keana tetap bersedia menikah dengan Glenn. Namun, Keana mencoba abai pada hal tersebut. Dia ingat akan janjinya, bahwa siapa pun yang bisa menolongnya kemarin, Keana bersedia menuruti keinginan orang tersebut.

Tiba-tiba Glenn menginjak rem. Membuat tubuh Keana hampir terpental kalau saja tak memakai sabuk pengaman.

"Kau ingin kita mati sebelum menikah?!" tanya Keana kesal. Dia memegang dadanya sebab kaget akan tindakan Glenn.

"Kau kenapa bicara begitu?" tanya Glenn balik.

"Apa?"

"Keselamatanmu akan terjamin jika kita menikah nanti. Kau tenang saja."

Keana tertawa mengejek. Mana mungkin dia akan tenang, jika nanti para simpanan Glenn tahu bahwa pujaan hatinya sudah menikah. Bukankah Glenn sendiri yang berkata, banyak wanita mengincar posisi Nyonya Abhivandya?

Mengembuskan napas pelan, Keana membenarkan posisi duduknya. Lalu dia mencondongkan tubuh ke arah Glenn.

"Mereka akan iri padaku, karena aku berhasil meraih posisi yang berharga." Keana berkata lirih.

Mata Glenn menyipit. Diraihnya dagu Keana dan dia memajukan wajah.

"Lalu apa maumu?"

"Jadikan aku pengantin rahasiamu. Jangan sebarkan pada publik bahwa aku istrimu."

"Kenapa harus seperti itu?"

Kini Glenn lebih mendekatkan wajahnya dengan Keana. Bibir mereka hanya berjarak oleh ibu jari Glenn yang tengah menyentuh lembut bibir Keana. Mereka bisa merasakan embusan napas satu sama lain.

"Setidaknya mereka tak akan menertawakanku secara langsung, karena aku tak bisa menjaga suamiku untuk setia."

Wajah Glenn seketika menjauh. Hatinya sekarang seperti dicubit oleh seseorang.

TBC

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro