Lucky One

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

“Wow! Sangat luar biasa, Keana!” puji Albert sembari bertepuk tangan.

Keana berhasil membuat Albert terperangah. Entah perempuan itu mendapat keberanian dari mana. Namun, yang jelas tindakannya barusan mampu membungkam Christie sesaat. Sebelum akhirnya Christie kembali bersuara.

“Pembual! Kau tidak mungkin menjadi istri Glenn!”

Kesakitan di pipinya seolah menghilang. Christie bicara dengan penuh rasa tidak percaya dan telunjuk yang mengarah pada Keana. Tatapan tajam itu seakan menjadi tanda bahwa dirinya tidak gentar dengan pengakuan tak langsung Keana. Dan Keana hanya tersenyum, lalu menunjukkan jari manis tangan kanannya. Christie lagi-lagi terdiam melihat sebuah benda melingkar indah di sana.

Perempuan itu bangkit dari lantai. Tangannya menghapus air mata secara kasar dengan tatapan nyalang. Christie masih tidak percaya atas kenyataan yang baru dia dengar. Dia yakin, bahwa kata-kata Keana adalah dusta. Karena bagi Christie, mustahil Glenn telah benar-benar melupakan dirinya. Dia dan Glenn pernah membina hubungan yang sangat intim dalam hitungan dua tahun.

“Pergilah, Christie. Keluarga kami masih berbaik hati dan tidak memberimu hukuman lainnya,” kata Laura yang mulai muak. Christie sudah seperti sampah yang membuat pemandangannya
rusak.

“Tunggu, Bibi. Aku harus memastikan satu hal lagi.”

Dahi semua orang di ruangan mengerut. Mereka tidak tahu apa lagi yang ingin Christie ketahui. Segalanya telah terungkap. Dan kalau saja perempuan itu masih punya rasa malu, mustahil dia masih berdiri pongah di sini. Ya, tatapan mata itu seakan hendak menelanjangi Keana. Christie percaya, kalau Keana hanya si pendusta yang berusaha merebut Glenn.

“Kalau kau memang istri Glenn, lalu mana cincin pernikahan di jari Glenn?”

Lutut Keana lemas, pertahanannya goyah. Yang Christie katakan adalah fakta. Tidak ada cincin di jari Glenn. Laki-laki itu memang menolak untuk memakainya. Dan Keana kini harus mencari cara agar harga dirinya tidak hancur di hadapan Christie.

“Cincin? Siapa bilang aku tidak memakainya?”

Pandangan semua orang tertuju pada Glenn. Keana yang langsung membalik tubuh saat Glenn bicara, merasa terkejut. Namun, dia tetap tak bisa menahan diri untuk tersenyum. Ditatapnya Glenn dengan hati yang berbunga, ketika menyadari bahwa cincin pernikahan tersemat di jari Glenn. Perempuan itu kebingungan, sekaligus merasa lega. Keluarga Glenn juga jadi tidak berpikir macam-macam saat tahu Glenn tidak memakai cincin pernikahannya.

Keempat jari tangan kanan Glenn tertekuk, menyisakan jari manis yang kini dia angkat tinggi. Sehingga, Christie bisa melihat dengan jelas apa yang tersemat di sana. Dahinya mengerut cepat, karena yang Christie ingat, Glenn tidak pernah memakai cincin pernikahan sejak bertemu di vila. Bahkan, tadi sesaat setelah keana menamparnya, Christie sengaja memperhatikan jari Glenn. Akan tetapi, apa yang tengah disaksikannya sekarang, adalah sebuah keanehan. Matanya normal, tapi bagaimana bisa dia salah lihat seperti itu?

“Apa kau sudah puas?”

Keana bertanya setelah membalik tubuh. Kini, keberaniannya hadir lagi. Entah sebuah keajaiban atau keberuntungan, Glenn memakai cincin itu di saat yang tepat. Dewi Fortuna mengiringi Keana hari ini. Keteguhan hati perempuan itu tak dibiarkan hancur di hadapan si pengganggu suaminya.

Ekspresi wajah Christie kembali kacau. Matanya lagi-lagi panas. Kehancuran hidup telah tampak di depannya. Bagaimana dia akan menjalani hari-hari sekarang? Namanya telah tercoreng. Seluruh siaran TV telah menayangkan kebusukannya. Bukan tak mungkin, ke mana pun dia melangkah, orang-orang akan mencemoohnya. Lalu, namanya yang sempat melejit sebagai model, kini harus siap jika disandingkan dengan cacian juga hinaan. Seringkali, hukuman dari masyarakat memang mampu menjatuhkan mental seseorang. Dan Christie benar-benar tidak siap untuk itu.

“Pergilah. Kau tidak diinginkan di sini,” usir Eric dengan nada datar.

Christie akan memohon pada Eric, tapi seorang laki-laki bertubuh besar tiba-tiba masuk dan langsung mencengkeram lengan Christie. Perempuan bercelana jeans hitam itu membelalak. Dia sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Dan, tentu Christie tidak terima kedatangannya kali ini tak membuahkan hasil. Namun, apa lagi yang bisa dia lakukan? Jalannya sudah buntu. Tidak ada tempat untuk berlari dari masalah yang telah dia ciptakan sendiri.

“Bawa dia pergi dan jangan biarkan dia membawa mobil itu!”

Glenn memerintah disertai tatapan tajam. Mobil yang Christie kendarai memang pemberian Glenn dan dia akan mengambilnya juga. Tidak ada yang tersisa bagi Christie. Semua telah lenyap dari genggamannya.

“Glenn, jangannnn!”

Christie berteriak lantang saat laki-laki besar itu menyeret paksa dirinya. Namun, hati Glenn telah membatu. Tidak ada lagi belas kasih untuk perempuan yang pernah mengkhianatinya. Mau Christie menangis darah pun, Glenn tak akan sudi memberi kebaikan.

Kini, di ruang tamu ketegangan perlahan menguap. Keana bisa bernapas lega ketika Christie benar-benar tidak ada lagi di sekitarnya. Dan Glenn, dengan penuh kesenangan di hatinya, menggamit tangan Keana, serta menuntun untuk duduk. Semua keluarga memandang penuh tanya pada Glenn. Mau tak mau laki-laki itu memang harus memberi penjelasan atas kejadian besar di rumah kakeknya tadi.

“Baiklah, baiklah. Aku akan menjelaskan,” kata Glenn, karena mengerti tatapan tanya dari semua orang.

“Tidak perlu!” Eric berkata tegas yang langsung mengundang perhatian banyak orang. “Tidak perlu ada pembicaraan lagi tentang perempuan itu.”

Mengerti akan maksud ayahnya, Laura mengerjap pelan pada Glenn. Memberi tanda, bahwa sebaiknya menurut saja pada perintah sang kakek. Lantas, Glenn menghela napas panjang. Kehadiran Christie di rumah ini memang telah membuka luka lama. Namun, Glenn pun merasa lega. Tujuannya telah tercapai diiringi harapan bahwa mendiang ibunya juga merasakan kedamaian di sana atas pembalasan sakit hati Glenn.

Well, well, well! Bisakah kita makan? Aku sangat lapar.”

Setelah berucap, Albert bangkit dari duduk. Sesungguhnya dia tidak terlalu lapar. Akan tetapi, dia merasa kalau ruangan ini semakin lama terasa mencekam, karena orang-orang di dalamnya membisu. Jadi, laki-laki itu mencairkan suasana dan kembali pada rencana awal pertemuan.

“Aku juga lapar. Ayo, ke ruang makan!”

Bibir Keana mengulas senyum pada Glenn yang secara mendadak menggenggam erat tangannya. Laki-laki itu tahu, kalau sang istri tengah berusaha mengusir hawa panas di sini. Glenn pun tak bodoh untuk sekadar mengerti, bahwa Keana sebenarnya sangat peduli dengan keluarga.

Agar tak berlama-lama dalam suasana yang mengusik ketenangan, Glenn akhirnya ikut berdiri dan mengajak semua orang untuk makan siang. Suasana makan kembali normal. Sesekali candaan ringan mewarnai kegiatan mereka. Keana merasa menemukan keluarganya yang telah hilang. Kehangatan dan keceriaan yang dia dapatkan semenjak bersama Glenn, telah berhasil mengusir kegundahan hati sejak ditinggal kedua orang tuanya.

Saat melihat Glenn tersenyum, Keana merasa jadi orang yang beruntung. Banyak hati yang datang pada Glenn, tapi hanya Keana yang berhasil memasuki bagian hidup terdalam dari laki-laki itu. Sekian banyak perempuan seksi menawarkan diri, tapi hanya Keana yang mampu berada di urutan pertama yang Glenn butuhkan. Bagaimana tidak? Keana istri Glenn, tentu saja dia akan selalu dibutuhkan.

Dessert yang tadi tersaji di meja makan, kini sudah habis. Wajah-wajah itu terlihat lebih segar. Bisa jadi karena perut yang terisi penuh.

Saat Keana tengah meneguk air dalam gelas, Charlie memperhatikan wajah Keana yang tampak familier. Ya, ayah Albert sebenarnya sudah lama memperhatikan dan penasaran. Namun, karena titah Glenn pada hari itu, Charlie mengurungkan niatnya untuk bertanya tentang asal-usul Keana.

“Keana, siapa nama ayahmu? Aku seperti pernah melihat laki-laki dengan wajah mirip sepertimu.”

Seketika Glenn mendelik pada pamannya. Tidak ada rencana tentang obrolan keluarga Keana. Glenn hanya tak mau perasaan istrinya mendadak kacau jika mengingat mendiang sang ayah. Glenn sungguh tak mau lagi mengeluarkan tenaga untuk menenangkan Keana. Laki-laki itu menatap istrinya yang kini meletakkan gelas. Tidak seperti dugaan awal, Keana terlihat biasa-biasa aja. Raut wajah itu tak berubah. Dan Glenn cukup merasa lega.

“Ayahku dulu juga pengusaha properti. Namanya Alexander Jayna. Mungkin kau pernah mendengarnya, Paman.”

Deg!
Deg!
Deg!

Degup jantung Glenn mendadak menggila mendengar nama yang Keana sebutkan. Bukan hanya itu, Eric, Charlie, dan Laura juga tampak terkejut. Setelah sekian waktu, nama itu kembali mereka dengar.

“Di-dia ayahmu?" tanya Eric dengan suara bergetar.

“Benar, Kek. Apa kau mengenalnya?”

Hanya gelengan yang Eric beri. Keterkejutan memporak-porandakan hatinya. Bayang-bayang kejadian masa lalu terlintas begitu saja di depannya. Ketakutannya akan keluarga yang hancur, kembali menghantui. Pria tua itu mendadak merasakan sakit luar biasa pada kepala. Matanya berkunang-kunang dengan pandangan yang mulai redup. Menyadari akan keadaan sang kakek, Albert dengan sigap berdiri dan mendekati Eric. Kepanikan menghiasi wajah rupawan itu.

“Kek, apa aku perlu memanggil dokter?”

“Tidak. Antar saja aku ke kamar.”

Cekatan, Albert membantu sang kakek berdiri. Satu tangannya melingkar di pinggang Eric, satunya lagi menggenggam lengan pria tua itu. Tanpa berpamitan, Eric meninggalkan ruang makan. Melihat kejadian barusan, Keana tercengang. Dia menyadari kalau setelah nama ayahnya disebut, keadaan jadi berubah. Sementara, Glenn memejamkan mata yang panas dan sedang coba dia tahan.

“Apa aku telah melakukan kesalahan?” tanya Keana.

Laura menghela napas panjang. Debar jantungnya tengah dia coba untuk netralkan. Dan senyumnya dia paksa untuk terbit.

“Tidak ada, Keana. Aku akan melihat keadaan Ayah.”

“Aku ikut, Bibi.”

Namun, tiba-tiba Glenn menahan lengan Keana. Sehingga, perempuan itu tidak jadi berdiri.

“Kau tidak boleh menemui Kakek,” kata Glenn datar.

“Glenn!”

Charlie dan Laura memanggil lantang secara bersamaan, sedangkan Keana mengerutkan kening tidak paham.

Mata Glenn terbuka, dia menatap Keana yang kebingungan. Lalu berkata,

“Kakek baik-baik saja. Dia hanya perlu istirahat.”

Refleks Laura mengelus dada dan saling bertatapan lega dengan Charlie.

“Aku akan ke toilet sebentar. Lalu kita pulang. Sepertinya, aku ingin bersenang-senang denganmu.”

Semburat merah menjalari wajah Keana. Perempuan itu sedikit menunduk malu. Dia tak berani bertatapan dengan paman dan bibinya. Ya, Glenn memang segampang itu membuat istrinya kehilangan wajah.

Akhirnya, Glenn berjalan menjauhi ruang makan. Meninggalkan tiga orang di sana yang kembali berbincang entah tentang apa. Sementara dirinya sendiri, segera mengeluarkan ponsel dari saku celana saat menyadari telah berada di toilet. Jemarinya cekatan mencari sebuah nama dan langsung melakukan panggilan telepon.

“Shine, ada tugas untukmu. Berikan aku data lengkap keluarga Keana.”

Tanpa bantahan, Shine mengiyakan perintah tuannya. Kini, tinggallah Glenn yang menyandar pada dinding toilet setelah menutup panggilan. Mendadak kata-kata sahabat kembarnya terngiang. Ditambah kalimat terakhir Jayden yang begitu jelas terdengar hari itu.

Jika kau memang mencintai dia, jangan permasalahkan apa pun tentang masa lalunya saat kalian belum bertemu.”

Otak Glenn memunculkan pemikiran bahwa semua hanyalah ilusi. Semua yang telah terjadi, tidak seperti yang dia pikirkan. Ada jutaan orang di muka bumi. Bukan tidak mungkin jika ada orang memiliki nama yang sama. Namun, bagaimana jika keresahan Glenn menjadi nyata? Ayah Keana dan seseorang dari masa lalu Glenn adalah orang yang sama.

🍂🍂🍂

Debur ombak disertai angin yang membelai lembut, membuat pikiran Glenn mengembara jauh. Raganya ada di sini, tapi khayalannya berada di masa sulit dalam hidupnya. Berita meninggalnya orang tua Glenn dalam kecelakaan beberapa bulan lalu, menjadi bagian hidup paling kelam dari laki-laki itu.

Isak hati yang patah, tangis kehilangan yang tak mereda, dan gundah yang tiada bertepi pernah menjadi teman Glenn. Kesedihannya sungguh tak bisa terwakili oleh kalimat. Glenn rapuh saat itu. Akan tetapi, keadaan memaksanya agar tegap berdiri kokoh tak bisa dihancurkan. Dia juga sadar, orang tuanya akan bersedih jika apa yang telah mereka bangun selama ini tidak bisa Glenn jaga.

“Glenn, kau melamun?”

“Tidak! Mana mungkin!”

Glenn menjawab dengan cepat. Keana tak boleh tahu apa yang tengah dia pikirkan. Belum waktunya Keana tahu cerita memilukan itu.

“Santai saja, aku hanya bertanya.”

Kembali, Glenn memalingkan wajah ke arah laut yang memantulkan cahaya sang surya. Kedamaian ada di sekitarnya, tapi hati Glenn belum bisa menerimanya saat ini. Ada Keana di sisinya, tapi Glenn sedang tidak bisa merasakan kehangatan perempuan itu.

Mereka kini ada di pantai atas permintaan Keana. Perempuan itu jenuh di rumah, ditambah Glenn yang menyibukkan diri dengan laptop sejak kepulangan mereka dari rumah Eric. Maka, dengan kata-kata manis serta nada manja, Keana membujuk Glenn agar mau jalan-jalan di pantai. Beruntungnya, keinginan Keana dikabulkan oleh Glenn.

“Glenn, ada yang ingin aku tanyakan padamu.”

“Tanyakan saja,” suruh Glenn tanpa memandang istrinya.

Bingung memulai dari mana, Keana memilintir-melintir sisi dress putih yang dia kenakan. Berkali-kali dia mengulum bibir. Berkali-kali juga menaik-turunkan pandangan pada suaminya. Dan setelah mengumpulkan kekuatan, suara lembutnya terdengar.

“Tadi siang, bagaimana kau melakukannya, Glenn? Cincin itu ... sebelumnya kau tak pernah memakainya.”

Ingatan Glenn sedikit berputar ke belakang. Ya, dia memang tidak pernah mengenakan cincin pernikahannya. Namun, dia selalu membawa benda itu di sakunya. Anggap saja Glenn konyol melakukan kebiasaan tak berguna. Akan tetapi, tanpa pernah terduga, ternyata ada manfaatnya juga. Glenn dengan cepat memakai cincinnya saat tahu Christie berusaha memojokkan dan menjatuhkan Keana. Beruntunglah mereka. Tidak ada harga diri dari keduanya yang harus luntur di hadapan si pendusta Christie.

“Aku selalu memakainya. Mungkin kau yang tak pernah memperhatikan, Keana.”

Terdengar decakan dari Keana. Pasalnya, dia tahu Glenn tengah membohonginya. Mata Keana tidak rabun dan dia memastikan penglihatannya tidak salah. Glenn memang tidak pernah memakai cincin pernikahan.

Mengabaikan obrolan mereka barusan, Keana melingkarkan tangan di lengan Glenn. Lalu menyandarkan kepala di sana. Tahu akan tindakan sang istri, Glenn hanya diam. Dia sedang tidak berada dalam suasana romantis. Jadi, jemarinya sungguh enggan untuk sekadar bergerak mengusap kepala sang istri.

“Aku beruntung ditemukan olehmu, Glenn.”

Napas Glenn terasa berat.

“Aku juga beruntung bertemu jelmaan malaikat sepertimu.”

Sesak, dada Glenn mulai sesak.

“Aku bahkan sangat beruntung bisa hidup bersama laki-laki sebaik dirimu.”

Mata Glenn terpejam erat. Tangan kanannya terkepal kuat dengan wajah yang panas.

Aku tidak tahu, Keana, pertemuan kita sebuah keberuntungan atau kutukan untukku.

TBC

Full part buat kalian.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro