One Step Forward(a)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Siang pertama Christie di vila Glenn terasa hambar. Dulu, dia seringkali terbangun karena kecupan mesra kekasihnya. Namun sekarang, jangankan kecupan selamat pagi, bahkan Christie tidak melihat Glenn sama sekali.

Dia turun dari ranjang dengan terhuyung-huyung. Kepalanya pusing akibat menangis selama beberapa jam. Perempuan berwajah tirus itu sudah berpikir kalau semalam hanyalah kekesalan Glenn sesaat saja. Dan mereka akan kembali seperti semula saat hari berganti. Sayangnya, ketika Christie berdiri di sisi pembatas lantai atas dan menunduk ke bawah, dia tetap mendapati kecewa. Hanya ada Shine yang duduk di sofa itu. Lelaki yang dia cintainya tidak terlihat sama sekali.

"Shine," panggil Christie pelan.

Laki-laki yang tadinya sibuk dengan ponsel, kini menaikkan pandangan. Dia menemukan Christie yang masih berpenampilan semrawut. Lantas Shine berdiri. Sesungguhnya dia enggan berbaik hati dengan perempuan yang sudah menyakiti Glenn. Ingin menolak perintah Glenn pun tidak bisa.

"Selamat siang, Nona. Aku sudah menyiapkan pakaianmu. Kau bisa langsung menyegarkan diri."

Bukan laporan seperti itu yang Christie inginkan dari Shine. Dia hanya mau mendengar sebuah kabar tentang pujaan hatinya.

"Di mana Glenn?"

"Tuan Glenn sedang ada urusan penting."

"Di mana Glenn?"

Christie mengulangi pertanyaannya.

"Dia sedang sibuk," jawab Shine tetap tenang.

"Aku tanya di mana Glenn, Shine?!"

Christie mulai tak sabaran. Susah sekali membuat Shine jujur akan keberadaan tuannya. Padahal yang Christie mau hanya bertemu dengan Glenn. Urusan mereka belum selesai dan tak akan pernah selesai sebelum keduanya kembali bersama. Iya, setidaknya itulah yang Christie pikirkan.

"Nona, kau dulu meninggalkan tuanku. Dan kau sama sekali tidak berhak tahu keberadaannya."

Mulut Christie menganga atas jawaban Shine. Perempuan itu menatap laki-laki di bawah sana penuh kebencian. Christie tidak terima diperlakukan seperti itu oleh seorang bawahan.

"Kau kurang ajar! Berani-beraninya bicara seperti itu padaku! Glenn pasti tidak akan terima jika tahu kejadian ini!"

Mata perempuan itu menyipit tajam. Tangannya mencengkeram erat birai di depannya. Kali ini kemarahan Christie berhasil memuncak. Namun, Shine malah tersenyum miring seakan mengejek. Insting laki-laki itu tidak salah. Dia sudah memperkirakan kalau Christie yang asli tak selemah saat berhadapan dengan Glenn. Dan sekalipun Glenn ada di sini, pastinya Christie tidak mungkin berani membentak seperti tadi.

"Nona, kalau tuanku memberi titah untuk menghabisimu saat ini, maka dengan senang akan aku lakukan."

Mendadak nyali Christie menciut. Namun, dengan sikap tenangnya, Christie memasang wajah tak gentar. Dia pandai menyembunyikan perasaan dan yakin kalau itu akan berhasil.

"Aku akan mandi."

Shine menahan tawa karena tahu kalau Christie tengah mengalihkan pembicaraan. Bagus juga, jadi Shine tak perlu lelah meladeni perempuan itu.

"Setelah itu turunlah, Nona. Aku sudah menyiapkan makanan untukmu."

"Aku tidak mau makan sebelum Glenn datang!"

"Baiklah, tidak apa. Kalau pada akhirnya kau mati kelaparan, tuanku juga tidak akan sedih."

Bola mata Christie rasanya hampir jatuh barusan. Dengan kesal dia membalik tubuh dan kembali ke kamar. Ditutupnya pintu secara kasar, hingga meninggalkan debuman keras. Hati Christie kepanasan. Ini tak seperti yang dia bayangkan. Kedatangannya kembali memang untuk mencari pekerjaan dan tentu saja ... merebut hati Glenn lagi.

Perempuan itu menjambak rambutnya sendiri. Dia mengerang frustrasi. Hampir saja bantal-bantal di tempat tidur dia lempar ke sembarang arah. Namun, niatnya terhenti ketika melihat tas hitam miliknya di nakas. Dia tahu harus melakukan apa sekarang. Diraihnya tas tersebut penuh semangat dan merogoh isinya untuk menemukan sebuah benda harapannya.

Senyum Christie sedikit terbit saat ponselnya sudah ada di genggaman. Dia kira Shine membuang ponsel tersebut untuk menyusahkan dirinya. Untunglah tidak. Dia bernapas lega dan mengenyakkan tubuh di ranjang. Jarinya bergerak di layar ponsel, lantas menempelkan benda itu di telinga kanannya. Dia menghubungi seseorang.

"Cari tahu nomor ponselnya, secepat mungkin. Aku tidak menyangka kalau dia tidak lagi mudah untuk ditaklukkan."

Setelah memberi perintah pada seseorang, Christie memutus panggilan. Dia kini hanya perlu menunggu hasil. Rencana untuk mendapatkan Glenn kembali tak akan Christie biarkan gagal begitu saja. Apa pun akan dia lakukan, bisa jadi salah satunya dengan menipu.

🍂🍂🍂

Selesai menikmati sunset dan makan malam, pengantin baru tersebut langsung kembali ke hotel. Glenn mandi lebih dulu. Keana menyusul setelahnya. Namun, saat Keana kembali ke ruang utama, dia terkejut mendapati Glenn yang hanya mengenakan celana pendek tanpa atasan. Tak bisa dipungkiri, Keana terpana pada perut serta otot Glenn yang terbentuk sempurna.

"Kenapa kau diam di situ?"

Glenn bertanya dan seketika lamunan Keana tentang bagaimana rasa menyentuh otot Glenn, buyar. Perempuan itu menggeleng sembari melangkah ke meja rias. Dia melewati Glenn begitu saja yang tengah bersandar di ranjang.

Melihat istrinya sibuk membersihkan wajah dan melakukan perawatan sebelum tidur, Glenn berniat menghampiri. Laki-laki itu berjalan ke arah dan Keana dan langsung memeluk dari belakang. Glenn mendekatkan hidung ke leher Keana, mencium wangi sabun yang menggairahkan untuknya. Sementara, Keana kesusahan menelan ludah. Sang suami membelai rambut Keana yang baru saja selesai dikeringkan. Semerbak wangi memanjakan hidung Glenn. Keana bergetar ketika Glenn mencium lehernya lama. Sentuhan yang penuh hasrat, tapi cukup membuat Keana sedikit meringis dalam hati. Keana merasa Glenn terlalu kasar jika hanya memberi kecupan, sampai-sampai menimbulkan rasa sakit pada leher istrinya.

"Glenn, apa yang kau lakukan?"

Glenn tersenyum pada Keana melalui cermin.

"Aku hanya ingin membuat tanda kepemilikan atas dirimu, Sayang."

Dahi Keana mengerut. Lalu, dia menyadari sesuatu saat memperhatikan dirinya di cermin. Leher itu kemerahan dan tentu saja karena perbuatan Glenn barusan. Keana mengerucutkan bibirnya sebal. Ini tidak adil. Glenn bisa membuat tanda itu, tapi dirinya?

"Aku lelah Glenn. Sebaiknya kita tidur."

Memaksa melepaskan diri dari Glenn, Keana lalu bangkit. Dia akan berjalan ke arah ranjang, tapi gagal saat Glenn meraih tubuhnya. Laki-laki itu mengangkat tubuh Keana ala bridal style. Sontak saja perempuan tersebut memekik kaget. Dia takut jatuh, jadi mau tak mau tangannya melingkar di leher Glenn. Melihat ekspresi sang istri, Glenn menahan senyumnya agar tak terlihat.

"Kau pikir bisa tidur begitu saja, Keana? Aku malah tidak mengizinkanmu untuk tidur malam ini."

Satu sudut bibir Glenn tertarik dan satu matanya berkedip nakal. Dia tengah menggoda Keana dan bisa dipastikan kalau ucapannya tak main-main. Keana yang sudah berdebar hanya bisa menatap Glenn yang sedang berjalan menuju ranjang. Tubuh perempuan bergaun malam hitam itu dibaringkan perlahan dengan Glenn yang kini berada di atasnya.

"Malam pertama kita, Keana. Jangan lupakan itu," bisik Glenn di telinga Keana.

Keana gelagapan saat Glenn mulai mencumbunya. Yang masih menjadi titik fokus Glenn adalah leher serta telinga Keana. Tubuh Keana benar-benar tegang dan Glenn bisa merasakan itu. Namun, ini yang Glenn sukai. Dia ingin suasana baru saat bercinta. Dia suka yang polos seperti Keana. Terasa menyenangkan saat digoda.

"Tapi aku tidak tahu caranya Glenn."

Tawa Glenn hampir pecah, lantas ditatapnya Keana dengan jarak sangat dekat. Entah sejak kapan Glenn begitu menyukai aroma tubuh Keana. Setiap kali dia berada di sisi istrinya, selalu saja merasa damai. Seperti ada magnet yang menarik kuat agar jangan berjauhan dengan Keana.

"Suamimu berpengalaman, Sayang. Apa yang kau takutkan?"

Keana menutup mata. Kata berpengalaman yang Glenn ucapkan barusan berhasil menyentil hati perempuan itu. Susah sekali untuknya agar tidak memakai perasaan dalam hubungan ini. Keana takut membayangkan kalau-kalau Glenn juga memperlakukan mesra perempuan-perempuannya seperti bersama Keana.

"Apa kau juga menyentuh mereka seperti ini?" tanya Keana sembari menatap Glenn.

Yang ditanya mendesah panjang. Glenn benci obrolan yang tidak ada sangkut pautnya dengan aktivitas mereka sekarang. Ini hanya membuat mood berantakan dan hasrat yang perlahan menguap. Seharusnya Keana bisa mengucapkan kalimat lain. Bisa jadi tentang gaya apa yang akan mereka praktekkan sebentar lagi.

"Sebaiknya kau pikirkan saja bagaimana cara mengimbangi permainanku, Keana."

"Ahh ...."

Satu desahan kemudian lolos saat Glenn meremas dada Keana. Lalu disusul Glenn yang menarik tali pengait kimono istrinya, hingga memampangkan tubuh Keana yang masih terbalut pakaian dalam. Sekali lagi Glenn memandang takjub. Perut datar dan mulus Keana rasanya sangat menggoda. Maka, dengan hasrat yang mulai bergejolak lagi, Glenn meraba perut Keana, kemudian naik sampai ke dada.

"Glenn ... ahh!"

Satu sudut bibir Glenn tertarik saat Keana terus mendesah dan memanggil namanya. Perempuan itu terbuai, matanya sudah memandang sayu. Yang Glenn lihat hanya kabut hasrat di mata Keana. Dan Glenn terus melanjutkan foreplay-nya. Dia kesenangan melihat bibir basah Keana yang mendesah, serta tubuh yang menggelinjang setiap kali diberi sentuhan.

Ini gila, pikir Keana. Dia tak bisa menghentikan desahan dari mulutnya. Dia tak bisa berhenti merespons sentuhan Glenn. Dirinya kini malah menginginkan lebih.

"Bersiaplah, Sayang, untuk main course kita," ucap Glenn dengan senyum penuh kepuasan.

Dan wajah Keana semakin merah saat Glenn melepas kain yang tersisa di tubuh itu. Tak ada lagi yang tertutup. Keana tak bisa lari dan statusnya akan resmi jadi milik Glenn.

Malam ini tak akan berakhir dengan cepat. Keduanya asyik tenggelam dalam kabut gairah. Malam panjang tak terlupakan yang diisi oleh desahan serta rintihin nikmat. Mereka sudah mengambil satu lagi langkah ke depan. Tak ada yang tahu, bisa jadi setelah ini hubungan mereka jauh lebih baik.

TBC.

Makin sepi aja ini lapak, ya? Yang vote dikit, yang komen dikit. Hadeuhhh. Tell me, what should i lakukan?😌

Eh, btw, pengen tahu deh visualisasi Glenn dan Keana dalam benak kalian.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro