Sweeter than Sugar(a)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Keana menerima uluran tangan Glenn. Dengan lembut, punggung tangan itu terkecup. Untuk yang pertama kali dia merasakan hal semanis ini. Seorang laki-laki tampan tengah berlutut di depannya dengan senyum indah.

“Aku milikmu, Glenn.”

Glenn bangkit, lalu menunduk. Dia mendekatkan wajah, berniat untuk mencium Keana. Namun, sesuatu menghentikannya. Dahi itu mengerut saat memperhatikan wajah di depannya.

“Ada apa?” Keana bertanya saat Glenn duduk di sebelahnya. Laki-laki itu tengah menatap Keana lekat.

“Apa kau menangis karena aku tinggalkan?”

Diliputi kekagetan sesaat, Keana buru-buru mengusap-usap matanya. Berharap sembab tak lagi tampak di sana.

“Jawab aku, Keana.”

Masih mengabaikan ucapan Glenn, Keana bahkan bangkit hendak ke kamar mandi untuk mencuci wajah. Akan tetapi, sebuah tangan kekar menariknya, hingga tubuh ramping itu jatuh dalam pelukan. Keana tak berani mendongak. Jadi, dia hanya menempel pada dada bidang tersebut. Sementara, pinggangnya berada dalam kuasa Glenn.

“Aku akan mencuci wajah, Glenn. Biarkan aku pergi.”

“Kenapa kau menangis?”

“Aku tidak menangis.”

“Bohong!”

Diangkatnya dagu Keana hingga pandangan mereka beradu. Yang tampak memang sepasang manik indah yang saat ini sebenarnya menyimpan luka. Namun, entah terlalu polos atau bodoh, Glenn bahkan tak benar-benar menyadari jika dirinya adalah sebab dari jatuhnya air mata Keana.

Bingung harus menjawab apa, Keana masih diam. Dia tak ingin memberitahukan tentang isi hatinya. Karena dia jelas bersalah. Bukankah Glenn sudah mengatakan agar tak perlu memakai hati dalam pernikahan mereka? Namun, selaiknya angin yang bebas berembus ke arah mana saja, pun dengan hati. Dia tak bisa dikekang agar tak mencinta.

“Aku hanya merindukan orang tuaku. Seharusnya mereka mendoakanku di hari pernikahan kita.”

Benar, Keana merindukan orang tuanya. Dia pun memakai alasan itu agar tidak sepenuhnya merasa bersalah karena sudah berbohong pada Glenn.

“Kita sama, Keana. Lihatlah, aku juga tak punya orang tua.”

Jemari Glenn bergerak untuk merapikan rambut Keana yang tergerai. Dikecup sebentar kening perempuan di depannya. Laki-laki bermata elang ini sungguh tak dapat membaca isi hati Keana secara keseluruhan. Glenn tak mau memikirkan lebih banyak, jadi dia percaya saja apa yang Keana katakan.

“Apa kau masih sedih?”

Tentu saja aku sedih, Tuan. Siapa yang tahu kau tadi dari mana? Bercinta dengan salah satu perempuanmu atau yang lainnya, Tuan?’ Keana membatin, tapi tetap berusaha menunjukkan ketegaran dirinya.

Meski lidahnya ingin menyuarakan apa yang terpendam di hati, tapi Keana tetap menahan diri. Sudah begitu banyak kebaikan Glenn. Dan mana mungkin dia akan memberi beban tambahan atas curahan batinnya.

“Tidak, mana mungkin aku sedih karena kau sudah ada di sini.”

Demi apa pun, Glenn tak mengerti kenapa dia bisa berdebar-debar saat mendengar ucapan Keana. Jantungnya terus saja berdetak tanpa aturan akhir-akhir ini. Dia bahkan merasa damai setiap kali berada di dekat sang istri.

Sekilas Glenn melirik jam di pergelangan tangan kirinya. Hari bahkan sudah menjelang pagi, tapi dia sama sekali belum tidur. Dia yakin, Keana pun masih mengantuk.

“Kalau tidak ada masalah yang kau sembunyikan, ayo, tidur!” ajak Glenn setelah melepas pelukan.

Kakinya lantas mengarah ke walk in closet dan mengganti pakaian dengan piama. Sementara, Keana duduk di tepi ranjang dengan dada bergemuruh. Banyak pertanyaan berlarian di kepalanya, seperti, apa kami akan melakukannya sekarang? Apa kami akan benar-benar menjalin hubungan seperti itu?

Belum habis pertanyaan di benaknya, Glenn sudah datang dengan memakai setelan piama. Keana yang masih duduk, menatap Glenn ragu. Bingung melanda, harus bersikap seperti apa dirinya sekarang. Akan tetapi, saat melihat Glenn berjalan ke sisi ranjang yang lain dan membaringkan tubuh sembari menarik selimut, Keana merasa lega sekaligus kecewa.

“Ayo, tidur!”

Keana mengikuti ajakan Glenn. Tubuhnya berlindung di bawah selimut yang sama dengan sang suami. Keana akan memejamkan mata saat sebuah tangan kekar menyentuh perutnya. Perempuan bergaun malam itu mengerjap tak percaya saat sadar Glenn merapatkan tubuh dan memeluknya. Dengan sengaja laki-laki berpiama hitam itu meletakkan kepala di ceruk leher Keana.

Perempuan yang tengah berbaring, merasa sesak. Seakan udara tak bisa memasuki paru-parunya. Dia bahkan tak berani menoleh ke samping untuk menatap wajah suaminya. Sementara, Glenn memejamkan mata dengan perasaan damai menyeruak yang entah datang dari mana.

Jantung yang terus berdetak tidak biasa membuat Keana terpaksa tetap terjaga. Ini memang kali pertama mereka tidur seranjang. Malam-malam lalu Glenn memilih menyerahkan kamarnya pada Keana, sedangkan dirinya tidur di kamar lain. Katakan saja Glenn tak waras karena memperlakukan Keana sebaik itu. Dan lucunya, Glenn juga tak tahu mengapa bisa jadi laki-laki yang tampak takluk di depan seorang perempuan.

“Keana ...,” desis Glenn.

“Ya?” Jawaban singkat Keana sesungguhnya menyembunyikan kegugupan.

“Kau ingin kita berbulan madu di mana?”

Tercengang atas pertanyaan Glenn, Keana kali ini mengubah posisi tidur. Mata mereka akhirnya bertemu. Embusan napas terasa di wajah masing-masing. Keana berusaha menyimpan rasa canggung dan malu. Dia ingin mendengar lagi apa yang Glenn tanyakan barusan.

“Hei, Tuan, apa kau berniat mengajakku bulan madu?”

Sesungguhnya Keana tidak berminat pergi ke mana pun. Hampir seluruh belahan dunia sudah dijajaki. Dia adalah putri dari mantan pemilik perusahaan sukses di negaranya. Dulu, harta bukanlah masalah bagi mereka. Jadi, sejak kecil Keana sudah sering keluar negeri. Hanya ... bisa jadi Keana mempertimbangkan ajakan Glenn. Pergi bersama orang tua atau sendiri jelas berbeda dengan suami.

“Tentu saja. Bukankah kita pengantin baru? Tidak ada yang salah dengan itu.”

“Lalu bagaimana jika wanita-wanitamu merasa kehilangan karena tuannya tidak datang untuk menemani?”

Bodoh, Keana sangat bodoh mempertanyakan hal yang malah menyakiti dirinya. Senyuman palsu itu pun tidak terlalu berguna. Karena biar bagaimanapun, tetap saja dirinya merasa perih.

“Tenang saja, aku akan membayar rindu mereka setelah kita selesai bulan madu.”

Sialan! Keana ingin memaki seperti itu. Akan tetapi, benar-benar tercekat di kerongkongannya. Sementara, Glenn menganggap bahwa Keana hanya peduli dengan kehidupan yang dia berikan. Karena, jangankan marah, sedikit menunjukkan rasa cemburu atas jawabannya barusan saja tidak ada. Lalu ... mana mungkin Glenn perlu merasa khawatir jika Keana terluka kalau tahu tentang Christie?

“Baiklah, aku ingin ke Santorini dan jangan lupa tentang menikmati sunset di Oia. Setidaknya, aku harus menyegarkan dan menenangkan pikiran sebelum suamiku sering pergi untuk wanita-wanita simpanannya, ‘kan?”

Retak, hati Keana retak saat mengeluarkan kalimat tadi. Dia terlalu sadar diri, jika debarnya yang tertuju untuk Glenn, tidak akan bersambut. Hubungan mereka hanya sebatas balas budi dan perempuan berambut panjang itu harus selalu mengingatnya. Jangan sampai dia terus tenggelam dalam pesona Glenn, hingga melupakan apa yang sudah disepakati sejak awal. Jangan sampai hati Keana benar-benar jatuh, lalu akhirnya menggelepar begitu saja tanpa bisa bangkit lagi.

“Santorini? Terdengar bagus. Kita menginap di Oia kalau kau mau.”

“Kau pernah ke sana bersama seseorang?”

Pertanyaan Keana membuat Glenn bungkam. Bagaimana laki-laki itu harus menjawab? Berkata jujur bahwa dia memang pernah pergi ke Santorini dengan Christie?

“Tentu saja pernah. Aku punya banyak klien di luar negeri.”

Glenn menjawab tanpa keraguan. Dia sama sekali tidak memiliki niat untuk mengungkapkan masa lalunya pada Keana. Cukuplah hati Glenn menyimpan sendiri semua cerita yang dia miliki dengan Christie. Biarlah semua kisah yang pernah mereka jalani menjadi rahasia yang mungkin akan lenyap seiring waktu.

Mendengar jawaban Glenn, Keana tersenyum. Entah benar atau salah, setidaknya kali ini Glenn tidak mengeluarkan kalimat frontal yang sebenarnya sangat jelas melukai Keana. Dibohongi atau tidak, perempuan itu sama sekali tak tahu. Namun, apa pun yang diucapkan Glenn, Keana berusaha agar selalu percaya.

“Baiklah, Tuan, kapan kau akan mengajak pengantinmu berbulan madu?”

“Kita pergi sore nanti. Aku akan pergi ke perusahaan di pagi hari untuk memastikan segalanya baik-baik saja saat aku tinggal.”

Sesungguhnya Glenn ingin menghabiskan waktunya seharian penuh dengan Keana. Akan tetapi, rencana bulan madu yang mendadak terlintas di benaknya memang terdengar lebih baik. Merelakan waktu untuk mengurusi pekerjaan sebelum ditinggal pun bukan bencana. Iya, Glenn harus meyakinkan tidak ada masalah saat dirinya sibuk menikmati waktu dan keindahan istrinya di Santorini.

“Baiklah, bisa kita tidur sekarang?” Keana bertanya, lalu menguap.

Matanya benar-benar ingin terpejam. Dia ingin istirahat dari perih yang masih tersisa di hati. Rasa yang timbul dari sikap tak acuh Glenn yang meninggalkannya begitu saja beberapa jam lalu.

“Tidak bisa sebelum aku melakukan ini, Nona.”

Lantas Glenn memajukan wajah dan melumat bibir Keana. Memberikan sentuhan bergantian pada bagian atas dan bawah bibir ranum itu. Sementara, Keana menegang dengan jantung yang bertalu-talu. Seluruh tubuh Keana meremang saat sang suami dengan nakal meremas bokongnya. Perempuan bergaun malam itu berdoa dalam hati,

‘Semoga dia segera menghentikan semua ini. Tidak lucu jika aku yang lebih dulu pertama menyerahkan diri, bukan?’

Keana hampir kehilangan kesadarannya jika dia tidak menahan diri. Glenn benar-benar membuat istrinya hampir tak berdaya hanya karena ciuman lembut dan remasan teratur di bokong. Untunglah ciuman itu akhirnya berakhir. Menyisakan Keana yang terengah-engah dengan dada yang berdebar hebat.

Keduanya bertatapan dalam diam. Kemudian, dua pasang mata mereka terpejam perlahan. Untuk yang pertama kali, dua insan itu menikmati hangatnya ranjang di bawah selimut yang sama.

TBC

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro