Go Away

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Ada resiko patah yang harus setiap orang waspadai tatkala jatuh cinta. Tak peduli itu jatuh cinta dikatakan atau tidak, sama saja.

Ketika menambatkan hati pada seseorang, sekalipun jelas tahu bahwa kita saling mencintai, resiko untuk patah tetap ada. Karena hati manusia gampanglah berubah. Sekarang mungkin si dia adalah segalanya bagi kita, tapi bisa jadi, puh untuk semenit kemudian, si dia sudah bukan apa-apa lagi bagi kita. Cinta menjadi benci. Pun benci bisa menjadi cinta. Sebegini mudahnya memang perasaan manusia berubah. Dan perlu disadari juga, bahwa antonim cinta bukan hanya soal benci, tetapi juga soal pergi.

Sisa hari Diana sungguh terbebani akan perntanyaan Chanyeon yang akan dijawabnya di malam terakhir perjanjian 3 bulan itu selesai. Pertanyaan perihal; membuat perjanjian baru untuk berteman.

Huh!

Diana benci dengan asa-asa Chanyeon itu yang mana sebenarnya ini pula asa-asa yang diinginkannnya; tetap berteman.

Tetapi tidak akan mudah untuk tetap berteman di saat saling menyukai seperti ini. Satu hal sederhana dalam kehidupan dengan berteman menjadi cukup menakutkan, hanya karena saling menyukai dan takut perasaannya semakin membesar, berakhir patah karena tak dapat memiliki. Itulah kenapa, kadang karena sebegitu cintanya, seseorang justru memilih pergi.

Huh!

"Ya! Ada apa denganmu? Kenapa kau sering sekali melamun akhir-akhir ini, Di?" selidik Eunji tatkala mereka baru saja enyah dari kafetaria kampus untuk membeli kopi moccachino dingin.

"Aku sedang sinting, Eunji," jawab Diana lesu, terus berjalan dengan wajah murung, sebelah tangannya memegang cup moccachino dingin.

"Heh?! Sinting?!" Mata sipit Eunji membulat, menengok ke arah Diana penuh selidik.

Diana menggangguk lesu. "Iya. Aku sedang benci dengan pikiranku sendiri. Dan ini sungguh membuat sinting kepalaku."

"Wae? Wae? Wae?" Eunji antusias berlipat-lipat hingga monoton tanya begitu.

Diana menggeleng lemah. "Mianhae. Aku tak bisa membocorkannya padamu."

Kini tinggal Eunji yang cemberut. Menghempas napas kasar. Menyesap moccachino dinginnya.

"Apakah ini tentang ayahmu? Bukankah kau sudah bertemu dengannya dan berhubungan baik sekarang?" terkanya.

"Bukan tentang itu. Tentang ayah sudah tidak ada masalah lagi. Ini problem lain. Biasalah, manusia 'kan tak bisa hidup tanpa problem," sahut Diana sembari sejemang tersenyum tipis ke arah Eunji.

Eunji, gadis bercat rambut blonde sebahu ini menyelidik lagi. "Apa? Katakan padaku? Kau membuatku penasaran saja."

Diana tetap membisu. Sampai sudah di area favorit mereka di taman kampus.  Menyempatkan duduk di bangku kayu taman kampus seperti biasanya. Disusul Eunji yang duduk disampingnya.

"Omong-omong, bagaimana hubunganmu dengan sunbae, apakah sudah ada kemajuan?" celutuk Eunji kemudian.

Diana tampak santai menyesap moccachino dingin. Angin semilir datang, sedikit memberingsut poni rambut hitamnya.

"Tidak ada apa-apa tentang sunbae. Kuyakin kemarin perkara cokelat dan kopi hanyalah keberuntunganku saja, tanpa embel-embel lain," jelasnya kemudian. Menyesap moccachino dinginnya lagi.

"Tapi kupikir dia mulai menaksirmu."

"Mana mungkin. Dan aku juga tak mengharapkan itu. Aku pula sebenarnya sudah menyukai lelaki lain." Diana akhirnya memilih jujur. Tatapannya sayu ke arah depan taman.

Eunji terhenyak. Mata sipitnya membulat, melirik ke arah Diana untuk memastikan ulang.

"Aigo. Kenapa kau tak mau berbagi cerita tentang ini padaku, ha?! Serius, kau sudah menaksir lelaki lain, bukan sunbae?"

Diana mengangguk pelan.

"Siapa lelaki itu?" Tatapan Eunji semakin berpendar hasrat ingin tahu.

"Mianhae, aku tak bisa jujur siapa dia."

"Ya!" Eunji berdecak tak terima akan keputusan sahabatnya ini. Bisa-bisanya hanya soal lelaki yang sedang ditaksir saja tak mau jujur.

"Mianhae. Aku sungguh tak bisa jujur siapa dia. Tetapi aku bisa jujur perihal perasaanku padanya, Eunji." Kini Diana menatap dalam Eunji, dengan posisi duduknya yang ia condongkan ke arah Eunji.

Lagi. Eunji cukup terhenyak. Tepatnya di letak tatapan sayu Diana--yang barangkali inilah muara sebab membuat sahabatnya sinting.

"Baiklah. Lalu perasaan seperti apa yang kau miliki untuknya, Di?"

Diana tampak membisu sesaat. Meneguk salivanya.

"Kita sama-sama mencintai, tetapi aku takut tetap dekat dengannya karena kami berbeda agama, Eunji. Entah, apakah masalah seperti ini cukup serius untukmu, tetapi bagiku ini sulit karena ... aku serakah menginginkan hubungan serius jika kedekatan seperti ini diteruskan, Eunji."

***

Malam berakhirnya perjanjian 3 bulanpun tiba.

Tak banyak yang bisa dilakukan Chanyeon di malam ini; seperti mungkin makan malam romantis untuk kali terakhirnya. Sungguh tidak ada. Pasalnya rapper EXE ini sedang menghadiri SDS Super Concert untuk performa SeChan di Seoul.

Riuh suara teriakan penggemar beserta alunan musik RnB, suara bass yang dikeluarkan teriring dance yang tak bisa ditanggalkan, nyatanya tak bisa membuat Chanyeon luput akan pikiran tentang Anna-nya malam ini. Aigo, ini sungguh merungsingkannya. Untung saja dirinya masih bisa dikendalikan dengan mampu melakukan tarian dan bernyanyi dengan sempurna--tanpa ada salah atau tetiba lupa akan lirik dan gerakan tari lagunya.

Setelah performa SeChan selesai dan digantikan grup boyband dan girlband lain, Chanyeon tampak gusar menunggu di kursinya, menatap performa grup lain dengan antusias pura-pura, ingin segera pulang.

Nyaris dini hari, Chanyeon baru pulang ke rumah.

Sampai di rumah, Chanyeon menemukan Diana sudah menunggu di ruang keluarga, ditemani secangkir kopi dan beberapa bungkus cemilan. Tak luput, gadis itu juga sibuk dengan laptop, mungkin sembari mengerjakan tugas kuliah.

"Anna ...," sapa Chanyeon.

"Eh, sudah pulang?" Diana tampak terkejut karena tidak mendengar derap langkah kaki Chanyeon.

Chanyeon tersenyum lebar. "Maaf, aku membuatmu menunggu terlalu lama. Aku ke atas sebentar ya untuk ganti baju," izinnya, tapi Diana cepat-cepat berdiri, menyangkal, "Eh, tidak usah. Aku akan segera menjawabnya sekarang. Lagian aku juga sudah mengantuk."

"Oh, baiklah."

Akhirnya Chanyeon pun duduk di sofa. Sejenak Diana merapikan meja yang berserakan beberapa bungkus cemilan.

Tanpa diduga, Chanyeon mempunyai ide aneh; yaitu menceritakan kisah pertemuan mereka berdua di awal secara estafet sebelum ke poin inti malam ini. Mana diberi judul segala dengan judul nyeleneh; Cinta Bersemi dari Kaki Keseleo.

Tak mau protes sedikitpun, akhirnya Diana menyetujui. Chanyeon bercerita duluan.

Chanyeon bercerita dengan lancar. Lumayanlah ceritanya kali ini karena tidak persis seperti saat Chanyeon menceritakan pada Nyonya Jung yang penuh drama, menaburi bumbu-bumbu KW; seperti mengisahkan menolong dari para preman tanpa menuntut balas budi di kemudian. Sudah diperbaiki alurnya oleh lelaki ini dengan fakta-fakta, kalau tidak, Diana malas mendengarkan.

"Barangkali ini karma. Akhirnya Happy Virus Palsu menyukai Si Bawel Anna, mengatakannya dengan putus asa. Pun sama, diam-diam Si Bawel Anna ternyata menyukai Happy Virus Palsu. Kesalahpahaman perkara sunbae diluruskan oleh gadis itu, lalu jujur pada lelaki putus asa ini perihal perasaannya; bahwa dirinya juga mencintai Happy Virus Palsu ...."

"... Itu bukan berarti mereka menjadikan mereka sepasang kekasih, tetapi cinta mereka terus tumbuh menyubur. Aura semringah selalu terpancar dari wajah mereka berdua di sisa hari perjanjian 3 bulan yang ada. Apalagi Si Happy Virus Palsu, dia semakin mencintai Si Bawel Anna dari hari ke hari. Hingga pada akhirnya, saat perjanjian 3 bulan semakin mendekati akhir, lelaki ini memberanikan diri untuk mengutarakan membuat perjanjian baru, memohon Si Bawel Anna untuk mau tetap berteman dengannya."

Cerita Chanyeon akhirnya rampung. Ditutup dengan senyuman.

Diana sudah tahu, kini tinggal dirinyalah yang mengoceh. Tetapi ..., entahlah, rasanya kelu sekali untuk memulai kisah yang tak lain adalah jawaban dari permohonan Chanyeon beberapa hari lalu. Manik mata kelamnya lebih memilih menatap kosong cangkir kopi miliknya yang nyaris kosong.

Atmosfer ruang keluarga jadinya lengang. Chanyeon dan Diana sama-sama memilih membisu.

Beberapa saat kemudian, akhirnya Diana membuat pergerakan dengan sedikit mendongak menatap Chanyeon yang diam khidmat menunggunya membuka suara.  Saling bersitatap sejemang. Menemukan kecemasan dalam bola mata satu sama lain.

Diana memilih meneguk ludahnya atas perasaannya ini, sekaligus untuk aba-aba mulai melanjutkan kisah estafet yang ada.

"Atas permohonan Si Happy Virus Palsu itu, Si Bawel Anna banyak merenung, mencoba bertanya pada nuraninya, tentang keputusan macam apa yang akan menjadi hal terbaiknya untuk mereka berdua. Ini cukup membuatnya sinting sebab ego dan nuraninya saling menentang, caci-mencaci. Namun, pada akhirnya dia pun menemukan jawaban terbaiknya itu, bahwa ...." Diana sengaja menjeda kisahnya. Membenahi posisi duduk.

Jantung Chanyeon semakin brutal menggedor dada bidangnya. Pikirannya sudah semrawutan sekali untuk menerka-nerka jawaban macam apa yang akan dirinya dapatkan dari Diana yang duduk berhadapan dengannya kini.

Hingga sesaat ke depan, setelah Diana puas mematung, bibir kenyal gadis ras melayu ini mulai bergerak lembut untuk memberi jawab.

"Mari ... saling menjadi orang asing lagi, Oppa. Besok pagi-pagi, saat kau terjaga dari tidurmu, kebersamaan ini hanya akan terasa layaknya bunga tidur ...."

_________________

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro