Gomawo, Anna

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Untuk menyambut tamu, keluarga Yuri menyiapkan menu praktis jjajangmyeon; mie tebal yang disajikan dengan pasta kedelai hitam yang telah difermentasi. Ditambah dengan beberapa potongan sayur, bawang bombay, dan seharusnya potongan daging--tetapi untuk menghormati Diana yang Muslim, akhirnya menanggalkan potongan daging sapi tidak halal yang ada.

Keluarga kecil tuan rumah yang beranggotakan; Tuan Widjaya Hadid, Nyonya Ji Ah, Yuri, dan Daeshim, sudah berkumpul di meja makan lesehan dengan hidangan jjajangmyeon. Terteman beragam banchan--makanan pendamping--seperti kimchi, namul, dubu jorim, hingga myeolchi bokkeum. Jelaslah, tamu agung mereka ikut serta; Chanyeon dan Diana.

"Kenapa kau tidak memakai kain untuk menutup rambut kepalamu, Noona? Aku menjumpai beberapa wisatawan manca negara di sini, mereka perempuan Muslim, dan mereka menutup kepalanya dengan selembar kain," selidik Daeshim--adik lelaki Yuri yang umuran anak sekolah menengah.

Mendengar tanya Daeshim yang duduk berhadapan dengannya membuat Diana berhenti menguyah jjajangmyeon, melirik ke arah Daeshim.

Dan karena pertanyaan Daeshim itu, Diana menjadi muara perhatian semua orang di meja makan, menatap ke arah Diana berjamaah.

Diana nyengir canggung. "Menutup rambut kepala kami, para perempuan Muslim memang wajib, Daeshim. Tetapi sebagian belum melaksanakan kewajiban itu. Mianhae. Tapi di masa depan aku mempunyai hasrat memakainya juga," jawabnya. Mengulang cengiran canggungnya.

"Sepertinya kau tampak lebih anggun ketika memakai kain penutup kepala itu, Noona. Jadi, segeralah menutup rambut kepalamu. Lagi pula katanya itu wajib. Kenapa kau terus menunda-nunda?" selidik Daeshim lagi yang bahkan berhasil membuat Yuri tersedak di letak "tampak lebih anggun", batuk-batuk.

Monoton. Nyengir canggung lagi. Diana berasa tertohok nian akan omongan Daeshim, tepatnya jelaslah di letak ia yang belum memenuhi kewajiban satu itu, memakai hijab.

"Aku pasti akan segera memakainya, jika hati nuraniku sudah mantap. Karena biasanya orang lain, melihat perempuan Muslim memakai hijab itu identik dengan kepribadian yang bagus, sedangkan aku belum merasa demikian. Mianhae."

"Benar. Dan sedikit tambahkan dariku, sebaiknya kau berubah memang bukan karena orang lain apalagi mengikuti tren," imbuh Chanyeon setelah melengok ke arah Diana di sampingnya.

Diana menimpali sorotan mata Chanyeon. "Benar, Oppa."

Tuan Widjaya tersenyum menatap Diana dari arahnya yang masih menoleh ke arah Chanyeon. Menatap senang ulasan senyum tipis Diana yang tengah terlaku.

Setelah sebuah kesalahan di masa lalu yang dirinya perbuat, setelah sebuah sesal yang menyesak hingga Tuhan menghukumnya dengan menjauhkan ia dari kedua anaknya, Tuan Widjaya bersyukur sekali malam ini dengan kedatangan Diana yang tak terduga. Tepatnya, tak terduga bisa bertemu lewat perantara idol satu itu. Selama ini ia dilarang keras oleh Yuri dan Ji Ah untuk tetap menyambung silaturrahmi dengan anak-anaknya yang ditinggalkan itu dan ia hanya menurut.

Entahlah, selama ini ia sungguh penakut akan istrinya, Ji Ah yang terlampau galak dan mudah marah kepadanya. Seharusnya tidak seperti ini, ia seorang lelaki yang menjabat sebagai kepala keluraga, seharusnya ia lebih bisa mengatur secara bijaksana, bukan malah tunduk dan tunduk ke segala mau istri dan anak yang kadang juga mengarah ke sesuatu kurang baik. Seharusnya tidak demikian.

Melalui kukuhnya Diana yang tetap ingin bersua dengannya dan tetap menyayanginya setelah kesalahan yang ada, ia sungguh menjadi sadar, ia haruslah merubah sikapnya. Ia harus bisa bersikap bijak, adil dengan memperhatikan pula 2 anaknya di luar rumah warna-warninya ini yang sudah tumbuh besar itu; Diana dan Dina. Begitu tekad Tuan Widjaya.

Malam semakin larut. Dan makan malam dengan menu jjajangmyeon pun usai. Disusul obrolan ringan. Mengalir hangat. Hingga, tibalah di mana semua orang mendadak menatap tegun ke arah Chanyeon sebab sebuah tanya yang dilontarkannya.

"Apakah saya boleh menginap di sini malam ini, Tuan Widjaya?"

***

Akhirnya Chanyeon menginap di rumah Tuan Widjaya.

Kini Chanyeon sudah merebahkan tubuhnya di salah satu kamar di rumah warna-warni Tuan Widjaya dengan sibuk mengamat ponsel.

Gadis Bawel.
| Ya! Kenapa kau ikut-ikutan menginap di sini?!

Chanyeon melengkungkan bibir kenyalnya mendapat pesan dari Diana yang ia namakan Gadis Bawel di kontaknya.

Chanyeon.
| Ini sudah larut malam, Anna. Wajarlah jika sebaiknya aku menginap di sini.

| Kenapa? Kau tidak suka aku menginap di sini?

| Ya! Kuberitahu, aku juga ingin mengenal lebih dekat ayahmu, Anna.

Chanyeon geli sendiri mengetik balasan demikian, meledek. Tersenyum hingga menampakkan jelas lesung pipitnya.

Gadis Bawel.
| Wajar apanya. Kau bisa menginap di penginapan saja, hotel kek, atau penthouse sekalian.

| Iya, aku sangat tidak suka kau menginap di sini. Jadi segeralah pamit sekarang!

|Untuk apa kau mau lebih dekat dengan ayahku?

Tampak tersenyum geli lagi setelah mendapat balasan dari Diana. Kedua netra sipit Chanyeon semakin terbuka lebar, tidak mengantuk sedikitpun.

Chanyeon.
| Di penginapan? Hotel? Penthaouse? Ah, tidak. Di situ tidak ada dirimu.

| Suka tidak suka, kau harus tetap menerima, ayahmu sudah menerimaku menginap. Yuri dan Daeshim pun sangat senang mendapatiku menginap di sini.

| Chanyeon adalah sosok yang supel. Dan wajar saja jika diriku ini ingin mengenal lebih dekat ayah dari seseorang yang juga dekat dengan Umma-ku.

Kini bukan di kamar yang di tempati Chanyeon, melainkan di kamar Yuri. Diana membaca pesan Chanyeon diakhiri dengan dengkusan lemah. Merutuki Chanyeon dalam benak perihal mendadak menjadi tidak kaku kepadanya dengan berkirim pesan demikian.

Biasanya, idol itu hanya membalas pesannya seperlunya saja seperti "iya" dan "tidak". Namun, kali ini hingga berkelakar garing. Sungguh sebuah keajaiban.

Tak berselang lama, jemari Diana perlahan mengetik balasan kepada Chanyeon yang ia beri nama Happy Virus Palsu dalam kontaknya. Namun, belum selesai mengetik balasan, telepon masuk.

Telepon dari Happy Virus Palsu.

Diana membulatkan netranya mendapati itu, segera memiringkan rebahan tubuhnya memunggungi Yuri yang sudah tidur lelap. Bukan mengangkat, ia justru menolak telepon Chanyeon. Kemudian mengirim pesan.

Diana.
| Apa kau sudah gila?

Happy Virus Palsu.
| Tidak. Aku masih waras. Waras sekali.

| Kenapa tidak diangkat? Aku 'kan ingin mendengar suaramu yang nyaring seperti jangkrik sebelum tidur, Anna.

| [stiker Moon menjembreng mulut sembari menjulurkan lidah]

Diana mendengkus membaca balasan perihal suaranya yang katanya nyaring bak jangkrik, bertambah sebal dengan stiker Moon--maskot Line berwarna putih yang kepalanya berbentuk kue manju--menjulurkan lidah yang dikirim Chanyeon.

Baiklah. Kali ini Diana hendak menanggapi kelakaran Chanyeon, biar lelaki itu bertambah puas.

Diana.
| Terlalu waras ya hingga kau tidak dapat berpikir sehat, meneleponku begitu saja saat di sampingku ada Yuri.

| Benar. Suaraku memang nyaring sekali seperti jangkrik yang selalu menyanyi di keheningan malam, tidak seperti suaramu yang seperti suara terompet gajah afrika yang tidak enak didengar, pekak bukan main.

| [stiker Moon melempar meja kayu]

| [stiker Moon rebahan sembari ngupil]

| Dan aku mau tidur, memimpikan seseorang yang ditaksirku. Jadi jangan hubungi aku lagi.

| Selamat tidur. Semoga tidurmu tidak nyenyak dan memimpikan roh jahat mengejar-ngejarmu.

| [stiker Moon tertawa jahat]

Diana mengirim balasan itu. Menaruh ponselnya ke nakas, menarik selimut hingga leher, melelap tidur.

Sedangkan Chanyeon, lelaki bongsor itu belum mengantuk juga. Membaca balasan pesan barusan dengan ragam stiker rese' itu membuatnya gemas dan hendak membalas pesan lagi dengan kelakar, tetapi ia sadar diri dengan waktu yang semakin larut malam. Berakhir membalas seadanya saja.

Gadis Bawel.
| Selamat tidur juga, Anna. Mari bertemu di alam mimpi. Kau yang menjadi roh jahat yang mengejar-ngejarku.

| Dan sudah jelas, lelaki yang tengah ditaksirmu itu adalah aku karena kita akan bertemu di alam mimpi malam ini.

Chanyeon mengirim balasan. Diana sudah tidak online.

Akhirnya Chanyeon pun meletakkan ponselnya ke nakas. Menarik selimut hingga dada. Namun, tak kunjung melelap, ia justru melamun menatap langit-langit kamar.

"Gomawo, Anna," gumamnya begitu, melamunkan Diana, sosok yang selama ini ternyata berharga untuknya tanpa sadar.

Benar. Berharga untuknya selama ini sebab gadis satu inilah yang ternyata kerap dibicarakan Umma-nya. Sosok gadis misterius yang berhasil membuatnya merasa sayang lewat cerita-cerita Umma. Sosok gadis yang selama ini ia penasaran, ingin bertemu dari dulu, mengenal dekat.

Dan semua itu kini sudah terijab, Chanyeon sangat bersyukur akan keadaan ini. Ditambah malam ini, gadis satu ini juga telah berhasil menyadarkannya, mengubah pola pikirnya ke jalan yang seharusnya.

Memaafkan kesalahan, menjalin silaturrahmi keluarga lagi, begitulah yang Chanyeon pelajari malam ini dari Diana. Membuatnya sungguh sadar ketika bagaimana melihat cara Diana menangis bahagia bertemu ayahnya yang pernah menoreh sebuah luka. Memberinya sebuah pengertian jika sebuah keluarga mahal harganya, berharga tiada tara.

"Gomawo, Anna," ulangnya sembari menarik selimut hingga leher, tak luput mengulas senyum tulus, memejamkan netra.

________________

Translate:
Noona: kakak perempuan (yang menyebut lelaki)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro