G.S.K [Part 2]

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hanya dua orang yang berjalan di jalan masuk gang Mulyosari Utara, tidak terlihat pejalan kaki lainnya.  Cuaca yang terik membuat kebanyakan orang enggan untuk keluar tanpa menggunakan kendaraan.

"Kamu yakin mau melanjutkan ini?" tanya wanita dengan topi hitam sambil melirik sekilas ke arah wanita lain yang berjalan disampingnya. Dia terlihat menggenggam sebuah kertas dan tersenyum kecut.

"Memangya kenapa? Kamu sudah melakukan ini dari dulu, kenapa saat aku datang bawa ide baru lalu kamu mempertanyakannya?" tanya balik wanita dengan masker putih itu dengan nada sinis.

"Yah, terserah kamu, sih. Aku cuman menyarankan supaya kamu tidak mengikuti jejakku. Rasanya nggak enak, ada penyesalan tapi aku sudah terlanjur masuk ke jalan ini. Kamu masih punya pilihan untuk berhenti, karirmu bagus. Buat apa memilih jalan lain?"

"Dari mana kamu tahu tentang kehidupanku? Tahu darimana karirku bagus?" dia menanyakan balik dengan sebelah alis terangkat.

"Jelas aku tahu, kamu kira aku nggak punya mata?"

"Tidak menjawab sama sekali," balasnya lagi, masih dengan nada sinis.

"Nggak ngaca?" Wanita dengan topi hitam ini mulai kesal. "Selalu saja memicu pertengkaran. Dasar bocah."

"Jawaban yang membosankan. Kamu nanya kenapa aku milih jalan ini? Aku mau cari hal yang mendebarkan dan menyenangkan," balasnya dengan malas. Dia sedang menggenggam kantong plastik berisi es krim dan takoyaki.

Wanita di sebelahnya memutar bola matanya dengan malas, "Ya sudah. Terserah kamu saja. Malam ini ada yang mau ibu bicarakan ke kita. Kamu balik ke sana lagi?" 

"Kamu sudah tahu jawabannya," balasnya singkat sebelum berpisah dengannya. 

Di tempat lain, terlihat Zoey Kasiman sedang bertopang dagu menatap kasus yang berserakan di depannya begitu terdengar bunyi bel pada pintu masuk. Dengan semangat Zoey segera berbenah diri, merapikan meja yang berantakan secepat mungkin.

"Permisi?" ujarnya sambil mengetuk pintu Zoey sebanyak tiga kali dengan tempo yang beraturan.

"Iya, silahkan masuk."

Pintu kayu kusam itu terbuka, terlihat seorang gadis dengan rambut dikepang dua dan mengenakan kacamata bulat tengah menatapnya dengan ragu-ragu. Kaos bunga-bunga berwarna merah dan celana panjang hitam serta sepatu membuatnya terlihat seperti anak sekolahan atau kuliahan.

"Permisi, saya mau ketemu detektif di sini. Saya baca di koran tadi pagi, layanan Anda bisa membantu apa saja."

Zoey masih tersenyum, seolah tidak ada masalah. Debaran di dada Zoey semakin kencang, kadang kala dia menyesal sudah memberikan iklan yang melebih-lebihkan. Namun, dia harus melakukan itu untuk menarik perhatian client.

"Wah, Anda datang ke tempat yang tepat. Ada yang bisa kami bantu?" tanya Zoey dengan bangga.

Gadis berkepang mulai tersenyum lalu mendekat ke arah kursi di depan meja Zoey. "Nama saya Christina. Saya bisa mulai bercerita?" 

"Iya, silahkan. Nona bisa mulai bercerita."

"Baik. Saya tinggal di sekitar Mulyosari. Masih masuk di gang-gang, sih. Tempatnya sepi, sebenarnya tidak ada masalah pada mulanya. Cuman perasaan saya tidak tenang."

"Karena apa?" tanya Zoey heran.

"Setahu saya, rumah di sebelah kiri rumah saya tidak punya peliharaan kucing. Yang tinggal di sana juga seorang wanita berumur. Sesekali anak dan cucunya akan datang. Tapi, satu bulan sekali pada tengah malam akan terdengar suara kucing. Dinding kamar saya berdekatan dengan rumah itu, jadi terdengar jelas setiap tengah malam, saat saya hendak tidur."

Zoey mulai tertarik dengan cerita yang dituturkan Christina. "Apa yang nona lakukan setelah itu?"

"Bersikap biasa saja, tapi sesekali saya mencoba melihat ke dalam pagar rumah itu dan—"

"—dan apa?"

"Terlihat tidak terurus. Tidak seperti biasanya."

"Maksud nona?"

"Biasanya ada bapak tukang yang datang untuk merapikan pekarangan rumah, memotong rumput yang tinggi-tinggi, membersihkan rumah sehingga bersih. Akhir-akhir ini rumah itu terlihat seperti rumah kosong, padahal anak dan cucunya masih datang mampir ke sana. Bukankah ini hal yang aneh?"

Zoey menyetujui pernyataan Christina, "Iya, cukup aneh. Berarti maksud dari kedatangan nona supaya saya menyelidiki rumah di sebelah kiri rumah nona ya?" 

"Iya. Selain itu, kucing tetangga saya hilang. Seharusnya dia yang datang ke sini dan menceritakan langsung, tapi dia tidak berhenti menangis dan mencari di sekeliling kompleks."

Mendengar tentang kasus kucing membuat adrenalinnya meningkat. "Kasus kucing, ya. Apakah saya bisa mendapatkan identitas dan ciri-ciri dari pemilik dan kucing yang hilang?"

"Ah bisa. Kucingnya namanya Hesa. Bulunya berwarna putih keemasan, cantik. Pemiliknya bernama Wanto, berusia tujuh belas tahun."

"Baik, nona dan mas Wanto ini dekat ya berarti?"

"Dia mantan saya. Orang yang cukup playboy di usia semuda itu. Ya, walaupun saya juga masih muda," ujarnya dengan senyuman tipis. Terlihat dia tengah menerawang jauh, terlihat dari pandangannya.

"Baik nona, apakah ada foto kucing Hesa?" 

"Ada. Ini selebaran yang dibuat Wanto," lanjutnya sambil memberikan selembaran kepada Zoey.

"Baik, nona. Terima kasih atas kepercayaannya. Ini nomor saya, jika ada kabar terbaru tolong disampaikan ke saya. Dua hari lagi, nona bisa datang kembali ke tempat ini. Kita akan berdiskusi kembali terkait hal ini."

"Baik, terima kasih atas waktunya," ujarnya lalu pergi dari ruangan Zoey. Sejak kepergian gadis itu, Zoey merapikan catatan yang ditulis sewaktu mendengarkan Christina bercerita. Dia tidak pernah tahu ada suara kucing di tengah malam seperti itu. 

"Hmm, mungkin Nayla bisa lebih paham dengan wilayah ini, seingatku dia tinggal di sana," gumam Zoey lagi.

"Apaan, tuh?" tanya seseorang sambil menempelkan sebungkus es krim ke pipi Zoey.

"Ih! Dingin!" pekiknya, Zoey langsung berdiri dan menatap ke orang yang mengusilinya barusan. Begitu menyadari sosok tersebut, dia langsung melengos dan duduk kembali.

"Nayla, kalau masuk itu bilang-bilang. Seenaknya aja bikin orang kaget. Kamu ketinggalan hal seru," lanjutnya sambil membuka bungkus es krim dan menikmatinya dengan senang.

"Apa memangnya?" Nayla menaruh kantong plastik berisi takoyaki dan duduk di sofa yang ada di sana.

"Ada client datang. Coba  tebak apa kasusnya?"

Nayla mengangkat kedua bahunya dan menatap Zoey dengan ekspresi datar. "Apa?"

"Kucing! Tepat seperti yang kita bahas tadi. Hari ini tepat sebulan dari kasus kucing terakhir, dan hari ini terjadi lagi. Kali ini lokasinya dekat dengan rumahmu, Nay."

"Hah?" Nayla berhenti mengunyah roti dan menatap Zoey heran.

"Di Mulyosari utara. Kamu tahu persis perumahan di sana, mungkin kamu tahu orang-orang yang jadi tetanggamu, kan?" tanya balik Zoey dengan semangat. Binar di matanya terlihat jelas, dia tidak sabar ingin menemukan kucing yang hilang, beserta petunjuk untuk menangkap pelaku penculikan kucing ini.

"Jangan berharap berlebihan ke aku. Kamu menyesal nanti. Beberapa orang aku tahu, tapi tidak semuanya. Kapan kita mau ke lokasi?" tanya Nayla sambil menuangkan teh manis di cangkir untuk Zoey.

"Hmm, mungkin setelah ini. Aku makan dulu," lanjutnya sambil membuka bungkus makanan takoyaki dan minum teh manis di cangkir. "Eh, by the way. Kamu kok lama? Kenapa?" 

Nayla hanya diam, dan menyandarkan kepalanya di sandaran sofa. "Nggak kenapa-kenapa, bukan apa-apa, Zoey."

"Yakin, ya," ujarnya lagi sambil mengucek kedua matanya. Tidak biasanya kepala Zoey terasa seberat ini, dia seperti terkena efek mabuk setelah minum minuman keras.

"Zoey, are you okay?" tanya Nayla setelah melihat apa yang dia lakukan satu menit yang lalu. 

"Oke, kok—"

Belum selesai Zoey menyelesaikan ucapannya, dia tertidur. "Astaga, dasar Zoey," ucapnya sambil tersenyum lalu pergi dari sana. 


-Bersambung-


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro