G.S.K [Part 3]

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hari semakin larut, sebagian orang sudah bersiap-siap untuk pulang. Nuki Adrea, adik laki-laki Zoey mengetuk pintu ruangan kakaknya berulang kali.

"Kak? Masih hidup?" tanya Nuki dengan volume suara dikeraskan. Dia terus mengetuk pintu, semakin lama dia mengerahkan tenaganya supaya kakaknya menyadari keberadaannya.

Nuki merengut heran, meskipun dia tahu kakaknya gemar tidur tapi dia pasti akan bangun setelah dia mengetuk pintu dan memanggilnya dengan volume suara sebesar itu.

"Tumben banget. Kayaknya beneran tidur. Kecapean kali ya?" gumamnya lalu melirik ke meja di depan ruangan tersebut, lalu wajahnya berseri-seri, "Oh iya, kak Nayla pernah bilang kalo dia nggak ada dan kakak nggak bisa dihubungi, aku bisa masuk ke dalam ruangan ini," gumamnya sambil melirik ke kanan dan kiri.

Nuki tersenyum dan mencoba peruntungannya, dengan cekatan dia mengambil vas bunga dan mengeluarkan setangkai bunga plastik dari sana. Setelah menatap lama ke dalam vas bercorak awan, Nuki membalikkan vas bunga hingga terdengar bunyi benda jatuh.

"Nah, ini dia," sahutnya lalu segera mengembalikan setangkai bunga plastik ke vasnya.

Dalam sekali mencoba, Nuki berhasil membuka ruangan  itu. Debaran di dada cukup mengganggu konsentrasinya, ditambah tangan dan kakinya terasa dingin.

Matanya terbelalak, badannya mendadak kaku dan terasa dingin. "Kak?" gumamnya pelan.

Ruangan ini berantakan, kaca jendela yang tertutup, horden jendela terbuka lebar, buku-buku dan kertas berserakan. Ruangan itu tidak kosong, ada seseorang di sana. Dengan kepala menempel di meja, dan mata terpejam.

Nuki mengecek denyut nadi arteri karotis komunis dengan kedua jari yang dirapatkan ke leher Zoey.

Nadi arteri karotis komunis adalah nadi yang terletak pada leher yang akan mengalirkan darah ke otak.

Nuki bernafas lega begitu merasakan denyut nadi di dalam lehernya, "Kak, bikin panik aja," gumamnya pelan sambil mengelap keringatnya.

Berulang kali Nuki menepuk pundak Zoey, berusaha mengembalikan kesadaran kakaknya. Hingga terdengar suara erangan kecil darinya.

"N-nay?" ujarnya pelan.

"Kak, ini Nuki. Keadaan kakak gimana?" tanya Nuki sembari membantu Zoey duduk dengan benar.

Pria itu memegang kepalanya seraya memejamkan mata dan memijat wajahnya pelan. "Hmm."

"Pusing, kak?" tanya Nuki lagi. Dia masih penasaran bagaimana awal mulanya hingga kakaknya bisa berakhir seperti tadi. Namun, dia tidak akan memaksakan diri karena kondisi yang belum memungkinkan.

"Iya, pusing, Nuki. Kamu bawa obat, nggak?"

Nuki segera merogoh kantong celananya dan memberikan blister obat berwarna merah, "Ini kak."

"Itu obat untuk meredakan sakit kepala, isinya parasetamol 350 miligram, ibuprofen 200 miligram dan caffeine 50 miligram. Parasetamol sendiri termasuk analgetik-antipiretik dan ibuprofen merupakan golongan analgetik antipiretik dan anti inflamasi non steroid atau disingkat AINS yang memiliki efek analgetik alias menghilangkan rasa nyeri, antipiretik alias menurunkan demam, dan anti inflamasi untuk menurunkan proses peradangan. Kenapa parasetamop dan ibuprofen dikombinasi dengan caffeine karena memiliki efek sinergis untuk meredakan sakit kepala,"jelas Nuki.

Mereka punya kebiasaan untuk mempelajari obat lebih detail, biar menambah wawasan sedikit tentangnya.

"Untuk dewasa bisa diberikan satu sampai dua kaplet, tiga kali sehari. Kalau anak usia enam sampai dua belas tahun bisa diberi setengah tablet, tiga kali sehari. Cuman perlu makan dulu sebelum minum obat karena bisa membuat lambung terasa perih, makanya di peringatan ada tulisan pada penderita dengan atau adanya riwayat tukak atau perlukaan lambung atau perdarahan saluran cerna harus hati-hati dan diminum setelah makan," lanjut Nuki lagi. Dengan tempo bicara yang cepat, dia sudah selesai menjelaskan beberapa poin tentang obat tadi.

"Oh iya, kakak gimana kondisinya? Kenapa bisa kayak tadi?"

Pandangan Zoey seperti orang ling-lung, kesadarannya belum pulih sepenuhnya. "Aku nggak tahu. Tadi minum teh manis buatannya Nayla, terus kepalaku berat banget—"

"—Kak Nayla dimana, kak?"

Zoey menatap Nuki heran, "Terakhir aku lihat dia ada di sini. Kapan dia pergi?"

"Kakak nggak ngerasa ada yang aneh? Aku dikirimin pesan sama kak Nayla untuk jemput kakak. Ternyata kakak sendirian di sini dan pingsan."

Zoey merengutkan dahinya,"Nuki, jangan berpikir yang aneh-aneh. Nayla pasti punya alasan sendiri. Kalau dia punya niat jahat, seharusnya bukan obat tidur yang dicampurkan, tapi racun."

Nuki terlihat gusar, tidak suka dengan kakaknya yang terlampau santai. "Kak, hati-hati. Kita nggak tahu kedepannya gimana. Kak Zoey ini kakakku satu-satunya. Jaga diri bisa,kan?"

Zoey tersenyum, adik kesayangannya. Kedua orang tuanya bekerja di luar negeri, mereka hampir tidak pernah mengunjungi mereka di negara ini. Zoey hanya punya Nuki, begitu pula sebaliknya.

"Kamu juga hati-hati. Kita tetap bersikap biasa saja, sambil mencari bukti. Bisa ya, Nuki?" ujarnya lagi.

"Sekarang kita keluar dari sini, sudah larut malam. Aku mau lacak keberadaan Nayla dulu," lanjutnya sambil mengotak-atik ponselnya.

Zoey sengaja mengatur supaya dia bisa melacak keberadaan rekan sekerjanya, untuk mengantisipasi kejadian sepeti ini terjadi.

Pria itu mendengkus kasar, hal itu tentu menarik perhatian Nuki. "Kenapa, kak?" tanya Nuki sambil mengunci ruangan tadi dan menaruh kembali di vas bunga.

"Nayla dia di rumah sakit. Kita ke sana sekarang," ujarnya lalu bergegas ke luar bangunan ini.

"Hah? Kok bisa?"

Raut wajah Zoey terlihat tidak baik, terlihat jelas dia sedang panik. "Nuki, nanti aja. Kita bahas ini di jalan. Kamu bawa motor, kan?"

Dua orang ini segera bergegas ke parkiran motor, "Kakak nggak bawa mobil?" tanya Nuki penasaran.

"Bawa. Tapi, kita bakal kejebak macet kalo pake mobil. Lebih baik pake motor aja. Kamu yang nyetir ya," tukas Zoey sambil memasangkan tali pengalam helmnya.

"Kakak, kan, memang nggak bisa bawa motor," ejeknya lalu menyalakan mesin motornya.

Nuki tidak lanjut mengejek kakaknya, dia melihat sekilas kalau Zoey sedikit gemeteran. Dari sana Nuki paham kalau otak, perasaan dan tindakannya sedang tidak sinkron karena panik.

Dari dulu Nuki selalu penasaran, kenapa Nayla mau kerja bareng kakaknya yang menyebalkan ini, begitu pula sebaliknya.

Bertanya pun percuma saja, hanya akan dijawab dengan senyuman dan tawa, pada akhirnya dia menjawab karena ini jalan takdirnya, aneh.

Kadang kala, Nuki dibuat curiga oleh tindakan Nayla. Namun, Zoey tidak pernah mendengarkannya. Selalu saja menanyakan bukti, dan sayangnya Nuki tidak pernah mendapatkan bukti yang dibutuhkannya.  Pada akhirnya, dia hanya akan menaruh perhatian pada Nayla.

Wanita itu gemar sekali membuat teh manis dengan gula yang dibawanya sendiri, bubuk putih itu terlalu mencurigakan. Apalagi Nuki beberapa kali melihat Nayla berada di toko bahan baku kimia. Pertanyaan selalu muncul di benaknya, buat apa wanita itu ke sana?

-Bersambung-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro