Chapter 46

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

[Yuna'a Secret]
==========

'Dia Raya, mantan salah satu mahasiswa kedokteran terbaik di universitas Harvad'

***


Yuna's POV

"Sialan. Gigih juga ya, lo! But you need to know, my boy. Kalau gue ngak bakal beranjak dari hadapan lo sampai mulut lo sendiri yang buat pengakuan", aku menghembuskan nafas kasar sambil terengah-engah.

Sudah dua jam aku berhadapan dengan pria seumuran di depanku ini. Dan sudah berulang kali juga dia pingsan dan sadar karena ulahku. Ralat--- karena ulah orang-orangku.

Aku menatapnya kesal. Amarahku bahkan tidak terbendung sekarang. Baru kali ini, ada oase yang bebalnya minta ampun--- sebutan untuk orang yang harus diintrogasi.

Yah benar, inilah profesi utamaku selain menjadi sekertaris yang bekerja di Park Corp. Aku bekerja di bawah pimpinan ayahku sendiri yang juga berprofesi sebagai pembunuh bayaran.

Wow! Calm down, dear. Itu profesi ayah--- dan aku hanya bertugas untuk mengintrogasi baik itu korban maupun saksi. Sederhananya, anggap saja aku sebagai informan atau mata-mata ayah.

Kenapa harus berprofesi yang menyangkut hal berbau pembunuh bayaran? Singkatnya, salahkan buyut dari buyutku yang membuat kami terjerat dengan profesi tak ber-prikemanusian seperti ini. Itu yang ayah selalu katakan.

Tapi sejujurnya, membunuh itu tidak seringan seperti melafalkan kata tersebut dari mulut sendiri.

Aku dan ayah tidak hidup dengan sekeji itu. Kami merubah paradigma yang diturunkan oleh buyut buyut kami terlebih dahulu, menjadi lebih manusiawi.

Kami selalu bertanggung jawab atas apa yang kami lakukan. Merawat apabila oase itu terluka, memberi santunan apabila oase itu mati mendadak akibat hal yang kami tak duga--- misalkan mati mendadak akibat terkena serangan jantung saat sedang diburu. Kami melakukannya walaupun darah dan sifat yang diturunkan oleh buyut kami itu masih mengalir jelaa di darah aku dan ayah.

Sifat itulah yang membuat ayah selalu gila bekerja dan menyakiti siapun yang dia mau saat introgasi hanya untuk mendapatkan informasi lebih cepat dan tentunya tidak menggangu rutinitas yang biasa ia lakukan di ruang kerjanya.

Ayah lebih banyak bertindak semaunya dan tidak berperasaan. Dan aku sedikit mewarisi sifat itu.

Dulu, aku adalah pribadi yang sangat sulit bersosialisasi. Terlalu dingin dan menjaga jarak dengan siapapun. Bertindak seperti monster dan tanpa belas kasih. Sekalipun aku melakukan itu dengan mempertimbangkan banyak hal dan tipe oasenya.

Karena hal itu aku bahkan tidak memiliki seseorang yang bisa kupercaya hingga seseorang datang ke hidupku.

.
.
.

"Sudah sadar kembali ternyata? Mau sampai kapan sih bertahan. Tubuh lo sudah lebam sana sini, loh"

Akhirnya aku kembali tersenyum mendapati pria itu kembali membuka matanya.

"Cih! Shit!", umpatnya dengan suara yang melemah.

Aku menyiram wajahnya dengan air mineral yang sengaja kubawa saat menuju gudang tua ini. Dia tersentak lalu membuka matanya semakin lebar.

Aku melirik ke arah dua pria berbadan kekar di tiap sisi si oase. Dengan sigap salah satu dari mereka menahan tubuh si oase. Dan satunya lagi menyuntikkan cairan obat ke lengannya.

"Stop it! What are you doing?", oase berteriak histeris menatapku dan lengannya bergantian.

"Menurut lo apa? Gue kasih clue, ya. Dalam sejam lo bakal sesak napas karena alergi lo sendiri."

"Berengsek! Gue bakal lapor lo semua ke polisi. Dan gue pastikan lo dan para iblis nih membusuk di penjara."

"Ouh! Ok! Tell it, hurry. Just an advice for you, don't waste your time, honey!"

Pria itu tetap kukuh tak mau jujur. Dia mengumpat selama lima belas menit hingga nafasnya terengah-engah dan sesak.

Akhirnya manusia selalu luluh jika sadar umurnya sudah di ujung maut.

Dengan susah payah dia bersuara, "1476865399, brankas kantornya".

"Good boy. Panggil dokter. Cepat!", aku menyunggingkan senyum saat seorang dokter datang menghampiri kami.

Dia Raya, mantan salah satu mahasiswa kedokteran terbaik di universitas Harvad saat ayah memutuskan dia untuk menguliahkannya disana dengan pembiyaan penuh oleh keluarga kami tujuh tahun yang lalu. Bekerja dengan ayah adalah bentuk balas jasa kepada keluarga kami karena telah mewujudkan impiannya saat impian itu sendiri sudah sangat membebankan bagi seorang Raya.

"Parah, lo. Telat dikit aja dia bisa mati", Raya menggelengkan kepalanya seraya memeriksa denyut nadi si oase.

"Kan ada elo. Gue yang ngacaukan, elo yang perbaiki", aku tertawa sambil menepuk punggung Raya saat ia membungkukkan badan,  melakukan tugasnya.

"Woy! Gila lo! Gue lagi nyuntik nih! Pergi loh sana, ganggu kerja gue aja."

"Ya ya, dok. Language, please! Aneh deh, ngak ada wibawanya bahasa lo kayak dokter-dokter lain."

"Komunikasi sama monter kayak lo ngak pakai sopan santun. Lagian nih kelewat parah. Lo liat kan profilnya. Diabetes basah nih, nyet. Elo bikin luka sana-sini. Susah nyembuinnya!"

"Gue baca. Tapi kan gue lebih percaya lo, Raya. Elo adalah dokter terbaik yang gue kenal. Lo pasti bisa sembuhin dia. Gue padamu deh, Ray."

"Idih! Merinding gue dengarnya. Buruan lo cabut, jangan sampai gue khilaf suntik lo pakai obat penenang."

"Iya, gue cabut nih. Jangan kerja terlalu capek ya, Raya sayang. Soalnya, stok oase gue masih selusin bulan nih."

"Gila lo, nyet. Pergi! Biarin dua gorila lo tuh di sini", Raya melempar sebelah sepatunya ke arahku seraya menunjuk dua orang berbadan besar di belakangku untuk menghampirinya.

Aku menyerah menghadapi dokter kasar berwajah imut seimut Xiumin EXO itu. Toh, tugasku sudah selesai, hanya tinggal menghampiri kantor si oase dan mencocokan kode yang sempat diucapkan si oase tadi ke benda tersebut.

Langkahku terhenti saat Raya memanggil namaku. Aku berbalik dan menatapnya serius karena memang Raya akan mengatakan hal hal yang cukup serius saat dia tengah melafalkan namaku dengan mulutnya sendiri.

"Sepertinya pacar lo ada di depan pintu tadi. Sejam yang lalu. Dan dia pergi saat gue masuk ke gudang nih"

"Pacar? Chanyeol? Minho?"

"Mereka itu mantan semua kan? Makud gue, pacar baru lo. Kayaknya muka dia mirip deh sama aktor Korea yang main sama Song Hae Kyo. Itu loh drama yang kita tonton bareng tahun lalu."

"Jo in Sung?"

"Ah! Ya. Hampir mirip kan?", Raya si raja marathon drakor tersenyum menatapku.

Ray? Noel? Siapa di antara mereka yang lihat gue di sini?

Aku terdiam sesaat. Jujur saja, aku belum siap jika harus terbuka tentang hal pribadiku dengan siapapun. Hanya Minho. Hanya dia saja orang luar yang boleh tahu tentang hal ini.

Benar, Minho adalah orang pertama yang coba masuk ke dalam hidupku. Dia orang pertama yang menanggapi ringan saat tahu tentang kehidupan pribadiku, tentang profesi tidak manusiawi yang kulakukan. Dia hanya tersenyum saat memergokiku sedang meneriaki dua orang berbadan besar untuk memukuli seorang oase yang tengah kuintrogasi lima tahun yang lalu.

"Lo tetap Yuna yang gue kenal. Yuna yang sudah buat hati gue jatuh ke dalam sosok itu. Gue gak akan mundur untuk tetap hadir di hari hari lo, Na".

***

-tbc-

C.U at 10:65

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro