𝐆𝐔𝐀𝐑𝐀𝐍𝐓𝐄𝐄: BAB 1

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Suasana kantor pagi itu terlihat begitu damai, beberapa pekerja sudah datang dan duduk di meja kerja mereka masing-masing, beberapa orang lainnya juga terlihat baru datang memasuki ruangan. Salah satunya adalah Choi Soobin, pria berumur dua puluh satu tahun tersebut baru tiba beberapa menit yang lalu dan tengah melangkah menuju meja kerjanya.

"Selamat pagi, Soobin!"

Dengan senyuman ramah, Soobin membalas sapaan untuk dirinya. "Selamat pagi, Noona," katanya yang menyapa balik. "Kau terlihat cantik dengan kemeja biru itu," tambah lelaki itu lagi yang memuji, membuat perempuan yang baru saja menyapanya kini merona senang.

"Haha, terima kasih!"

Selesai menyapa beberapa rekan kerjanya, pria itu kemudian duduk dan mulai menyalakan komputer miliknya. Begitu lah sekiranya hari-hari yang Soobin lakukan selama ia bekerja di kantor penerbitan ini sejak satu bulan yang lalu. Dia memang bisa dibilang pekerja baru, tetapi karena sikapnya yang sopan dan terkenal sangat ramah membuatnya jadi sangat mudah untuk beradaptasi dan dikenal oleh para seniornya di sana. Bahkan bukan hanya dikenal tapi hampir semua orang tahu dan ingin dekat dengannya.

Belum sempat layar komputer di depannya menyala, suara dering pada ponsel Soobin yang masih ada di dalam tas sudah lebih dulu terdengar. Tanpa melihat siapa orang yang meneleponnya, pria itu langsung mengangkat panggilan tersebut.

Siapa lagi yang akan menelponnya di jam ini jika bukan teman dekat atau ayahnya, begitu pikir Soobin.

"Ha---"

"SOOBIN!"

Soobin reflek menjauhkan ponsel pada telinganya ketika mendengar suara teriakan dari sebrang telepon. Ia hafal betul siapa pemilik suara ini. Pemuda itu pun langsung memutar bola matanya malas.

"Bisakah kau pelankan sedikit suaramu, Beomgyu? Oh ayolah, kau tahu betul aku sudah berada di kantor jam segini," kata Soobin yang memprotes Beomgyu---salah satu teman dekatnya yang barusan menelpon.

"Cih, jangan berlagak sok sibuk. Kau juga pasti baru sampai," balas Beomgyu yang memasang ekspresi malas tanpa bisa dilihat oleh Soobin. Tepat sekali, dia memang baru saja mendaratkan bokongnya beberapa menit yang lalu. Suara tawa kecil pun terdengar dan membuat Beomgyu mencibir kesal.

Mereka sudah berteman sejak kecil, bisa dibilang mereka sudah sangat dekat hingga bisa tahu dan hafal keseharian masing-masing. Keluarga Soobin baru pindah ke perumahan Beomgyu ketika ia berumur lima tahun dan sejak itu mereka berteman. Meski sering berbeda pendapat atau bertengkar seperti saat ini, namun entah mengapa Soobin dan Beomgyu masih berteman akrab bahkan hingga sekarang. Orang yang baru pertama melihat mereka berdua bersama pasti mengira mereka adalah saudara.

"Dimana kau sekarang, hah?"

"Sudah kubilang aku ada di kantor," jawab Soobin seraya menghela nafasnya panjang. "Bisakah kau sedikit manis? Apa kau lupa aku ini lebih tua darimu, Beomgyu-ssi."

"Ya, ya, orang tua." Sekali lagi Soobin menghela nafasnya, menghadapi tetangganya yang satu ini memang dibutuhkan kesabaran yang ekstra. Belum sempat ia menyahut suara di sebrang telepon sudah lebih dulu terdengar kembali. "Jangan lupa juga kalau kau hanya lebih cepat lahir tiga bulan dariku."

Soobin tak memperdulikan ocehan Beomgyu sebelumnya, ia memilih untuk kembali ke topik pertanyaan sebelumnya. "Ini masih hari selasa, tentu saja aku ada di tempat kerja. Memangnya kenapa?"

Beomgyu di tempatnya berdecih hingga terdengar ke telinga Soobin. "Kapan kau akan pulang?" tanyanya.

"Hee, kau sudah mulai merindukanku meski kita baru bertemu minggu lalu?" kata Soobin yang lalu terkikik geli dan membuat Beomgyu di sebrang telepon langsung meradang.

"Playboy sialan, mimpi saja kau!" Beomgyu kembali berdecak kesal. "Aku bertanya karena aku sudah muak didatangi perempuan yang berbeda untuk ke sekian kalinya, astaga, kapan kau akan berhenti menebar pesona pada gadis-gadis itu??" ujar lelaki yang lebih muda sambil mengacak rambutnya. Soobin yang mendengar nada frustasi di sana pun langsung menautkan kedua alisnya sekilas.

"Hey, bicaramu seakan aku merayu mereka."

"Meskipun tidak tapi tetap saja!" balas Beomgyu yang terdengar kesal. "Cepat datang dan temui pacarmu, telingaku sudah hampir tuli mendengar rengekan konyolnya itu."

Soobin mengernyitkan dahinya, bingung. Dia tidak pernah ingat jika pernah memiliki kekasih sama sekali. "Tapi aku tidak punya kekasih."

"Jangan bercanda."

"Aku serius," kata Soobin. Melihat layar yang sudah menyala, tidak mau membuang waktu, lelaki itu pun menjepit ponsel pada telinga dengan bahunya, sedangkan kedua tangannya mulai bergerak di atas keyboard. Pembicaraannya dengan Beomgyu tidak tahu akan selesai kapan, Soobin tidak mau dirinya terlihat sibuk dengan ponselnya saja.

"Aku belum pernah berpacaran sejak lulus SMA," kata Soobin memberi penjelasan lebih lanjut agar mengurangi kesalahpahaman yang ada.

"Terserah lah mau pacar atau hanya korban sikap manismu sekali pun, intinya kau harus datang ke sini setelah selesai bekerja nanti," final Beomgyu yang terdengar tidak mau menerima penolakan apapun.

Soobin terkekeh mendengar nada bicara Beomgyu yang sepertinya benar-benar sudah lelah. Memang sejak ia lulus selalu ada saja seseorang yang akan datang mencarinya bahkan hingga mencari teman-teman Soobin, memaksa meminta nomornya bahkan sampai mengaku sebagai kekasih. Beomgyu hanya salah satu korban terdekatnya, lelaki itu memiliki bisnis toko kue yang kini sudah menjadi target tempat utama para gadis itu mencari Soobin. Ini semua terjadi sejak Soobin mengganti nomor ponsel dan menonaktifnya semua akun sosial medianya, tampaknya dia memiliki fans tak terduga di luar sana selama ini.

"Baiklah, baik," suara Soobin yang mengiyakan permintaan Beomgyu sebelumnya. "Aku akan ke sana nanti sore setelah selesai bekerja asal kau mau berikan aku tiramisu secara cuma-cuma, bagaimana?" katanya lagi memberikan penawaran.

"Akan aku buat kau mabuk dengan tiramisu, jadi cepat ke sini sore nanti!" kata Beomgyu yang menekan setiap kata di akhir kalimatnya dengan nada ancaman. Soobin yang mendengarnya pun langsung tertawa pelan.

"Aku tutup telponnya kalau begitu," kata Soobin, namun belum sempat ia menutup panggilannya, Beomgyu sudah lebih dulu mengakhirinya hingga membuat Soobin tersenyum geli. Ia pun hanya bisa menggelengkan kepala pelan dan menaruh ponsel ke atas meja setelahnya untuk mulai fokus bekerja.

***

Dengan langkah yang ringan Soobin berjalan menyusuri jalan trotoar pada malam hari itu. Baru saja dia kembali dari toko kue Beomgyu---sesuaii janjinya---dan kini di tangannya sudah ada satu box berisi kue tiramisu yang telah dijanjikan tadi pagi ketika mereka berbicara di telepon. Ia sangat senang bisa mendapatkan kue ini, kue di toko Beomgyu memang sangat lezat! Bahkan Soobin tidak bisa menyembunyikan senyuman bahagianya sama sekali.

Tadi saat ia datang, toko kue milik Beongyu terlihat sangat ramai hingga membuatnya pada akhirnya hanya bisa duduk dan sesekali membantu di kasir. Mereka tidak terlalu banyak membahas masalah perempuan yang datang pagi tadi, tapi Beomgyu tentu saja tetap memberikan ceramah dan omelannya pada Soobin. Tapi siapa yang perduli, selagi dia mendapatkan kuenya secara gratis. Soobin cukup menutup telinga dan mengabaikan ocehan Beomgyu saja.

Beberapa langkah sebelum ia mencapai rumahnya, tiba-tiba langkah Soobin terhenti begitu melihat di depan gerbang ada tiga orang berbaju serba hitam tengah berdiri di sana seperti mencari sesuatu. Senyum cerah di wajah Soobin pun langsung berganti dengan wajah kebingungan, apa yang para pria berjas itu cari di rumahnya?

"Permisi, apa kalian mencari sesuatu?" kata Soobin yang memberanikan dirinya untuk mendekat dan bertanya. Ketiga pria tersebut secara bersamaan langsung menatap ke arahnya dengan pandangan menilai.

Soobin jadi merasa sedikit tidak nyaman ditatap dari atas kepala hingga ujung kaki seperti itu. Siapa sebenarnya mereka? Mengapa para pria berjas ini bisa berdiri di depan rumahnya dengan pandangan seperti itu? Hati Soobin jadi tidak tenang, ia merasa ada yang salah namun lelaki itu tetap mencoba berpikir tenang.

"Ada apa kalian berdiri di depan rumahku...?"

"Ini benar rumah keluarga Choi?" tanya balik salah satu diantara mereka yang mengabaikan pertanyaan Soobin sebelumnya. Lelaki itu pun mengangguk meski kelihatan sedikit ragu untuk menjawab. Soobin tidak mengenal mereka.

"Kau salah satu orang yang tinggal di sini juga?" Sekali lagi Soobin mengangguk menjawab pertanyaan pria asing itu.

"Ada apa?"

"Kami harus menagih uang yang dihutangkan oleh kantor Choi yang sudah merugikan perusahaan boss kami," jelas salah satu pria yang telihat paling mencolok dengan anting berwarna silver di telinga kanannya.

Soobin menatap syok ke pria itu. "Hutang? Sejak kapan? Appa saya tidak pernah memiliki hutang apapun," katanya. Benar, memang selama ini yang dirinya tahu keluarganya tidak pernah memiliki masalah dengan keuangan mereka sejak ia kecil. Mendengar jika ayahnya memiliki hutang adalah sesuatu yang cukup mengejutkan.

"Tapi itu yang tertulis di sini."

Dengan ragu-ragu Soobin menarima secarik kertas yang disodorkan ke hadapannya, betapa terkejutnya ia begitu membaca tiap baris yang tertulis di sana. Bagaimana mungkin perusahaan ayahnya bisa melakukan hal seburuk itu? Tapi nama yang tertera di sana jelas jika betul memang itu nama perusahaan milik ayahnya. Namun tetap saja dia masih tidak paham.

"Tolong beri saya waktu sebentar, saya harus membicarakan ini dengan Appa saya," pinta Soobin yang sedikit memelas untuk mendapatkan kesempatan. Ketiga pria itu pun saling bertatapan beberapa saat sebelum akhirnya mengangguk mengiyakan permintaan Soobin.

Melihat tiga pria berjas itu pergi dari rumahnya, Soobin pun menghela nafasnya lega. Dengan langkah tergesa ia segera masuk ke dalam rumah untuk mencari keberadaan sang ayah, namun nihil, tidak ada suara sahutan sama sekali meski Soobin sudah berlari mengitari rumahnya yang luas itu. Bahkan bibi yang biasanya masih akan berada di rumah juga tidak terlihat batang hidungnya, malam itu rumah Soobin terlihat begitu sunyi. Tanpa mau membuang waktu ia pun memutuskan untuk segera menelepon ayahnya.

"Appa!" panggil Soobin ketika panggilannya dijawab beberapa detik setelah ia mendial nomor tersebut. "Appa sekarang ada dimana?" tanyanya terdengar sedikit terengah, lelaki baru saja selesai mengelilingi rumahnya yang tidak bisa dibilang kecil dengan tergesa tentu saja sekarang nafasnya jadi terengah.

Seperti tahu maksud Soobin menelponnya, ayah Soobin pun tersenyum lemah di sana. "Mereka sudah datang ke rumah?" tebak ayahnya membuat Soobin terkejut.

"Jadi Appa sudah tahu?"

"Appa bisa jelaskan semuanya, Soobin," ujar pria paruh baya itu sambil mencoba menenangkan Soobin yang masih terkejut. Ia pun mulai menjelaskan semuanya dari awal pada anaknya.

Soobin tidak bisa mempercayai bahwa semua ini benar, perusahaan ayahnya sungguhan berhutang karena penggelapan dana yang tidak sedikit. Semua ini sebenarnya adalah ulah pamannya, beberapa waktu yang lalu paman Soobin membantu bekerja di perusahaan ayahnya sebagai kepala divisi keuangan namun siapa sangka jika pamannya akan bermain licik dengan menggelapkan dana perusahaan yang baru saja akan berkeja sama dengan perusahaan mereka. Betapa banyaknya kerugiaan yang disebabkan oleh hal tersebut, apalagi perusahaan yang diseret adalah perusahaan yang cukup besar dan berpengaruh.

"Lalu dimana sekarang paman?" tanya Soobin yang mencoba menahan emosinya yang sudah naik ke ujung kepala setelah selesai mendengarkan seluruh cerita ayahnya. Tidak bisa Soobin percaya, paman yang selama ini dekat dengan keluarganya justru mengkhianati ayahnya sendiri.

"Appa sudah mencarinya sejak tadi pagi dan yang bisa ditemukan hanya jejak kepergian pamanmu, dia sudah kabur membawa semua uang itu pergi ke luar negeri bahkan sejak satu minggu yang lalu. Sekarang Appa sama sekali tidak bisa menghubunginya."

Soobin bisa mendengar nada frustasi ayahnya di ujung sana, kalau boleh jujur dia sendiri pun sangat pusing. Kepala Soobin rasanya ingin pecah begitu mendapatkan kabar buruk seperti ini, bagaimana caranya mereka membayar semua kerugiaan itu jika penyebabnya justru sudah kabur entah kemana.

"Memangnya berapa hutang yang ditanggung perusahaan karena penggelapan dana yang paman lakukan?" tanya Soobin hati-hati sembari menggigit bibir bawahnya, bersiap mendengarkan nominal angka yang akan disebutkan oleh ayahnya.

Pasti itu tidak kecil....

"Bahkan meski kita sudah menyerahkan seluruh perusahaan tetap saja masih ada sisa yang harus dibayar."

Mendengar jawaban tersebut membuat tubuhnya seketika terjatuh lemas ke sofa, Soobin terlalu syok mengetahui bahwa hutang mereka sebanyak itu, lelaki itu sama sekali tidak tahu harus berbuat apa. Ia bahkan baru bekerja sejak satu bulan yang lalu, dia tidak memiliki tabungan yang cukup banyak untuk menutupi semua itu.

Namun meski pikirannya tengah kalang kabut saat ini, dengan sedikit paksaan ia mencoba untuk tersenyum.

"Tenang saja, Appa," katanya mencoba menenangkan setelah cukup lama terdiam. Soobin sendiri bahkan sejujurnya tidak yakin harus mencari uang kemana, tetapi dia tidak bisa membiarkan dirinya dan sang ayah jatuh begitu saja. Hidup berdua dengan ayahnya selama ini membuatnya sadar jika mereka harus bisa saling menguatkan satu sama lain di kondisi apapun.

"Soobin pasti akan cari jalan keluarnya."

...........o0o...........

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro