𝐆𝐔𝐀𝐑𝐀𝐍𝐓𝐄𝐄: BAB 6

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Soobin mematung di tempatnya berdiri, wajahnya melongo kecil begitu melihat sebuah mobil sedan yang tidak asing lagi di matanya itu sudah terparkir dengan cantik di depan pintu kantornya.

Ini sudah dua minggu sejak terakhir kali Yeonjun mengirim orang untuk menjemputnya, dan sudah berkali-kali ia katakan jika Soobin tidak mau dijemput seperti ini lagi. Namun tampaknya peringatan tersebut hanya masuk di kuping kanan dan keluar di kuping kirinya.

Pernah suatu hari, Soobin nekat kabur dari jemputan itu, namun sayang sekali dirinya harus tertangkap di tengah jalan ketika hampir sampai di halte bus. Yeonjun seperti menaruh banyak mata di sekitarnya yang siap untuk melacak keberadaan lelaki itu. Tidak ada cara yang bagus untuk kabur sama sekali.

Soobin mengehela nafasnya panjang. Pria itu berjalan keluar dengan langkah berat sambil menunduk, mencoba menghindari tatapan dari beberapa pekerja di sana. Ia malu sekali jujur, Soobin sampai ditanyai ini dan itu karena selalu dijemput dengan mobil mewah yang mencolok.

"Hati-hati." Soobin menoleh ketika ada yang menahan tubuhnya ketika akan menabrak pintu kaca, memang ini salahnya yang berjalan sambil menunduk, dia jadi tidak memperhatikan hal di sekitarnya.

"Terima kasih...."

"Mobilnya ada di depan, Tuan."

Pria yang tadi menahan Soobin dengan sangat sopan menunjuk ke pintu keluar, mempersilahkan Soobin untuk jalan lebih dulu di depannya.

Tapi tidak seperti sebelumnya, Yeonjun tidak lagi mengirim enam orang sekaligus untuk menjemput Soobin. Hanya ada sekitar satu atau dua pria yang akan menjemputnya setiap hari, dan itu memang pilihan yang lebih baik meski Soobin tetap saja tidak mau menerimanya.

"Apa hari ini kau akan mengantarku langsung ke rumah lagi?" tanya Soobin. Ia teringat jika beberapa hari belakangan orang suruhan Yeonjun selalu mengantarnya langsung ke rumah, dia tidak setiap hari bertemu Yeonjun karena alasan sibuk dengan pekerjaan. Entahlah, lagi pula Soobin tidak terlalu memperdulikannya juga.

"Atau kita pergi ke kantor dan bertemu Yeonjun? Apa pekerjaannya masih sepadat kemarin?"

Lalu kenapa sekarang kau bertanya jika memang tidak perduli?

Soobin sendiri tidak paham, tapi yang pasti dirinya sangat penasaran dan ingin tahu apa yang tengah dilakukan oleh Yeonjun. Pria itu tampaknya sibuk sekali.

"Ya, hari ini kau bisa bertemu dengannya."

Entah ada angin apa, tiba-tiba Soobin melonjak senang hingga sedikit mengejutkan pria di sebelahnya. Buru-buru ia mengubah ekspresinya menjadi datar agar tidak disalahpahami dan mengangguk dengan kaku.

"Oh, begitu," sahutnya acuh tak acuh.

Kali ini aku akan memarahinya di depan wajahnya secara langsung! Senyuman licik di wajah Soobin tidak bisa ia sembunyikan dengan baik, saat ini di pikirannya sudah tersusun banyak sekali rencana jahat. Soobin tidak sabar untuk melampiaskan segala kekesalannya pada Yeonjun karena tidak pernah mau mendengarkan peringatannya.

Begitu niatnya.

Beberapa saat kemudian, ketika mobil sudah berhenti di depan kantor Yeonjun, tiba-tiba saja mulut Soobin menjadi kelu. Jantungnya berdegup cukup cepat, seperti pertama kali ia datang ke tempat ini. Mata Soobin mengintip ke jendela mobil dan melihat bagaimana kesibukan yang ada di sana, tanpa sengaja pupilnya menangkap sosok Yeonjun yang baru keluar dari gedung dan berjalan agak tergesa ke arahnya. Pria itu hanya sendirian, cukup aneh untuk posisi seorang direktur tidak diikuti oleh bawahannya. Kemana sekretarisnya itu?

"Soobin-ah," panggil Yeonjun dengan wajah sumringah ketika membuka pintu mobil dan masuk ke dalam.

"Um ya, halo...."

"Bagaimana harimu, hm? Apakah pekerjaanmu berjalan dengan baik?"

"Aku baik, bagaimana denganmu?"

"Aku tidak bisa lebih baik dari sekarang jika bertemu denganmu," balasnya dengan ceria. Yeonjun menunjukkan senyuman yang sangat tampan dan terasa manis hingga membuat Soobin agak kikuk ketika menanggapinya.

Sebegitu bahagiakah dia ketika bertemu denganku? Soobin jadi merasa tidak enak, bahkan dirinya sudah berpikir buruk namun nyatanya Yeonjun justru berbahagia.

"...."

Melihat Soobin yang tampak menunduk dengan gugup dan tidak menjawabnya, kedua alis Yeonjun pun langsung saling bertautan. "Ada apa, Soobin?" tanyanya khawatir. "Kau baik-baik saja?"

Apanya yang baik-baik saja! Aku sedang berpikir bagaimana cara memarahimu!, balas Soobin yang hanya bisa bersuara dari dalam pikirannya sendiri.

"Yeonjun hyung."

"Ya?"

Soobin menoleh dan dengan berani menatap Yeonjun sekarang. "Bukankah aku sudah bilang untuk tidak lagi menjemputku? Kenapa kau tidak mendengarkan keluhanku?" tanyanya seraya menghela nafasnya panjang.

"Aku tidak mau melakukannya," jawab Yeonjun dengan tegas meski wajahnya tetap tersenyum tipis.

"Kenapa?"

"Aku ingin memastikan sendiri jika kau pulang ke rumah dengan selamat," balasnya lagi. Tangan kanannya terulur ke arah Soobin, dengan gerakan perlahan ia menyingkirkan poni rambut yang menghalangi wajah lelaki itu agar tidak mengganggu.

Matanya terpaku ke wajah Soobin beberapa saat tanpa berkomentar, sedetik kemudian ia tersenyum.

"Kau tampan sekali."

Ini bukan pujian pertamanya, Soobin sudah sering mendengar pujian seperti itu, tapi entah mengapa wajahnya langsung berubah menjadi kemerahan. Jantungnya juga kembali berdegup lebih cepat dari biasanya.

Perasaan ini aneh sekali.

Tidak mendapatkan jawaban lagi, Yeonjun pun akhirnya sedikit memundurkan tubuhnya dan tersenyum maklum. Dirinya ingin sekali memeluk atau mencium lelaki itu, tapi ia takut membuat Soobin tidak nyaman berada di dekatnya jadi lebih baik baginya untuk menahan diri ketimbang dibenci oleh lelaki yang ia cintai.

"Soal jemputan tadi," kata Yeonjun yang kembali pada topik sebelumnya. "Aku bisa saja melakukan seperti yang kau pinta, tapi ada syaratnya," ujarnya sembari menatap ke arah Soobin penuh arti.

"Apa syaratnya?"

"Kau pindah dan tinggal bersamaku," jawab pria berjas hitam itu dengan entengnya membuat Soobin langsung membuka mulut.

"Apa?!"

"Tinggal bersamaku," ulang Yeonjun lagi dengan suara yang lebih jelas. "Dengan begitu kau tidak perlu melihat supir mengantar atau menjemputmu karena aku yang akan melakukannya sendiri," tambahnya memberikan penjelasan kepada Soobin yang semakin membuat lelaki itu melongo.

"Kau gila." Soobin menggeleng kencang mendengar penjelasan Yeonjun barusan. Tidak mungkin ia bisa mengiyakan hal seperti itu. "Aku tidak mau!"

Yeonjun mengerti, mungkin ini terlalu cepat untuk Soobin bisa menyetujui hal tersebut. Oleh karena itu ia pun mulai mencari solusi yang lainnya.

"Bagaimana jika kau pindah ke kantorku saja, itu lebih baik bukan? Kau tidak perlu memerdulikan tatapan orang, tidak akan ada yang berani membicarakan hal buruk tentangmu jika kau bekerja di kantorku."

Tawaran yang diberikan selanjutnya membuat Soobin terdiam. Memang ini lebih baik daripada ia harus tinggal satu rumah dengan Yeonjun langsung, tapi lelaki itu juga tidak bisa langsung menerimanya. Dirinya baru bekerja di kantornya yang sekarang beberapa waktu yang lalu, dia juga sangat menyayangi pekerjaannya tersebut, jadi cukup berat untuk Soobin bisa memilih.

"Bagaimana, hm?"

"Aku tidak bisa," kata Soobin sambil menunduk menatap ujung sepatunya. "Aku baru saja bekerja di sini tidak mungkin aku keluar."

"Kalau begitu kau harus menerima jika aku mengirim para penjaga untukmu. Aku ingin selalu memastikan kau baik-baik saja."

Soobin jadi semakin galau, ia mengacak rambutnya dengan gusar. Bingung harus memilih yang mana.

"Semua pilihan ada di tanganmu, Soobin." Yeonjun dengan santai menyandarkan punggungnya ke sandaran mobil, sesekali melirik ke arah Soobin yang masih menunduk dan seperti tengah memikirkan sesuatu. Diam-diam ia tersenyum samar.

"Kau bisa mendapatkan gaji yang lebih baik jika bekerja bersamaku."

Mendengar kata gaji membuat kepala Soobin terangkat, ia secara terang-terangan menoleh dan menatap Yeonjun. "Memangnya aku akan berada di posisi apa jika bekerja di kantor besar seperti itu?" tanyanya yang tampak mulai tertarik.

Yeonjun tidak bisa menyembunyikan senyumannya ketika melihat Soobin dengan kedua mata berbinar menatapnya menunggu jawaban dengan penuh harap.

"Apa kau mau menjadi sekretaris pribadiku?" tanya Yeonjun membuat Soobin terkejut, tanpa pikir panjang lelaki itu langsung menggeleng cepat. Dia tidak mungkin mengambil posisi itu seenaknya, bagaimana dengan nasib sekretaris asli Yeonjun nanti. Dia bukan orang jahat yang tega mengambil kesempatan dan pekerjaan orang lain begitu saja.

"Kau gila, tentu saja aku akan menolaknya!"

Yeonjun tersenyum tipis, ia tahu jawaban itu akan keluar dari mulut Soobin. "Lalu kau mau berada di divisi apa?"

"Kenapa kau malah bertanya seperti itu padaku?"

"Aku ingin Soobin bekerja di posisi yang ternyaman," ujar Yeonjun tulus. "Saat ini kau bekerja di kantor penerbitan, bukan? Apa kau suka jika bekerja bersamaku di bagian divisi pemasaran? Oh, atau kau mau menjadi pimpinan redaksi saja?"

Sekali lagi Soobin harus dibuat menganga mendengar penuturan pria bersurai hitam di sampingnya ini.

Soobin tahu jika Yeonjun direktur di sana, dia bisa melakukan apapun pada perusahaannya tapi ia tidak menyangka jika pria itu akan menawarkan jabatan yang cukup tinggi padahal dia sendiri masih bisa dibilang belum cukup berpengalaman. Apa kata para bawahannya nanti jika Soobin yang notabenenya adalah seorang anak baru langsung menjabat di posisi yang tinggi.

"Tidak, tidak, yang ada aku akan menjadi bahan gunjingan pekerja di sana," tolak Soobin yang menggeleng-geleng cepat.

"Kau tidak perlu memperdulikan mereka."

Soobin masih pada pendiriannya, dia kembali menggeleng menandakan ketidaksetujuannya. "Aku tidak bisa untuk posisi setinggi itu.

"Tapi jika untuk bergabung dalam divisi pemasaran, mungkin aku akan memikirkannya lagi," katanya. Yeonjun menaikkan kedua alisnya cukup tinggi, punggungnya bahkan sudah menegak saking senangnya mendengar hal tersebut.

"Kau mau mempertimbangkan untuk bekerja di kantorku?" tanya Yeonjun dengan wajah yang cerah, membuat Soobin sedikit kewalahan menanggapinya. Dengan kikuk ia mengangguk.

"Tapi tidak untuk sekarang, aku belum bisa keluar dalam waktu dekat."

"Tidak masalah, aku akan menyimpan posisi ini untukmu sampai kapan pun hingga kau datang."

"Tidak perlu berlebihan...."

"Tidak ada yang berlebihan jika itu untuk Soobin-ku," balas pria yang lebih kurus sambil mengulurkan tangannya dan mengusap puncak kepala Soobin. Itu semua ia lakukan secara reflek, namun berhasil membuat Soobin tertegun dan salah tingkah.

Soobin-ku....

Dia dengan mudah mengklaim begitu saja!

***

Penawaran tentang pindah kerja tersebut menghantui Soobin setiap saat bahkan ketika dirinya tengah sibuk menatap layar komputer di tempat kerjanya. Hal itu tentu membuat dirinya sebal, lantas banyak sekali pekerjaan yang tertunda akibat kelalaian dan ke-kurang-konsentrasi-annya ini. Memang penawaran Yeonjun untuk pindah minggu lalu begitu menggiurkan, bagaimana tidak?

Soobin sudah beberapa kali datang ke sana dan melihat langsung aktifitas yang ada di kantor besar itu. Dia juga mencari tahu tentang tempat itu di internet dan betapa terkejutnya ia melihat beberapa pencapaian serta kerja sama yang sukses dilakukan oleh perusahaan itu. Sungguh sebuah keberuntungan yang besar bagi kantor milik ayahnya bisa bekerja sama dengan mereka jika saja semua itu berjalan lancar, andai waktu bisa diputar dan Soobin bisa menghentikan perbuatan jahat yang pamannya lakukan.

Satu fakta baru yang ia ketahui melalui internet adalah rupanya Yeonjun bukan hanya bekerja di perusahaan besar itu melainkan ialah pemilik dari semua gedung-gedung pencakar langit tersebut.

Soobin ingat sekali bagaimana dirinya menahan teriak dan hampir menjatuhkan ponsel di supermarket ketika tengah menemani Beomgyu berbelanja bahan untuk toko kuenya. Waktu itu Beomgyu sampai dibuat panik mengira bahwa temannya melihat hantu sebelum ia tersadar bahwa ternyata Soobin terkejut melihat ponselnya sendiri.

"Ada apa?!" Beomgyu benar-benar panik sore itu, tapi Soobin bahkan tidak bisa mengeluarkan suaranya dan hanya terdiam menatapi layar ponsel. Kesal menunggu jawaban yang tak kunjung datang, Beomgyu pun langsung merebut ponsel Soobin dan membaca artikel yang berhasil membuat sahabatnya ini seperti baru saja melihat hantu.

Namun yang terjadi dirinya justru ikut membuka matanya lebar dan bahkan berteriak di tengah keramaian supermarket.

Soobin menggeleng kencang, mencoba berhenti untuk terus memikirkan semua itu dan kembali ke dunia nyata. Namun tampaknya hal itu tetap tidak berhasil.

Pada akhirnya Soobin memutuskan untuk pindah ke kantor Yeonjun setelah satu bulan terus berdebat dengan batinnya sendiri. Dorongan dari Beomgyu lah yang membuat dirinya pada akhirnya setuju. Setiap mereka bertemu Beomgyu selalu saja membahas tentang;

"Dia yang menawarkan untuk pindah ke sana, bukan? Kenapa kau masih berpikir?"

"Kau akan hidup lebih baik jika bekerja di sana!"

"Aku dengar perusahaan itu punya project bersama perusahaan A yang sedang sukses."

"Tidak usah perdulikan Yeonjun, ini demi masa depanmu! Kau benar-benar akan menjadi seseorang yang hebat di sana."

Soobin sampai dibuat bosan dengan topik pembicaraan seputar perusahaan Yeonjun tiap berbicara dengan Beomgyu. Ia selalu saja membanggakannya seakan itu adalah perusahaan milik keluarganya sendiri. Padahal dulu dia adalah orang pertama yang menentang ketika Soobin bercerita soal Yeonjun yang menyatakan cinta kepadanya beberapa tahun lalu.

Aneh sekali!

Di sini lah Soobin sekarang, berdiri di depan kantor bertingkat yang sangat megah dengan pintu kaca otomatis di bagian depan. Dari luar saja Soobin sudah bisa mengintip bagaimana bagusnya lobby calon tempat kerja barunya ini. Ada rasa berdebar tersendiri di dalam hatinya ketika pertama kali melangkahkan kaki masuk ke dalam, sebelumnya dia hanya sebatas mengintip dari dalam mobil saja tidak pernah sampai menginjakkan kaki secara langsung seperti ini.

"Ada yang bisa saya bantu, Tuan?"

Resepsionis yang berjaga di depan langsung berdiri ketika melihatnya mendekat, tidak seperti yang Soobin bayangkan---seseorang yang cuek dengan tampang galak---wanita di depannya ini justru jauh dari kata galak, ia terlihat anggun dan sopan. Kantor Yeonjun tidak sembarangan memilih pekerjanya.

"Umm...." Soobin segera merogoh kantung jasnya dan menyodorkan sebuah kartu kecil bercorak silver kepada sang resepsionis. Yeonjun menyuruhnya untuk menyerahkan kartu itu ketika sampai di sana tanpa tahu maksud dari kartu itu sendiri. Di sana hanya ada tulisan berbahasa inggris dengan nama lengkap Yeonjun beserta tanda tangannya di ujung kanan bawah.

"Saya---"

"Oh! Maafkan saya, Tuan. Silahkan ikuti saya ke sebelah sini, Tuan Yeonjun sudah menunggu Anda di ruangannya," kata wanita itu lebih dulu sebelum Soobin berhasil untuk mengatakan sesuatu, seperti sudah tahu tujuannya datang ke tempat ini hanya dengan melihat selembar kartu. Dengan kikuk Soobin pun hanya menurut dan mengekori di belakang.

Soobin di bawa ke lantai 12 dan berhenti di depan sebuah pintu besar setinggi dua setengah meter, mungkin? Soobin sendiri tidak yakin, yang pasti itu adalah pintu yang sangat besar.

"Silahkan, Tuan."

Soobin ditinggal begitu saja oleh wanita itu setelah ia selesai mengantarnya kemari. Dia ingin sekali menghentikan sang resepsinonis dan minta untuk ditemani ke dalam, namun apa boleh buat sosok itu sudah lebih dulu menghilang dari sana.

Soobin menatap ragu ke arah pintu kayu bercat abu gelap di depannya ini, beberapa kali menarik nafas dan berdoa sebelum akhirnya memberanikan diri untuk mengetuk pintu tersebut.

Tok... tok... tok....

Suara seseorang yang familiar di telinga Soobin terdengar dan menyuruhnya untuk masuk, namun yang ia lakukan justru mematung di depan pintu hingga akhirnya pintu itu terbuka dari dalam.

"Aku bilang masuk saja Tae---oh, Soobin?" Yeonjun yang baru saja membuka pintu terkejut begitu melihat Soobin di depan bukannya Taehyun, ia pikir yang mengetuk tadi adalah sekretarisnya karena hanya dia lah yang berani mengetuk seperti itu.

Siapa sangka jika ternyata yang datang adalah pujaan hatinya.

Lelaki di hadapan Yeonjun pun tak kalah terkejutnya, ia tersentak pelan dan dengan gugup mengalihkan pandangannya. Entah mengapa bertemu dengan Yeonjun di sini terasa sangat berbeda, lagi pun sekarang Soobin harus menganggap Yeonjun sebagai bossnya.

Soobin pun membungkuk. "Saya datang untuk---"

"Kau sudah mau mulai bekerja hari ini?" Suara Yeonjun yang memotong kalimat Soobin sebelumnya dengan nada ceria. "Ayo masuk, Soobin-ah!" Pria itu membuka lebar pintunya dan membiarkan Soobin masuk ke dalam.

Ruangan di dalam sangat luas dan nyaman, ada meja kerja juga sofa dan meja kaca. Setelah diperhatikan dengan seksama, rupanya kantor Yeonjun berdominan warna-warna monokromatik. Tapi hanya di dalam ruangan ini dia bisa melihat warna yang lebih berbeda seperti memang sudah didesain khusus.

"Kau kemari dengan supirku?" tanya Yeonjun yang membuyarkan lamunan Soobin.

"O-oh, saya ... itu...."

Yeonjun terkekeh. "Ada apa dengan suaramu?" tanyanya terheran-heran dengan tingkah aneh Soobin. "Kau santai saja seperti biasanya, aku tidak akan mewawancaraimu sama sekali. Tidak perlu berubah menjadi formal seperti itu kepadaku."

Soobin seketika merasa bodoh dengan tingkahnya sendiri, kenapa juga dia harus gugup jika orang di sebrang sofa adalah seseorang yang dia kenal.

"Maaf, aku terlalu gugup."

"Tidak perlu gugup," kata Yeonjun. "Siapa yang mengantarmu kemari?"

"Wanita di resepsionis."

"Oh." Yeonjun mengangguk-angguk paham. Sedangkan Soobin tampak sedikit kebingungan dengan respon tersebut.

"Kenapa?"

"Kau menunjukkan kartu yang aku berikan padanya, bukan?" Suara Yeonjun yang justru bertanya balik dan dijawab anggukan kecil oleh Soobin. "Bagus lah kalau begitu. Jika tidak membawanya kau mungkin harus menungguku di bawah."

Soobin belum tahu bahwa tidak ada satu pun pekerja yang dibolehkan untuk sembarangan masuk atau keluar di ruangan ini, karyawan yang lain pasti akan mengirim pesan atau menelepon jika ingin bertemu dengannya dan mereka tidak akan masuk ke dalam sana melainkan pergi ke ruangan lain, karena Yeonjun sangat tidak suka ruang pribadinya diusik.

"Aku tidak suka memberi izin sembarang orang untuk masuk ke ruangan ini," lanjut pria itu lagi yang menjelaskan seraya mengangkat bahu sekilas lalu tersenyum. "Kartu yang aku berikan padamu itu adalah akses khusus untuk bisa bertemu denganku secara langsung."

Soobin membuka matanya lebar, menyadari bahwa dirinya baru saja mendapatkan akses khusus untuk masuk ke sini meskipun ia masih menjadi pegawai baru, atau bahkan belum sempat mulai bekerja di sini sama sekali.

...........o0o...........

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro