26. Serasa Pengantin Baru

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sebelum ziarah ke Jogja, rombongan kecil Almira ziarah dahulu ke sesepuh pesantren mereka mondok, lantas sowan ke ndalem Abah Dullah. Barulah, rombangan itu meneruskan perjalanan menuju Kota Budaya ini.

Emil sendiri, begitu Almira dan teman-temannya berangkat, dia diajak Mama Lestari untuk makan dengan korean chicken buatan Almira. Seraya menyantap korean chicken buatan istrinya yang ditemani Mama Lestari dan Asraf, dia banyak bertanya tentang Almira, salah satunya adalah perkara makanan favorit Almira, ternyata istrinya suka oseng cumi. Uniknya tentang hasil menggali informasi Almira, dia menemukan fakta bahwa istrinya tidak suka pisang, tetapi suka banget es krim rasa pisang.

Dek, kangen.

Emil mengirim pesan rindu. Dia sudah pulang dari rumah mertua ba'da maghrib. Malam jumat, gema sholawat al-barzanji yang diiringi tabuhan hadroh para santri di Masjid Al-Anwar baru selesai digelar. Begitu Emil yang juga ikut menyampaikan pesan rindu pada Baginda Nabi SAW dan ziarah Abah Rosyid, pulang ke ndalem, mengganti pakaian, langsung menyambar ponsel untuk mengirim pesan itu.

Di waktu yang sama, Almira yang masih dalam perjalanan ke Jogja sedang tidur seraya menyandarkan kepalanya ke sebelah bahu Shizuka. Ponselnya sedang dipinjam Shizuka karena tadi sahabatnya itu meminta tethering sebab kehabisan kuota, tapi dia mager untuk beranjak mengambil ponsel, menyuruh Shizuka mengambil ponselnya di sling bag dengan dirinya memberi tahu kata sandi--ponsel dan hot spot--dalam keadaan masih merem.

"Mir, Mimir, ada WA dari suami kamu." Shizuka mencoba membangunkan Almira seraya menepuk sebelah tangan sahabatnya yang terlelap tidur di sebelah bahunya. Dalam hati, dia juga meledek diri sendiri sebab baru saja mengaktifkan hot spot milik Almira, pesan romantis Emil masuk, menjadikannya secara tak sengaja membacanya lewat bar notifikasi yang muncul, meledek diri perkara ngenesnya nasib jomblo yang harus menyaksikan pesan keromantisan pasutri.

"Mir, bangun," panggil Shizuka seraya mengulang tepukannya.

Almira terlampau lelap. Dia tak kunjung bangun, hingga sadar saat dengan jailnya Shizuka membisiki isi pesan itu untuknya.

"Mir, Mas suami kamu WA; Dek, kangeeeennn."

Almira kaget dengan bisikan yang ada. Dengan setengah sadar, menyambar ponsel miliknya di tangan Shizuka. Membaca pesan Emil dengan perasaan kurang percaya bahwa dirinya dipanggil Dek.

"Jangan liat-liat dong, Shi," tegur Almira yang mendapati sahabatnya itu melirik-lirik chat-nya dengan Emil. Nasib sungguh nasib, tapi pesan tadi sudah terbaca oleh Shizuka, dia jadi malu.

Bukan menjawab dengan kata-kata, Shizuka malah mengedipkan sebelah mata untuk meledek. Walau remang karena berada dalam mobil dengan mengandalkan pencahayaan alami dari luar yang tidaklah seberapa, kedipan mata belo Shizuka terlihat jelas oleh netra Almira, menjadikan Almira melototkan kedua mata sipitnya. Lantas Shizuka terkikik untuk kemudian mengalah dengan sibuk pada ponselnya sendiri.

Kikikan Shizuka juga sempat membuat Hesti dan Vivi yang duduk di jok depan mereka menengok ke belakang sebab penasaran, untung saja mereka cepat puas dengan timpalan Shizuka, "Langka apa-apa koh. Wis, turu, turu."

(Nggak ada apa-apa kok. Udah, tidur, tidur)

Ukiran senyum terpampang jelas di bibir Almira begitu dirinya membaca isi pesan Emil. Pipinya yang sebelumnya terasa amat dingin, mendadak terasa hangat. Hatinya dipenuhi taman bunga mekar berwarna-warni.

Jail. Begitulah kebiasaan sikap Almira pada Emil. Malam ini, dia hendak menjaili Emil.

Dek siapa, Mas?

Di sini nggak ada yang namanya Dek.

Emil yang sudah duduk di sofa yang ada di kamarnya, mengukir senyum mendapati jawaban jenis itu. Dia paham bahwa Almira sedang meledekinya.

Maksudnya Dek Almira.

Kamu nggak suka ya dipanggil, Dek?

Emil pura-pura polos dengan menjawab demikian. Lolos menerbitkan senyum geli di bibir istrinya.

Jadi sekarang aku punya panggilan baru ya ... Dek Almira.

Almira membalas dengan akhiran emoji bermata cinta.

Suka Mas, suka banget, udah pengin dipanggil itu dari dulu.

Tambahnya itu, tak lupa menambahkan emoji bibir mengerucut untuk mencium.

Tapi sebenarnya pengin dipanggil ....

Sengaja Almira mengambangkan kalimatnya dengan titik-titik untuk menguji kepekaan Emil.

Sayang.

Sayangnya Mas.

Dengan cepat Emil mengetik balasan untuk Almira. Dia jelaslah paham Almira ingin dipanggil apa olehnya, sudah sejak lama Almira merayunya untuk dia bisa memanggil dengan sebutan sayang. Dia pun menambah bentuk cinta merah di akhir 2 kata yang ada.

Sesuai prediksi Emil, Almira salting brutal, padahal sebatas dipanggil sayang dalam chat, tetapi Almira bahagia tak kentara--apalagi nanti, saat Emil memanggilnya secara langsung dengan suara baritonnya itu, aduhai.

Dalem, Sayangnya Dek Almira.

Begitu balasan Almira dengan akhiran emoji mata bergambar cinta warna merah.

Mobil Toyota Avanza hitam yang dibawa Malik--kakak lelaki Shanum--terus membelah jalanan malam. Sesekali Almira melirik kerlip lampu di sisi jalan lewat kaca mobil di sampingnya dengan ukiran senyum bahagia.

Berbalas pesan WhatsApp itu terus berlanjut. Banyak yang mereka berdua bahas; mulai dari Emil memuji korean chicken buatan Almira yang amat lezat, membahas tentang besok kalau sudah pulang dari Jogja bakalan ke dokter kandungan bersama, membahas Almira yang tidak suka pisang tapi suka es krim rasa pisang, hingga membahas masalah nama calon debay.

Masalah nama calon debay, Almira membuat Emil tak habis pikir. Ada 2 nama yang Almira rekomendasikan. Satu nama untuk cewek dan satu nama untuk cowok; yaitu Almaas dan Elvan. Almaas bukan sekedar arti berlian dan Elvan bukan sekedar arti kekuatan, melainkan Almaas singkatan dari Almira manis dan Elvan singkatan dari Emil tamvan. Singkatan itu berhasil menjadikan deretan gigi Emil hampir kering sebab keterusan mesem-mesem sendiri.

Malam kian larut. Mobil hitam itu kian mengikis jarak menuju Jogja. Shizuka, Shanum, Hesti, dan Vivi tidur nyenyak dalam perjalanan dengan iringan sholawat-sholawat syahdu yang terputar dari tape mobil. Malik fokus menyetir dengan hatinya ikut bersenandung sholawat yang tengah terputar. Sedangkan, Almira masih terjaga dibersamai pesan-pesan WhatsApp Emil.

Almira menjadi lupa waktu. Entah sudah seberapa lama dirinya berkirim pesan WhatsApp dengan Emil, dia tidak peduli. Yang dipedulikan dirinya sekarang adalah perasaannya. Iya, perasaannya yang sedang amat bahagia. Amat bahagianya hingga serasa menjadi pengantin baru.

Cintanya tak lagi bertepuk sebelah tangan, padahal beberapa jam sebelumnya, dia sudah menangis-nangis patah hati dan overthinking bahwa Emil hampir mustahil bisa mencintainya. Namun, sekarang apa? Kondisinya berubah dinamis. Ternyata begini rasanya mencintai dan dicintai balik, Almira baru paham, seketika merasa dirinya adalah wanita paling beruntung sedunia.

***

Rombangan mereka sampai ke Jogja hampir jam 12 malam. Mereka tidaklah langsung ziarah ke makam yang pertama mereka tuju. Melainkan mereka menuju ke rumah Pak De-nya Shanum. Mereka hendak beristirahat di sana untuk kemudian besok pagi-pagi ba'da subuh, pergi ziarah ke makam KH. Nawawi Abdul Aziz dan Nyai Hj. Walidah Munawwir di kawasan PP. An-Nur Ngrukem, Bantul. Tidaklah jauh, cukup sekitar 15 belas menit dengan berkendara mobil pribadi.

Agendanya, rombongan kecil Almira hendak ziarah ke makam wali-wali Al-Quran. Pertama ke Ngrukem tadi, lantas menuju ziarah ke makam KH. Munawwir di PP Al-Munawwir Krapyak, beralih ziarah ke makam KH. Mufid Mas'ud di PP Sunan Pandanaran Sleman. Semua yang hendak mereka ziarahi adalah para ulama penghafal Al-Qur'an yang hebat.

Niat awal 4 teman Almira berziarah jauh-jauh ke Jogja juga dengan adanya tujuan lain. Pertama, Shanum dan Hesti ingin bertanya-tanya seputar tabarukan Al-Quran di Pesantren An-Nur, Shizuka ingin bertanya-tanya seputar tabarukan Al-Quran di Pesantren Sunan Pandanaran, sedangkan Vivi ingin menjenguk adik perempuannya yang mesantren di Pesantren Al-Munawwir.

Mereka berempat satu angkatan Almira di pondok, para penghafal Al-Quran juga, PP Manbaul Hikmah sedang libur 5 hari, karena itu mereka bisa ke Jogja bareng-bareng.

"Mir, dulu kamu niatnya mau tabarukan bareng aku di Pandanaran, tapi akhirnya malah nikah dulu, ya?" ujar Shizuka di sela perjalanan mereka menuju PP. An-Nur di pagi harinya.

Almira hanya bisa nyengir. Rencana awal memang begitu, tapi dia juga tak pernah menyangka justru berakhir menikah.

"Sekarang juga lagi tabarukan ya, Al? Tabarukan di pesantrennya mertua. Ummi Wardah juga hafidzoh kan, ya?" Shanum masuk dalam percakapan, disusul Vivi, "Iya, hafidzoh. Ponakan aku juga ngafalin Qur'an ke beliau."

"Hm, ponakan kamu? Siapa namanya, Vi?" Barulah Almira menyahut usai tersenyum singkat untuk menimpali pertanyaan Shanum.

Hesti memilih kalem menyimak topik yang ada dengan menatap apa pun yang ada di kiri jalan lewat kaca samping mobil.

"Namanya Fina, Al. Tahu nggak?" sahut Vivi.

Almira mengangguk, dia tahu Fina. Kelas 2 MA yang dari Jeruk Legi. Para santriwati yang mengambil program takhasus Al-Quran memang lebih mudah dikenal, bukan sebab apa-apa, ini hanya karena santriwati program itu relatif sedikit daripada yang mengambil program umum. Di Al-Anwar, jumlah santriwatinya sendiri sekitar seribu lima ratus, Almira jelaslah tidak paham semua santriwati yang ada walau dia juga mengajar mengaji bandongan di semua tingkatan.

Percakapan mereka berempat terhenti saat mobil hitam yang dibawa Malik sampai ke kawasan An-Nur. Begitu mobil diparkirkan, mereka berempat turun dan segera berjalan bersama menuju makam yang berada di makam keluarga Pesantren An-Nur.

Makam yang ada tampak cukup luas dan amat asri, berada di belakang ndalem milik salah satu dzuriyah dua pendiri Pesantren An-Nur tersebut.

KH. Nawawi Abdul Aziz terlahir di Kutoarjo, Purworejo. Beliau menghafalkan Al-Qur'an di Pesantren Al-Munawwir Krapyak selama 18 bulan yang akhirnya juga dijadikan menantu keluarga pesantren tersebut, dinikahkan dengan Nyai Hj. Walidah Munawwir yang sekarang dimakamkan persis di samping beliau.

Karena sebelum berangkat sudah mengambil wudhu, mereka berempat mulai duduk khidmat di depan makam dengan Malik yang juga adalah alumni santrinya Mbah KH. Maemon Sarang menjadi imam--setelah dirayu oleh Shanum agar kakaknya itu bersedia mengimami ziarah.

Seiring dengan hawa pagi yang perlahan menghangat, sebagian pucuk daun tanaman di sekitar yang basah oleh embun mulai mengering, Malik membuka ziarah dengan  membacakan tawasul pada Baginda Nabi SAW.

Acara ziarah kubur rombongan kecil itu berjalan secara khusuk. Melupakan sejenak segala hiruk pikuknya dunia.

_______________

Tabarukan Al-Quran: mengkhatamkan bacaan Al-Qur'an sebanyak berapa kali sesuai dengan ketentuan pondok pesantren masing-masing dengan cara tadarusan di makam seorang ulama atau di pondok pesantren itu sendiri. Umumnya mengkhatamkan Al-Quran sebanyak 40 kali.

Dzuriyah: anak-cucu keturunan.

Tawasul: berdoa yang dilakukan dengan menggunakan wasilah.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro