Bab 14

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Semuanya penuh," desah Gessy sambil mengedarkan pandangannya mencari-cari meja kosong sambil membawa nampan berisi menu makan siang yang berisi steak, orange juice, dan buah apel. "Ethan!!" teriaknya gadis itu dengan suara melengking, melambaikan tangan kiri ketika melihat sosok laki-laki berkacamata duduk sendirian di sudut cafetaria sedang asyik melahap cheese burger. Laki-laki yang dipanggil Ethan itu tersenyum lebar, mengangkat tangan kanannya. "Ayo Fed!" ajak Gessy bersemangat.

Federica mengekori teman barunya itu dari belakang sambil membawa nampan yang berisi salad dan orange juice. Sejak wujudnya menjadi manusia, dia benar-benar tidak tega memakan daging. Rasanya seperti dia memakan kawanannya sendiri, walau masih bisa menahan bau daging dibalik bumbu-bumbu buatan manusia. Netranya kembali menangkap sosok si manusia jadi-jadian yang duduk tak jauh dari meja Ethan, sedang bercengkerama dengan beberapa anak laki-laki.

"Hai, Ethan!" sapa Gessy seraya meletakkan nampan di samping kanan laki-laki berambut jambul ayam itu.

"Hai, G! Dan ... Hai...," Ethan menggantungkan kalimatnya.

"Aku Federica Dawson, anak baru di sini," kata Federica usai menaruh nampan di sisi kanan Gessy sambil tersenyum. "Glad to meet you."

"So do I, Federica. Aku Ethan Harrison."

"Panggil saja Fed," kata Federica.

Mereka melahap menu makan siang sambil membicarakan kelas biologi pukul dua. Sebenarnya Federica benci kelas biologi terutama tentang hewan. Bukan karena pelajarannya, namun dia akan mempelajari anatomi tubuh hewan vertebrata dan sebagai gantinya, dia akan membedah katak atau ikan. Federica sungguh tidak tega karena memiliki kemampuan memahami bahasa hewan. Berbagai cara sedang dipikirkan gadis manis itu untuk tidak mengikuti kelas biologi tapi di sisi lain dia tidak ingin mendapat masalah. Sedangkan, Gessy dan Ethan bercerita bahwa mereka menyukai kelas biologi daripada kelas sejarah yang membosankan.

"Kelas sejarah akan membuatmu terlihat lebih tua dan kuno," ujar Ethan sambil tertawa menunjuk seseorang di belakang Federica dengan dagu terbelah duanya.

Dua gadis remaja itu menoleh dan mendapati anak laki-laki berkacamata tebal dengan bintik-bintik merah di kedua pipi mengenakan kemeja kotak-kotak berwarna cokelat agak kebesaran. Rambutnya pirang dan begitu melengkung sempurna seperti cetakan pot di rumah, serta memiliki beberapa kerutan di dahi menambah daftar betapa tuanya dia. Federica berusaha menahan tawa. Dan kalimat Ethan benar, anak laki-laki itu berumur enam belas tahun tetapi terlihat seperti laki-laki berusia tiga puluh tahun.

"Bahkan Jose terlihat lebih tua dari kakekku," canda Ethan lalu meneguk minuman bersodanya.

Federica menoleh ke arah lelaki humoris itu sambil tertawa, "Jangan bercanda Ethan, dia hanya perlu mengikuti trend."

"Fed!" sahut Gessy menyikut siku Federica. "Arah jam sebelas."

Sontak Federica dan Ethan melirik ke arah jam sebelas, di mana lelaki yang dibencinya semenjak memasuki sekolah menatap begitu lekat. Gadis itu kembali memutar bola mata dengan malas lalu meneguk orange juice hingga habis.

"Apa dia tidak mengedipkan matanya?" tanya Ethan. "Yang dia lihat kau atau Gessy?"

"Kurasa bukan aku," kata Gessy sambil mengangkat kedua tangan. "Dia sepertinya jatuh cinta padamu, Fed."

Mulut Federica menganga, bahkan dia bisa merasakan bahwa rahang tirusnya menyentuh lantai kantin. Sejenak dia mengerutkan kening seraya bertanya, "Cin ... apa? Jatuh cinta? Apa itu?"

Ethan hampir menyemburkan minumannya ketika mendengar perkataan lugu Federica, begitu juga Gessy yang membelalak kaget. Bahkan Federica bisa melihat mata Gessy yang sipit membulat besar seperti mata sapi.

"Apa kau anak-anak berusia lima tahun? Astaga, Fed, kau membuatku tertawa," sindir Gessy mengibaskan tangan kanannya.

Federica mengedikkan bahu karena memang tak tahu, bahkan saat menjadi rubah pun dia tidak begitu mengerti arti kata itu. Yang dia tahu ayah dan ibunya melakukan perkawinan untuk meneruskan keturunan. Apakah itu termasuk cinta, pikir Fed.

"Cinta itu ketika seorang pria atau wanita tertarik satu sama lain. Dan ketika mereka saling memandang, kau akan merasakan detak jantungmu yang berdetak lebih cepat dan ada kupu-kupu melayang di perutmu," jelas Ethan sambil memandang Federica lekat. "Well ... itu yang kurasakan ketika melihat Paula." Lelaki itu menggigit bibir bawahnya dengan rona merah di pipi. Gessy yang melihat Ethan bergidik ngeri, ingin muntah memandang lelaki itu begitu dimabuk cinta.

"Apa itu termasuk?" tanya Federica sambil menunjuk Liam yang masih tak melepaskan pandangannya. "Bagaimana bisa berdetak jika manusia seperti dia tidak memiliki jantung?"

"Kau gila, mana mungkin dia hidup jika tak memiliki jantung?" sahut Gessy kebingungan.

"Entahlah," jawab Federica asal.

"Aku yakin dia menang benar-benar tidak mengedipkan matanya," kata Ethan sambil berdecak kagum. "Kurasa dia bisa memecahkan rekor dunia."

Federica mendecak sambil bangkit dari tempat duduknya.

"Kau mau ke mana?" tanya Gessy.

"Tentu saja, aku pergi ke tuan tak berkedip karena aku risih dibuatnya," kata Federica kesal lalu melangkahkan kakinya.

Liam Turner. Begitulah identitas yang dibaca oleh Federica dengan deretan angka yang menunjukkan kelahiran lelaki itu. Nyatanya, Liam pernah menjadi manusia sebelum pada akhirnya mati pada tahun 1900-an. Entah apa yang menimpa dirinya, yang jelas Federica sangat membenci vampir.

Liam masih saja melihat Federica dengan mata abu-abu 'palsunya' itu dengan senyum miring sambil melipat kedua tangan dengan angkuh. Gadis itu tidak mencium aroma makanan di tubuh Liam, namun aroma darah yang jelas bukan darah milik lelaki berambut cokelat. Dia juga melihat tidak ada makanan atau minuman di atas meja bundar bercat biru muda itu, melainkan hanya sebuah ponsel berwarna putih serta sebatang coklat bercampur almon yang tergeletak di sana. Dua orang lain yang duduk di depan Liam menoleh ke arah Federica sambil menatap tajam seolah siap menabuh genderang perang.

Jemariku gatal ingin menembak kepala mereka, batin Federica.

"Kau idiot!" kata Federica sambil menunjuk hidung lancip Liam dengan telunjuk kanan membuat beberapa anak menoleh. "Apa kau jatuh cinta padaku?"

Seisi cafetaria mendadak hening, gadis itu melihat sekeliling lalu merasa salah tingkah dengan kelakuannya sendiri. Rasa kesal menjalari harinya, sambil mendecak, dia mengalihkan pandangan ke dua anak laki-laki lain lalu berpindah ke Liam.

"Aku? Cinta padamu?" Liam mengulang kalimat Federica lalu terbahak-bahak dengan dua temannya, seolah kalimat itu sebuah lelucon. "Kau ternyata lebih bodoh dari yang kupikirkan. Mana mungkin aku menyukai perempuan sepertimu? Dasar aneh!"

Kedua tangan gadis itu mengepal erat, ingin sekali menghajar wajah Liam, namun dia harus menahannya sebagai siswa baru. Dihelanya napas seraya melipat kedua tangan di dada, menaikkan sebelah alisnya dan berkata, "Aku tahu, kau hanya merasa malu 'kan karena aku mengalahkanmu di kelas sejarah. Kurasa otakmu perlu diasah lagi, Mr. Turner, pandanganmu masih terlalu sempit untuk manusia yang tidak memiliki....," Federica menunduk, membisikkan Liam, "jantung."

Kedua mata Liam melebar seolah petir baru saja menyambarnya, Federica tersenyum sinis lalu gadis itu membalikkan badan meninggalkan Liam dengan angkuh.

"Tunggu!" Liam menarik lengan kiri Federica dan mencengkeramnya. "Siapa kau ini?" tanyanya dengan menyipitkan mata, mencari sesuatu yang disembunyikan gadis menyebalkan itu.

"Stay away from me, idiot!" seru Federica menampik cengkeraman tangan Liam sekuat tenaga. "Kau tak perlu tahu siapa aku."

Kau cukup menarik untuk menjadi musuh, Ms. Dawson.

Federica tersenyun sinis mendengar kalimat Liam yang dia katakan dalam hati. Liam telah menjadi musuh Federica sekali pun lelaki itu tak tahu bahwa Federica adalah seorang half blood.

Baca sampai tamat di Karyakarsa ya

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro