Bab 15

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Sial!" umpat Federica kesal meremas erat pisau bedah.

Tolong kami!

Aku tidak ingin mati!

Kumohon, anakku menungguku!

Persetan dengan kalian manusia sialan!

"Maafkan aku kawan," desis gadis itu kepada seekor katak gemuk yang dipegang dengan tangan kiri, seraya menggigit bibir bawahnya dan memegang pisau bedah di tangan kanan dengan gemetaran dan penuh belas kasihan.

"Kau kenapa Fed?" bisik Gessy sambil membedah tubuh katak yang sudah mati dua menit lalu.

"A-aku ... " Federica bingung, peluh keringat sebesar biji jagung sudah membasahi dahinya. Dia mendecak, "Astaga, aku sungguh membenci kelas ini!" serunya membanting pisau lalu mengacungkan tangan kanan tinggi-tinggi. "Sir, bisakah aku tidak mengikuti kelas ini?"

Mr. Adam dengan kumis tebalnya menghampiri meja Federica dengan langkah lebar. "Ada apa? Kau hanya mengiris tubuh katak itu dalam hitungan detik saja bukan?"

Persetan dengan manusia berkepala botak itu!

Aku ingin menusuk matanya dengan lidahku!

Federica menggigit bibir bawah hingga terasa nyeri, telinganya begitu penuh dengan umpatan-umpatan katak bahkan katak gemuk yang masih dia pegang.

"Aku mengikuti klub pecinta hewan dan bersumpah untuk tidak membunuh mereka sekali pun itu seekor katak, Sir. Lagipula kenapa kita mempelajari ini jika kita bisa mengetahuinya dari internet bahkan dari Youtube?"

Anak-anak seisi kelas memandangi Federica sambil menahan tawa dan gadis itu bisa mendengar mereka menertawainya dalam benak mereka.

Oh ayolah, kalian manusia bodoh yang hanya bisa membunuh hewan tanpa ada rasa bersalah, batin Federica.

"Bisa jelaskan anatomi tubuh hewan di depan kelas?" tantang Mr. Adam dengan remeh.

Federica mengedikkan bahunya. "Baiklah, Sir." Lalu dia memasukkan katak gemuk ke dalam tas miliknya. "Diam di sana," bisik Federica

Katak gemuk itu hanya mengangguk mengiyakan.

"Memangnya kau bisa?" desis Liam sambil mendecih penuh kebencian saat Federica berjalan melewatinya. "Dasar idiot!"

"Let's see."

Federica berdiri di depan kelas laboratorium dengan penuh percaya diri, lalu mengambil spidol yang tergeletak di sisi kiri meja guru. Dengan begitu lihainya, jemarinya lincah menggambar anggota tubuh katak. Masih teringat dengan jelas ketika dia membaca buku dan artikel di internet tentang dunia hewan serta penelitian-penelitiannya, bahkan jika Mr. Adam menyuruhnya untuk menjelaskan spesies katak, maka Federica sangat siap. Federica tersenyum miring sambil menggambar bagian usus katak dengan suara desis anak-anak di belakangnya. Bahkan dia bisa merasakan Liam menahan rasa kesal bahwa Federica mengalahkannya dua kali.

"Selesai, Sir. " Federica meletakkan spidol di atas meja, tersenyum penuh kemenangan.

Mr.Adam mengangguk-anggukan kepalanya sambil menggosok dagu dengan tangan kiri, tidak menyangka siswa baru itu begitu cerdas.

Dia lebih pintar dari yang kukira.

Federica tersenyum mendengar kalimat yang dilontarkan Mr.Adam dalam benaknya.

"Kau boleh keluar, Ms. Dawson. Nilai A untukmu," kata Mr.Adam sambil tersenyum bangga. "Yang lain, silakan lanjutkan pekerjaan kalian."

"Terima kasih."

####

Tubuh kecil berbalut seragam putih itu berjalan menelusuri jalan setapak dengan pepohonan redwoods yang menjulang tinggi di kiri dan kanan. Suara kicauan burung dan desiran angin yang menggoyangkan dedaunan selalu membuat hatinya begitu tenteram. Cuaca di Rotorua seolah mendukung, ketika berita tadi pagi menyiarkan bahwa hari ini cuaca akan sedikit mendung, membuat gadis itu tidak merasa terlalu kepanasan. Dia sengaja tidak memberitahu William untuk menjemputnya karena ingin mengetahui lebih jauh daerah sekitar sini.

Tiba-tiba kedua telinganya mendengar suara rintihan yang berjarak sekitar dua ratus meter dari tempatnya sekarang. Federica melangkahkan kakinya lebih cepat seiring dia mencium bau vampir.

Gadis itu memicingkan kedua iris mata cokelatnya, bersembunyi di balik pohon besar tuk mengintip siapa yang sedang berada di sana. Suara tawa vampir dan rintihan korban, membuat rahang tirus Federica mengetat. Pupilnya melebar kala mendapati seorang vampir sedang mencabik kaki kanan seekor rusa betina yang sedang mengandung. Vampir itu sepertinya memang sengaja tidak memangsa rusa dalam keadaan mati, melainkan dalam keadaan tersiksa. Federica mencengkeram batang pohon dengan geram, ingin melubangi kepala mereka dengan peluru. Perlahan, tangan kanannya mengeluarkan pistol dari dalam tas.

"Nyawa dibayar nyawa!" gumam Federica menatap tajam vampir itu.

"Sudah puas mengintai kami, gadis kecil?"

Sontak dia menoleh ke belakang, mendapati seorang lelaki berambut sedikit memanjang dengan iris mata merah dan mulut penuh dengan darah segar. Federica tidak menyadari ada vampir lain yang datang, bahkan sejak kapan dia berdiri di belakangnya.

Tunggu kenapa dia tidak memiliki bau? Kenapa kabut di sekelilingnya berbeda dengan Liam? Siapa dia?

"Tersesat? Atau memang kau memiliki rasa ingin tahu yang tinggi?" tanya laki-laki itu dengan senyum miring.

"Diam atau kubunuh kau!" seru Federica sambil menodongkan pistol ke arah dada lelaki itu.

"Wow Blake, what's going on?" sahut laki-laki lain sambil mengusap bibirnya dengan punggung tangan. "Gadis tersesat, huh?" lelaki berambut blonde melempar pernyataan yang sama, matanya kembali bercahaya memandang Federica dengan seringai tajam seakan ingin memangsa hidup-hidup.

"Diam kau vampir sialan!" seru gadis itu bersiap menarik pelatuk.

"Vampir?" Laki-laki yang dipanggil Blake tertawa terbahak-bahak lalu terdiam menatap Federica tajam, mendorong tubuh kecil gadis itu hingga terhimpit di antara kedua tangan Blake dan batang pohon redwood. "How do you know? Siapa kau?" tanya Blake dengan penekanan.

"Kita bunuh saja dia, Blake," sahut laki-laki di belakangnya. "Aku sudah lama tidak menghisap habis darah gadis muda."

"Diam kau, Clark!" seru Blake. "Bagaimana kau tahu kami bukan manusia?" dia mengunci kedua mata Federica dengan iris matanya yang kini menggelap.

"Aku tidak segan mencabut jantungmu," ancam Federica tidak takut.

"Dan aku tidak segan mengeluarkan ususmu, Nona," balas Blake senang lalu mendekatkan hidung lancipnya, mengendus bau tubuh Federica. Tangan kanan Federica yang sedari tadi sudah bersiap meluncurkan peluru, kini ujung senjata api itu menempel ke dada Blake.

"Cepatlah Blake!" teriak Clark tak sabar.

"Kau...." suara Blake terdengar rendah, melirik tajam di leher Federica. "Kau bukan...."

DOORRR!!!!

Satu peluru berhasil menembus dada kanan lelaki berkulit pucat membuat Federica refleks menendang tubuh besarnya dengan keras. Dan secepat kilat, gadis itu melepaskan tembakan kedua tepat di jantung Clark dan berulang kali.

DOORRR!!!

ARRGHH!!!

Tubuh Clark ambruk menghantam tanah, seketika berubah menjadi tengkorak kemudian tubuh abu-abu itu berubah lagi menjadi butiran debu. Federica berlari secepat mungkin meninggalkan Blake yang mengeluarkan peluru dari dada dengan jarinya sambil merintih kesakitan. Melewati semak-semak, melompati bebatuan, juga menginjak ranting-ranting pohon dengan asal tanpa memedulikan ke mana jalan yang dituju. Tak sempat menoleh sedetik pun ketika dia merasakan Blake berlari cepat seperti cheetah yang berusaha mengejar mangsa. Auranya menggelora membuat bulu kuduk gadis itu berdiri.

Aku masih memiliki peluru dalam pistolku namun untuk saat ini aku ingin sampai di rumah. Kurasa Blake lebih cerdik dari kukira, bukankah aku sudah memiliki bau seperti manusia?

Vampir itu melempar dahan kayu dan mengenai punggung Federica. Gadis itu jatuh tersungkur, dahinya membentur batu membuat darah segar mengalir dari pelipis. Dia mendesis kesakitan seraya mencoba bangkit, dilihatnya lutut dan kedua sikunya pun bernasib sama. Dengan perlahan Blake melangkah mendekati Federica dengan geram sambil menunjukkan gigi taringnya, namun gadis itu tidak takut sedikit pun.

"Kau ... kau bukan manusia seperti yang kupikirkan, gadis kecil," desis Blake sambil mengacungkan tangannya dengan kuku-kuku yang entah kapan menjadi runcing. "Kau adalah...."

DORRR!!!

ARRGHHH!!!

Sekali lagi peluru menembus tubuh Blake, kali ini peluru yang entah dari mana menembus dada kirinya. Seperti sebuah keberuntungan, Federica menendang Blake dengan kuat hingga menabrak batang pohon di belakangnya lalu gadis itu berlari sekuat tenaga. Tak disangka oleh Federica ketika melihat sosok yang telah menyelamatkan nyawanya.

Wow ... ternyata dia, bagaimana aku bisa tidak menyadari baunya?

Baca sampai tamat di Karyakarsa ya gaes!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro