Bab 7

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tasmania Island, 1866

Perang hitam melawan pribumi baik di Australia maupun di Tasmania semakin sering terjadi, walau gubernur sudah bernegosiasi agar penduduk asli pulau Van Diemen bermigrasi ke tempat lain. Selain itu, para penjajah berlomba-lomba mengeksploitasi sumber daya alam yang akan menguntungkan bagi mereka terutama emas.

Di sisi lain, korban yang berjatuhan adalah sesuatu yang berharga bagi para klan vampir yang menyamar sebagai bagian dari kolonial Inggris. Sebelum puncak blood moon datang di bulan Maret, insting dan rasa haus akan darah semakin meningkat dari hari demi hari. Banyak dari mereka tak pernah puas menghisap darah satu korban, hingga beberapa di antaranya memilih untuk mencuri kantung darah di rumah sakit atau membunuh hewan ternak di malam hari.

Matthias berdiri di balik batang pinus besar yang berada cukup jauh dari klan ular di sisi utara sungai Gordon. Sejak perdebatan tentang wilayah teritorial dengan Aaliyah, dia begitu penasaran apa yang terjadi pada ketika mencicipi darah klan sombong itu. Dia mengendus aroma klan ular dengan hidung lancipnya. Tidak perbedaan yang begitu mencolok dengan aroma darah lain selain aroma anyir dan amis. Bahkan dia bisa menyebut aroma darah klan ular paling busuk di antara darah lain.

Bibir tipis nan pucat milik Matthias mengembang membentuk satu garis lurus dengan tatapan penuh arti. Mata beriris merah darah itu menatap langit yang sedikit gelap dengan awan yang bergerak pelan menuju selatan. Semilir udara menggerakkan helai demi helai rambut pirangnya dengan aroma tanah yang menunjukkan hujan sebentar lagi turun. Selentingan aroma manis menggelitik hidung, dia menyisir sekeliling sembari melangkah menembus semak belukar mencari sumber aroma yang memabukkan.

Langkahnya terhenti kala Matthias mendapati sosok Aaliyah sedang berganti kulit di bawah pohon pinus. Dengan setengah tubuh manusia yang begitu cantik serta kulit bersisik kehijauan yang mengelupas, Aaliyah terlihat begitu pucat dibalik kulit eksotisnya. Matthias memicingkan mata saat bulir-bulir keringat dari tubuh manusia Aaliyah berkilauan bak mutiara. Vampir itu kembali menghidu, aroma manis tubuh Aaliyah semakin kuat diiringi aroma darah yang sungguh berbeda dengan sebelumnya.

Bibir tipis Matthias semakin menyeringai lebar lalu kembali melirik langit yang semakin gelap. Kemudian, dia pergi dari tempat persembunyian sambil mengingat kembali bau darah yang membuat dirinya tidak sabar menunggu datangnya blood moon.

"Sebentar, Stella," ucap William menginterupsi. "Jadi, selama blood moon tidak muncul vampir tidak memiliki kekuatan, begitukah?"

Stella mengangguk. "Selama blood moon tidak muncul, mereka tidak lebih dari manusia biasa. Hanya saja mereka memiliki kebiasaan menghisap darah dan suka adu domba."

"Kenapa? Di film-film vampir digambarkan monster kuat yang bisa membunuh manusia kapan pun mereka mau."

Stella terbahak-bahak membuat kedua pipinya bersemu merah. Dia menggeleng lalu berkata, "Mereka terlalu melebih-lebihkan. Padahal kenyataannya vampir adalah klan terlemah di antara klan lain. Mereka memiliki perjanjian dengan manusia murni bahwa tidak boleh ada berita kematian lebih dari dua puluh orang dalam satu hari di satu kota. Mereka juga memiliki perjanjian dengan klan lain bahwa tidak akan menyerang saat blood moon."

"Lalu bagaimana mereka bertahan? Bukankah makanan pokok mereka darah?" tanya William yang masih tidak memahami dengan dunia asing yang baru didengarnya.

"Mereka mencuri kantung darah, memanfaatkan darah korban kecelakaan, atau darah korban yang meninggal akibat perkelahian. Begitu cara mereka bertahan, William."

Pria tua itu mengangguk seraya menatap lurus mata Stella. Tiba-tiba dia teringat dengan peristiwa kecelakaan yang menimpa dirinya beberapa waktu lalu. Sekujur tubuh kurusnya mendadak tegang, mungkin apa yang dilihat William waktu itu memanglah vampir. Sayang, tidak ada satu orang pun yang percaya dengan manusia bermata merah dan bertaring itu. Dan mungkin juga, vampir mendadak muncul untuk membuat kecelakaan tragis dengan tujuan menguras darah korban.

"Mungkinkah ... mungkinkah kecelakaan yang dialami istri dan putriku adalah perbuatan mereka?" tuduh William dengan emosi yang mulai naik. "Waktu itu, tidak ada yang percaya padaku bahwa aku melihat manusia yang ciri-cirinya sama persis dengan yang kau jelaskan, Stella."

"Kau sungguh bertemu mereka?" tanya Stella balik dengan memicingkan kedua matanya.

William mengangguk cepat, "Ya. Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri, Stella. Dia lelaki berambut sedikit panjang, mata merah, dan mulutnya penuh darah. Ketika dia muncul di tengah jalan, aku masih ingat bahwa kulitnya bersinar seperti kristal."

Sejenak Stella terdiam mengingat aroma dua manusia kaku yang terbujur di ruangan aneh minggu lalu. Tidak ada jejak vampir bahkan Stella bertanya-tanya mengapa mereka mulai menampakkan diri. Itu melanggar aturan yang dulu mereka buat dengan para manusia.

"Aku tidak tahu William. Aku tidak melihat jejak mereka, bahkan aroma vampir tidak kutemukan di tubuh istri dan putrimu," ujar Stella.

William bernapas dengan lega. Seingatnya, begitu jenazah istri dan anaknya di kremasi, William langsung memakamkan orang tercintanya di pemakaman pusat kota. Tidak mungkin juga kan jika vampir rela membongkar area pemakaman hanya untuk mencari darah.

"Tapi ... beberapa minggu ini banyak orang yang tewas akibat serangan hewan. Itu yang diyakini polisi, Stella. Jika aku menyimpulkan ceritamu, kemungkinan besar mereka yang menyebabkan kekacauan ini."

Gadis itu membenarkan alibi William. Seingatnya, vampir hanya akan keluar saat blood moon tidak seperti sekarang ketika bulan purnama sebagai malam puncak werewolf berlangsung. Jika vampir telah berani menampakkan diri, itu artinya jaman telah berevolusi, termasuk aturan yang dulu dibuat.

"Kita akan menyelidikinya nanti. Jadi, apa aku boleh melanjutkan ceritaku?" pinta Stella.

William mengangguk. "Silakan."

####

March, 1866

Malam yang begitu pekat dengan bintang yang bersinar semakin mempercantik langit di kota Strahan. Belum lagi, ketika fenomena alam yang pertama kali terjadi di mana bulan tampak berwarna kemerahan seperti darah. Banyak orang baik para kolonial Inggris maupun suku pedalaman menikmati pemandangan alam yang langka itu. Namun, semuanya berbanding terbalik dengan suasana di sekitar sungai Gordon.

Embusan angin yang menggoyangkan setiap helai daun dari pohon-pohon tua di sana seolah sedang menandakan akan terjadi sesuatu yang besar. Jake Rogers berdiri di tepian sungai Gordon sembari menatap langit gelap dengan rembulan merah yang begitu mencolok. Dia telah memerintahkan beberapa rubah dewasa untuk berjaga-jaga di setiap sudut perbatasan wilayah. Kedua mata oranye Jake memandangi pantulan di sungai yang riaknya begitu tenang.

Sejenak, kedua telinga lancipnya bergerak kala menangkap suara gesekan yang berada tak jauh dari posisinya sekarang. Jake mengibaskan ekor, memasang ancang-ancang bersiap menyerang siapa pun yang datang. Dia memutar kepala seraya menajamkan pupil untuk menangkap obyek aneh. Moncongnya mengendus-endus aroma, namun tidak ada aroma lain selain aroma dirinya sendiri.

Jake mengaum tuk memperingati kawanan lainnya, untung saja dia sudah menyembunyikan para wanita dan anak-anak di ujung pertemuan sungai Gordon dan sungai Franklin. Tiba-tiba ada bayangan bergerak di balik punggung Jake, membuat rubah itu waspada. Jake menelusuri semak belukar waspada. Ada bau aneh menggelitik hidung, aroma ini tidak pernah dia temukan sebelumnya. Bau yang begitu harum seperti bunga dan manis seperti madu.

Jake hampir terlena dengan aroma itu hingga tak sadar bahwa di belakangnya ada seseorang dengan warna mata merah menyala sedang menyeringai. Belum sempat Jake berbalik, vampir itu menyerang dan mencabik tubuh rubah Jake dengan beringas. Rubah malang itu tidak sempat berteriak sebelum akhirnya darahnya terkuras habis.

Vampir berambut pirang melempar tubuh Jake Rogers ke sungai hingga air menjadi merah. Kedua matanya terpejam sesaat sambil menjilat sisa darah rubah yang ternyata begitu lezat. Tidak. Matthias menggeleng keras, bukan karena darah rubah yang lezat tapi darah Aaliyah-lah yang menjadikan santapan vampir terasa begitu menyenangkan.

Blood moon semakin menyala di tengah langit malam. Tiba-tiba tubuh Matthias terasa begitu panas dengan kulitnya yang merah seperti terbakar. Vampir itu menjerit, mengeluarkan busa dari mulut. Dia tidak tahu, apakah ini efek dari menghisap darah Aaliyah dan Jake. Matthias semakin menjerit-jerit tatkala kulit pucatnya bersisik kehijauan yang menimbulkan aroma yang sangat busuk. Tulang ekornya menonjol dan memunculkan ekor rubah dengan cakar di kesepuluh jarinya.

Rasa panas itu semakin menjadi-jadi hingga kulit bersisiknya kini melepuh. Kepala dan dadanya serasa dihantam batu besar hingga busa dari mulut yang tadi keluar kini berganti darah yang menyembur keras. Kerongkongannya terasa terbakar dan pedih seperti luka menganga yang dibubuhi garam. Matthias berteriak kesakitan ketika penderitaan itu menjalar di kedua matanya. Cairan berwarna kehitaman keluar dari sela-sela mata dengan rahang yang maju ke depan menjadi moncong mirip rubah.

Vampir itu tidak mampu mengeluarkan suara lagi. Pita suaranya mungkin sudah terputus saat efek darah ular dan rubah menyatu di pembuluh venanya. Matthias tidak tahu kapan semua ini berakhir. Dia berpikir bahwa mungkin hidupnya sebagai vampir akan berakhir.

Sinar dari fenomena blood moon menerpa tubuh Matthias. Dia melangkah tanpa tahu arah saat pandangannya semakin lama semakin kabur. Hingga tidak sengaja, kaki kanan Matthias menabrak batang pohon pinus tua lalu membuat vampir bertubuh tinggi itu terjatuh menghantam tanah.

Matthias mengerang kesakitan diiringi tubuh bersisik, kini ditumbuhi bulu-bulu oranye khas rubah. Lalu detik berikutnya, kedua iris mata Matthias menyala terang dengan iris kanan berwarna hijau dan iris kiri berwarna oranye. Rasa nyeri luar biasa yang menerpanya mendadak lenyap berganti dengan sensasi luar biasa.

Tubuh tinggi itu beranjak dari tanah. Pandangannya yang tadi buram kini bisa memandang sekitar dengan lebih tajam, bahkan dia bisa melihat pergerakan debu yang mengelilingi lelaki itu. Indera penciumannya pun bisa mengendus berbagai aroma termasuk bangkai baru yang terpendam di dalam tanah. Begitu juga dengan indra pendengaran yang bisa menangkap berbagai jenis suara hingga gesekan daun di atas pohon pinus yang tertinggi.

Seringai mengembang di bibir tipis itu, dia tidak menyangka efek darah Jake dan Aaliyah bisa sedahsyat ini. Kemudian, vampir yang masih memiliki bulu-bulu rubah di kedua tangan dengan sisik di wajah mencoba melompati sungai Gordon. Dengan mudahnya, tubuh Matthias melayang di udara kemudian berpijak di sisi lain sungai.

"Bagaimana mungkin?" ucap Matthias pada dirinya sendiri. "Bagaimana mungkin campuran darah mereka bisa membuatku sekuat ini?"

Kedua iris vampir itu menatap sang rembulan. Matthias tertawa merasa bahagia dengan fenomena puncak klan vampir. Dirinya tidak menyangka bisa bertahan melewati masa transisi yang mungkin tidak bisa dilalui oleh vampir mana pun.

Matthias menaiki pohon pinus dengan gerakan cepat dan begitu lihai. Dia pun berdiri di salah satu ranting pohon memandangi sekelilingnya dengan lapang pandangan yang lebih luas dan tajam dari sebelumnya. Dari sini, dia bisa melihat dengan jelas klan-klan yang sedang bersembunyi di sarang. Matthias kembali tersenyum licik lalu bergumam,

"Mari kita lihat, sejauh mana kekuatan ini bisa dicoba."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro