16. Kacau euy

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Ikut aku."

Hanin yang baru saja memasukan alat tulisnya, langsung melirik ke arah Malik yang tengah berdiri di samping mejanya. Gadis itu melirik Fatur yang masih terdiam, ia menghela nafasnya pelan. "Kemana?"

Malik tak menjawab. Ia memilih menarik pergelangan tangan Hanin dan membawa gadis itu pergi dari kelasnya.

Keduanya berjalan menyusuri koidor hingga ke parkiran dengan tangan Malik yang menggenggam erat pergelangan tangannya. Malik membukakan pintu mobilnya untuk Hanin, gadis itu memilih masuk tanpa bertanya apa-apa lagi.

Tak lama, Malik ikut masuk dan duduk di jok kemudi. Ia menatap Hanin, "Aku minta maaf, ya?"

Hanin tersenyum, "Nggak papa."

"Aku nggak ada niatan buat cuekin kamu tadi. Maaf juga karna nggak belain kamu dari Fatur," ujar Malik lagi.

"Nggak papa," jawab Hanin lagi.

Malik mengusap lembut puncak kepala gadisnya. "Semuanya kacau, Nin," ujar Malik.

"Papa beneran hamilin Mbak Amel," sambung Malik.

Hanin terdiam, gadis itu membawa tangan Malik kemudian ia genggam begitu erat. "Kamu kuat," kata Hanin.

Malik tersenyum, lelaki itu mengecup kening milik Hanin sebentar. "Aku mau ajak kamu makan sesuatu. Sebagai permintaan maaf, mau ya?" tanya Malik.

Hanin tersenyum dan menganggukan kepalanya. "Iya."

Malik memilih melajukan mobilnya. Tak sampai 20 menit, mereka sudah sampai disalah satu tempat makan enak di pinggir jalan.

'Ayam Kecap Pak Bejo'

Itu yang Hanin lihat dari gerobaknya. Gadis itu menelan salivanya susah payah, wajahnya langsung menegang. "Lik--kita--"

"Iya, kamu kan tau aku suka ayam kecap," jawab Malik cepat.

Hanin diam, ingin sekali rasanya ia bilang bahwa Hanin tidak bisa makan makanan itu. Namun, melihat Malik yang begitu bersemangat, membuat dirinya tidak tega untuk menolak.

Semoga gue nggak masuk rumah sakit setelah ini batin Hanin.

Malik menarik pergelangan tangan Hanin untuk duduk di sana. Gadis itu menggerakan kakinya gelisah, ia menatap Malik. Sumpah demi apapun, apakah Malik tidak ingat dengan makanan yang Hanin hindari? Fikirnya.

"Pak! 2 porsi ya!"

"Siap, Jang." Pak Bejo menunjukan jempolnya pada Malik.

Malik melirik Hanin, "Kita belum pernah ke sini, ya? Aku biasanya ke sini sama Papa," ujar Malik.

"Mama sama Leo juga," sambung Malik.

Lelaki itu menghela nafasnya pelan. Menatap dengan intens tempat yang didudukinya sekarang. Apakah bisa dirinya kembali ke sini bersama keluarganya? Fikir Malik.

Tangan Hanin terulur mengusap bahu Malik. "Jangan sedih! Nanti kita balapan, yang makannya abis duluan, boleh minta sesuatu sama yang kalah!" kata Hanin.

Ya! Hanin tidak peduli jika setelah ini ia harus terdampar di rumah sakit. Yang terpenting sekarang ia harus bisa membuat Malik kembali tersenyum. fikirnya.

Tak lama makanan datang. Hanin dan Malik saling lirik, senyum mereka tercetak dengan jelas di sana.

"Satu!"

"Dua!"

"Tiga!" teriak mereka bersamaan.

Keduanya langsung memakannya dengan cepat. Hanin tetap memaksakan, walau sebenarnya perutnya sudah sangat mual saat mencium aroma ayam kecap ini.

Tapi tidak masalah, toh, ini hanya sekali. Tidak akan apa-apa. fikirnya.

Kunyahan Hanin melambat. Gadis itu menatap Malik yang masih begitu bersemangat, senyum di bibirnya perlahan terbit.

"Yes! Aku menang!" pekik Malik.

Hanin melirik makanannya yang masih tersisa setengah. "Iyalah menang, kamu kan rakus," jawab Hanin.

"Heh! Sesuai perjanjian, aku bakal minta sesuatu sama kamu." Malik tersenyum senang.

Hanin mendengkus pelan, "Iya iya, apa aja terserah. Mau nikahin aku sekarang juga nggak papa," jawab Hanin ketus.

"Yaudah ayo!"

"Apa?"

"Nikah!"

***

"Kamu udah jauhin Dena?"

"Udah, Tante."

Fatur tersenyum kecut menatap wanita paruh baya yang saat ini tengah duduk di depannya. "Bagus, bukan karna saya nggak suka sama kamu Fatur, ini demi Dena. Kamu mau kan liat dia seneng? Dia udah lama banget nggak ketemu Papanya."

Fatur mengangguk. "Fatur paham, Tan. Fatur nggak papa. Asal Dena seneng," jawab Fatur.

"Yaudah, saya pergi dulu. Makasih ya, Fatur."

Fatur mengangguk lagi. Setelah wanita itu pergi, Fatur menjambak rambutnya sendiri. Lelaki itu memukul meja caffe beberapa kali.

Rasanya ia tak bisa begini. Tapi tak ada yang bisa ia lakukan selain menjauhi Dena. Dena butuh Papanya, Dena selalu menangis di depan Fatur perihal itu. Gadis itu selalu bilang jika dirinya ingin sekali memeluk Papanya.

"Nggak Papa, Tur. Udah saatnya Dena bahagia," gumamnya pelan.

Rizki dan Ucup datang. Kedua remaja itu langsung duduk di meja yang sama dengan Fatur, "Gue liat Mamanya Dena tadi. Lo ketemu?" tanya Rizki.

"Ya ... Gitu."

"Masih nggak restuin hubungan lo sama Dena?" tanya Ucup.

"Udahlah, nggak usah dibahas. Udah kebal kok, udah biasa juga. Lagian, gue sama Dena udah putus kemarin," jawab Fatur.

Rizki membelak. Bisa-bisanya Fatur putus di saat dirinya dengan Ivi jadian, "Terus, Dena marah?"

"Lo liat tadi pagi gue dihajar habis-habisan sama dia."

"Itu mah omongan lo yang nggak ngotak," jawab Ucup.

Fatur tersenyum. Memang, ia sengaja untuk itu. Jika Dena membencinya, gadis itu akan pergi dengan sendirinya. Dan yang paling bagus, Dena akan dendam dan akan melupakannya.

Ah ... Melupakan, lalu, bagaimana dengan dirinya jika Dena benar-benar melupakannya? Fikir Fatur.

"Lo udah baikan sama Hanin?" tanya Rizki.

Fatur menggeleng. Ia hampir lupa tadi pagi dirinya menyakiti sepupunya itu. Seharusnya, Fatur tidak begitu. Tapi ... Entahlah, ia juga tak paham dengan dirinya sendiri. "Maafan. Nggak baik, lo sama dia itu sama-sama dari jaman orok. Masa iya gelud cuman gara-gara cinta gini, nggak lucu, Tur. Gitu-gitu, Hanin Kakak lo."

"Nanti gue minta maaf."

"Harus."

***

Hanin memegangi perutnya. Wajahnya pucat, gadis itu melirik ke arah Malik yang masih anteng menyetir mobilnya dengan tenang. "Lik, bisa cepetan dikit?" tanya Hanin pelan.

Sumpah demi apapun, perutnya sakit. Kepalanya pusing. "Kamu kenapa? Sakit?" tanya Malik kaget.

Ia menepikan mobilnya di depan rumah Hanin. Gadis itu hendak pergi, namun, Malik langsung menahannya. "Nin, kamu kenapa?" tanya Malik.

Panik? Tentu saja, siapa yang tidak panik melihat kekasihnya terlihat pucat seperti sekarang. "Nggak papa," jawab Hanin pelan.

"Han--"

"Perut aku sakit ...." Hanin memejamkan matanya bersandar pada jok mobil. Gadis itu menangis, Malik semakin panik.

"Kita ke rumah sakit sekarang, ya?"

"Nggak usah," jawab Hanin.

Tak lama, mata gadis itu terpejam. Malik menepuk pipi milik Hanin beberapa kali. "Nin! Nin jangan bikin aku panik!" kata Malik.

Hanin tak menjawab, Malik memilih melajukan mobilnya dengan sangat cepat. Sesekali, ia melirik Hanin yang masih memejamkan matanya.

Astaga ... Apa yang terjadi pada Hanin sebenarnya? fikir Malik.

Butuh beberapa menit untuk sampai ke rumah sakit. Malik langsung membawa gadis itu masuk dengan panik.

Setelah dirasa Hanin masuk ke dalam ruangan, Malik terduduk di kursi dengan perasaan cemasnya. Ia menghubungi semua teman-teman Hanin dan memberitahukan keadaan gadis itu.

Ayam kecap.

Malik teringat sesuatu. Lelaki itu menengang. Astaga, mengapa ia bisa sampai lupa mengenai ini?

"Hanin ... Kenapa kamu nggak bilang?" lirih Malik.

Jika sampai terjadi sesuatu pada Hanin, Malik tak akan memaafkan dirinya sendiri. Bisa-bisanya ia ceroboh soal ini.

Hanin memiliki alergi pada makanan itu. Jika memakannya, Hanin pasti akan sakit perut secara berlebihan setelah beberapa jam kemudian. Atau bahkan, bisa beberapa menit.

Malik mengacak rambutnya frustasi. "Bego lo, Malik."

"Pacar macam apa lo celakain cewek lo sendiri?"

"Bisa-bisanya lo lupa sama hal kaya gini."

Malik terus menerus meruntuki dirinya sendiri. Ia memejamkan matanya kuat, "Maaf, Hanin."

TBC

Hallo!

Lupa mah mansiawi ya? ><

Ada yang ingin di sampaikan untuk

Hanin

Malik

Fatur

See u<3
Guys, follow RP Instagram kita yuk!

@hanind_mheswra. (Hanin)
@malikrezayn_. (Malik)
@daff.aprasetyo. (Daffa)
@fatur_mhndra. (Fatur)
@gisela_ivi. (Ivi)
@alfariza_ucup. (Ucup)
@hana_frhsy. (Hana)
@dena.andrianaaaa. (Dena)
@ana_andhina. (Ana)
@rizki.anshari_ (Rizki)
@Nayya_graceva.a. (Nayya)

Follow juga ; @Wattpadindah_. & @Octaviany_Indah.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro