6. Bad

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Kesel gue, Bang. Masa dia malah nurut waktu gue nyuruh dia turun," kesal Malik seraya menyandarkan tubuhnya di kasur milik Devano.

Devano melempar buku novel milik kekasihnya pada kepala Malik. Cowok itu meringis pelan. "Sakit, Bang," kesalnya.

"Lo yang bego! Ya iyalah si Hanin turun," kesalnya.

"Salah gue apa? Gue ngasih dia pilihan, kalo dia nggak suka dia boleh turun. Berarti dia masih punya pilihan buat nggak turun dong."

Devano geram sendiri. Cowok itu langsung melayangkan bantal gulingnya mendarat keras pada kepala milik Malik. "Sekarang gini. Ibaratkan Hanin mau pulang sama cowok, terus dia bilang gini 'Lo pulang aja, gue sama dia.' apa yang lo lakuin?"

"Pergilah, ngapain diem di situ gue juga punya harga di--ri." Malik terdiam sesaat.

Ah ia paham sekarang. "Bang! Terus sekarang gue harus gimana? Hanin pasti marah banget nih sama gue, duh bego banget lo Malik," katanya heboh sendiri.

"Mikirlah bego, sayang banget punya otak cuman dipake pajangan doang."

Malik beranjak. Cowok itu langsung meraih jaket milik Devano dan memakainya dengan terburu-buru. "Minjem, Bang! Gue nanti balik lagi. Nitip tas juga."

Setelahnya, Malik pergi dan berlari terburu-buru meninggalkan kediaman rumah Devano.

Cowok itu menggeleng pelan. Sudah hampir bertahun-tahun pacaran dengan Hanin, masih saja begitu. Kadang Devano heran, mengapa Hanin mau-maunya berpacaran dengan cowok lemot seperti Malik.

***

Malik duduk di depan rumah milik Hanin dengan coklat di genggamannya. "Ngapain ke sini? Nggak ke rumahnya Ashila?"

Pertanyaan sinis yang keluar dari dalam mulut gadis yang baru saja sampai itu, sontak membuat Malik terdiam. "Bukan urusan lo," jawab Malik.

Nayya memicing tak suka. Gadis itu merebut paksa coklat yang berada di genggaman Malik. Kemudian, ia membukanya dan memakannya tanpa izin. Malik beranjak, cowok itu langsung merampasnya balik. "Nggak sopan banget lo!" kata Malik.

Nayya hendak meraihnya lagi. Namun, naas dirinya terpeleset dan alhasil, ia terjatuh bersamaan dengan Malik.

Posisinya, Nayya berada di atas tubuh Malik. Pandangan keduanya bertemu, keduanya sama-sama terkejut dengan kejadian tak terduga ini.

Nayya menelan salivanya susah payah saat melihat wajah Malik sedekat ini. Pantas saja Hanin bisa jatuh cinta pada Malik, wajahnya begitu ... Astaga!

Nayya beranjak. Ia langsung salah tingkah, Malik ikut beranjak dan menatap sinis ke arah gadis itu. "Lo tau? Ngambil barang orang tanpa persetujuan itu namanya nggak sopan," tegas Malik.

Malik langsung membuang coklatnya dan memilih pergi begitusaja. Melupakan tujuan awalnya yang ingin menemui Hanin.

Moodnya sudah hancur. Padahal, ia butuh waktu berjam-jam untuk membeli coklat itu. Berfikir keras agar Hanin mau memaafkannya. Namun Nayya, gadis itu malah menghancurkan semuanya.

Nayya menatap kepergian Malik. Gadis itu menyentuh dadanya sendiri, jantungnya berdegup kencang. Ia menggeleng. "Lo nggak boleh suka sama bang Malik," lirihnya.

Hanin keluar, gadis itu menatap Nayya dengan dahi yang mengernyit heran. Ada apa dengan Nayya? Fikirnya.

"Heh! Kenapa lo?" tanya Hanin.

Nayya tersentak. "Ngagetin aja!" kesalnya.

"Kakak mau kemana?" tanya Nayya.

"Ke rumahnya Daffa. Kemana lagi," jawabnya.

Nayya menganggukan kepalanya pelan. "Yaudah, Nayya mau pulang aja kalo gitu. Dadah, Kak!"

Gadis itu langsung pergi begitusaja meninggalkan pekarangan rumah Hanin. Hanin merasa ada yang aneh dengan Nayya.

Gadis itu terlihat gugup. Tapi ... Kenapa?

***

"Pacaran itu hanya untuk orang-orang yang tidak mampu mandiri. Dan kalian semua tidak mandiri."

"Jomblo itu hanya untuk orang-orang yang jelek. Kaya lo," jawab Ucup membalas ucapan Rizki.

Rizki mencibir pelan, "Nyenyenye."

"WAH! Beby pake baju kodok. Tapi kok nggak mirip kodok ya?" pekik Rizki kala melihat Daffa yang keluar membawa Beby di gendongannya.

"Cup besok kita pake baju kodok yuk, pasti gue lucu deh kaya Beby," saran Rizki.

Ucup terdiam sesaat. "Ah, gue mah nggak punya," jawabnya.

"Pinjem punya Beby aja, Cup. Boleh kan Daf?" tanya Rizki.

Daffa memutar bola matanya malas. Rizki dan Ucup jika sudah bersama pasti tidak ada waras-warasnya. "Tapi, Cup, jangan baju kodok deh," ujar Rizki tiba-tiba.

"Lah? Katanya biar lucu. Kita bikin grup nanti, duo bangkong," ujar Ucup.

"Ah iya! Nanti kita banyak fans ya? Nama fansnya apa ya? Cubluk lovers? Atau Bangkong budug?" tanya Rizki.

Ucup mengetuk jarinya pada dagu beberapa kali. "Boleh deh, nanti kita bikin konten you tube isinya kita lompat-lompat kaya kodok, ya?"

Hanin, Fatur, dan Daffa menganga bersamaan. Sejak SMP sampai sekarang, dua remaja itu selalu saja begitu. Membicarakan hal yang bahkan tidak ada nyambung-nyambungnya sama sekali.

"Nggak sekalian kalian sewa manager?" tanya Fatur kesal.

Ucup dan Rizki memekik bersamaan. Kedua remaja itu melompat kemudian memeluk Fatur dengan tidak tahu dirinya. "Emang temen paling pengertian lo!" kata Ucup.

"Ki, di dapur ada baso. Mending lo bikin pentol sana," saran Daffa.

Rizki beranjak. Cowok itu mengangguk. "Ayo, Cup, kita kencan. Kita saling masukin sambel ke dalem mata," ajak Rizki.

"Ayo, yang mati duluan berarti kalah ya?" kata Ucup.

Rizki dan Ucup beranjak. Kedua remaja itu langsung berjalan bergandengan ke arah dapur seperti biasanya.

Hanin menatap Daffa. "Temen lo Daf."

"Temen lo, Tur," tuding Daffa.

***

Pagi hari di hari selasa, Malik dengan seragam putih yang melekat di tubuhnya, duduk di depan kelasnya sendirian.

Wajahnya masih dipenuhi luka kemarin. Namun, itu tak mengurangi kadar ketampanan cowok satu itu. "Ayana! Sini deh!" panggil Malik.

Ayana adalah salah satu teman sekelasnya. Gadis itu langsung menghampiri Malik. "Apa?" tanya Ayana.

"Manggil aja, takutnya lo kangen pengen liat muka gue," kata Malik.

Wajah Ayana memerah. Malik tersenyum ia pernah mendengar gosip bahwa gadis bernama Ayana ini pernah menyukainya. "M-Malik. Apaan sih?" jawabnya Malu.

"Kalau gue suka lo, lo suka siapa?" tanya Malik.

"H-hah?"

"Apa?" tanya Malik dengan tawa yang masih tercipta di wajahnya.

Ayana menggigit bibir bawahnya kala melihat wajah Malik yang tertawa seperti saat ini. Astaga, jantungnya bahkan berdetak begitu cepat. "Udah nggak usah dipikirin. Gue mah sukanya sama pak Kumis," ujar Malik lagi.

Ayana memilih pergi meninggalkan Malik dengan wajah menahan malunya. Sedangkan Malik, dengan tidak tahu dirinya malah tertawa tanpa beban.

Ah, dia jadi merindukan Hanin. Seharian kemarin, keduanya tidak saling menghubungi. Memang ini juga salahnya yang emosian, lebay, lemot pula.

"Nay! Hanin mana?" teriak Malik kala matanya menangkap sosok Nayya yang lewat di depannya.

Bukannya menjawab, Nayya malah berlalu pergi. "Dih, sakit tuh orang," gumamnya kesal.

Tak lama, Hanin, Daffa, Fatur, Rizki, dan juga Ucup datang bersamaan. "WIH BANG JAGO, MUKA BABAK BELUR UDAH KAYA KENA KDRT AJA LO."

Hanin langsung membekap mulut Rizki yang tiba-tiba saja berteriak. Memang, Rizki itu lebay, apa-apa dibuat heboh.

Hanin menatap Malik yang sudah berdiri di depannya. "Yang," panggil Malik dengan bibir yang sudah melengkung ke bawah.

"Raja jomblo izin undur diri. Silahkan berpacaran." Rizki memilih masuk ke dalam kelasnya diikuti Fatur, Daffa, dan juga Ucup.

Hanin hendak pergi. Namun, Malik menahannya. "Maaf, Maaf udah nyuruh kamu turun."

"Jangan diemin aku," rengek Malik bak anak kecil.

Gadis itu masih diam menatap Malik. Tangannya terulur menyentuh luka yang terdapat pada wajah lelaki itu. "Kamu berantem lagi?"

"Tawuran?"

"Kemarin kamu pulang ke rumah nggak?"

Hanin tahu betul kebiasaan Malik. Cowok itu tidak akan pulang ke rumahnya jika sedang babak belur seperti sekarang.

Malik tak menjawab. Cowok itu malah menatap Hanin dan menggenggam kedua tangan gadis itu. "Nggak berantem," jawab Malik akhirnya.

Hanin menyentuh luka di sekitar wajah milik Malik. Cowok itu memejamkan matanya, menikmati sentuhan Hanin yang begitu lembut di wajahnya. "Aku babak belur tiap hari nggak papa deh," ujar Malik tiba-tiba.

Hanin menghentikan gerakannya. Namun, tak berniat menurunkan tangannya sama sekali. "Yang penting diusap terus sama kamu," katanya.

"Lik, jujur ya, aku nggak suka kamu berantem sampai kaya gini," omel Hanin.

"Nggak berantem, Yang," jawab Malik.

"Terus kenapa? Kejedot? Nyusruk?" tanya Hanin kesal.

Malik membuka matanya. Ia menatap Hanin wajah Hanin yang terlihat begitu menggemaskan ketika mengomel begini. Astaga, Malik jadi ingin cepat-cepat lulus sekolah dan menikahinya--eh?

"Nggak tau, tiba-tiba ada yang nyerang waktu lagi duduk di warung belakang pas lagi kumpul sama yang lain," jawabnya.

"Ini nih, ini alesan kenapa aku nggak suka kamu ikut-ikutan sama gengnya bang Devano. Kamu jadi banyak musuh, banyak yang ngincer."

"Padahal yang bikin salah siapa yang kena sasaran siapa. Kalo suatu saat aku yang jadi sasaran mereka karna tau aku tunangan kamu gimana?"

Malik diam. "Pulang sekolah, kamu saa Fatur aja ya? Aku harus ketemu Helen," katanya tiba-tiba.

"Lik, kita baru baikan loh," ujar Hanin lesu.

"Ya udah, nggak jadi. Kamu pulang sama aku," putus Malik.

Diam beberapa saat. Tangan besar milik Malik terulur menyentuh pipi kanan milik Hanin. Di usapnya lembut kemudian cowok itu tersenyum. "Nin, inget, kalau suatu saat aku jauhin kamu, itu bukan berarti aku bener-bener pengen pergi dari kamu."

"Ada sesuatu hal, yang harus dilakukan demi kebaikan, walaupun menyakitkan," lanjutnya.

Hanin diam. Gadis itu menatap Malik sendu, mengapa Malik harus berkata begitu? Hanin tidak suka saat Malik berbicara yang tidak-tidak seperti sekarang.

"Gimana? Udah cocok belum jadi pemain sinetron?"

Mata Hanin membelak. Gadis itu tanpa basa basi langsung memukul pundak Malik dengan sangat keras. Cowok itu meringis, "Aws, sakit yang," ringisnya.

Hanin hendak menyentuhnya. Namun, Malik langsung menepisnya kasar. "Anjing, sakit banget," ringisnya.

"Lo sih monyet, gue bilang juga apa. Jangan berantem, jagan tawuran, jangan nyari masalah. Gini nih jadinya," omel Hanin kesal.

"Bacot yang, sakit banget sumpah." Malik mengeratkan giginya menahan sakit.

Hanin diam. Sesakit itukah? Ia langsung menyuruh Malik duduk. Tangannya terulur mengusap lembut bahu Malik. Seragamnya dengan jelas menampakan darah segar di sana. Hanin meringis, "Malik Maaf," lirih Hanin.

"Nggak papa," jawabnya menahan sakit.

"Ini kenapa? Ini berdarah, Lik. Aku mukulnya kekencengan ya? Atau kurang kenceng? Mau aku tambahin nggak?"

"Bangsat," kesal Malik.

TBC

Kesan pertama saat baca part ini?

Aku seneng banget lihat komen di part sebelumnya. Maaf nggak sempet balesin satu-satu hiks:')

Ada yang ingin di sampaikan untuk :

Hanin

Malik

Nayya

Devano

Rizki

Ucup

Hanindhya Maheswara


Malik Rezayn

Pict bonus Devano & Malik


Guys, follow RP Instagram kita yuk!

@hanind_mheswra. (Hanin)
@malikrezayn_. (Malik)
@daff.aprasetyo. (Daffa)
@fatur_mhndra. (Fatur)
@gisela_ivi. (Ivi)
@alfariza_ucup. (Ucup)
@hana_frhsy. (Hana)
@dena.andrianaaaa. (Dena)
@ana_andhina. (Ana)
@rizki.anshari_ (Rizki)
@Nayya_graceva.a. (Nayya)

Follow juga ; @Wattpadindah_. & @Octaviany_Indah.



See u guys<3

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro