9. Sama-sama egois

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Malik turun dari motornya diikuti Ashila. Cowok itu langsung melangkah masuk mendahuluinya, saat ia baru saja menginjakan kakinya menuju ke studio, Ashila langsung menghalangi jalannya dan berdiri di depannya. "Kak Malik kenapa tiba-tiba ajak Ashila ke sini?"

"Karna gue ketitipan lo," jawab Malik ketus.

"Kak Helen pasti bilang sesuatu tentang perasaan Ashila ke Kakak ya?" tanya Ashila.

Malik menganggukan kepalanya santai. Namun, raut wajah Ashila seketika berubah. "Kak, Ashila emang suka sama Kak Malik. Tapi Ashila nggak mau bikin hubungan Kak Malik sama Kak Hanin renggang."

"Kakak ada masalah kan sama Kak Hanin? Nggak mungkin kakak tiba-tiba ajak Ashila ke sini," lanjutnya.

Malik diam. Benar yang Ashila katakan, jika ia tidak punya masalah dengan Hanin, ia tak mungkin mengajak Ashila kemari.

Malik egois. Bukan hanya Hanin dan dirinya yang tersakiti. Tetapi Ashila juga, ia melibatkan perasaan orang lain di saat-saat seperti ini. Harusnya, ia bisa menyelesaikan semuanya dengan kepala dingin.

Ashila membawa tangan Malik ke genggamannya. "Kak, Ashila nggak minta kak Malik buat suka sama Ashila. Ashila nggak minta kak Malik deket-deket sama Ashila."

"Ashila suka sama Kakak karna hati Ashila bilang kaya gitu. Cinta itu nggak selamanya harus memiliki. Kak, tolong, perbaikin hubungan Kakak sama Kak Hanin."

Ashila menangis. Gadis itu menangis di depan Malik. Malik memejamkan matanya kuat, tangannya terulur mengusap air mata Ashila. "Jangan nangis, masih banyak cowok di luaran sana yang lebih dari gue," ujar Malik.

"Gue kesini niatnya mau minta maaf sama lo. Tapi kayanya keputusan gue nggak salah."

Malik langsung membalikan badannya. Jantungnya berdegup dengan sangat cepat kala mendapati Hanin yang sudah berdiri mematung di tempatnya. "Hanin ini nggak kaya--"

Hanin tersenyum. Gadis itu memilih kembali pergi dan masuk ke dalam mobil milik Daffa. Malik mengejarnya, ia mengetuk kaca mobil beberapa kali. Namun sayangnya, mobil melaju meninggalkan Malik yang terpaku di tempatnya.

Ia menjambak kepalanya sendiri. "Kenapa sih? Masalah satu belum kelar udah nambah lagi," kesal Malik.

***

Di lain tempat, Hanin menyandarkan kepalanya pada bahu milik Hana. Gadis itu menangis, hatinya sakit saat ia melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa Malik tengah mencium gadis lain.

Hana terus menerus mengelus bahu milik Hanin. "Hanin, udah dong. Emang lo yakin Malik lakuin itu? Dia kan bucin banget sama lo, Nin," ujar Hana.

"Emang gukguk tuh si Malik. Mau gue apain dia, Nin? Bilang sama gue. Bikin dia babak belur? Oke! Gue jabanin!" ujar Dena.

Fatur menahan bahu gadis itu agar kembali duduk. "Jangan memperkeruh suasana deh," kata Fatur.

"Lo nggak ngerti, Tur! Lo cowok! Lo mana tau rasanya di gituin, baru putus langsung deket cewek lain. Kaya lo waktu dulu," jawab Dena sebal.

Fatur menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Mengapa jadi dirinya yang kena? fikirnya.

"Nin, tapi gue nggak yakin Malik kaya gitu. Waktu lo kecelakaan dulu aja, dia sampai nangis kejer, diem terus udah kaya mayat hidup. Mustahil lah dia deketin cewek sampe ciuman kaya gitu," ujar Ucup.

"Gue liat, Cup," jawab Hanin susah payah menahan air matanya agar tidak kembali keluar.

Daffa yang sedaritadi diam, langsung beranjak. Ia menyuruh Hana agar pindah tempat duduk. Daffa langsung duduk di samping Hanin. "Nin, seumur-umur, Malik nggak pernah liat lo deket sama cowok lain selain gue dan temen-temen lo. Malik cemburu, dia takut lo deket sama cowok yang namanya Galuh itu," ujar Daffa memberitahu pemikirannya sendiri.

"Selama ini, lo selalu jaga jarak sama cowok. Mungkin, karna lo kelihatan lebih welcome ke Galuh. Makannya Malik marah, percaya sama gue, Malik sayang sama lo," ujar Daffa.

Hanin diam. Hana menggenggam tangan milik Hanin. "Nin, apa kata Daffa itu bener. Coba lo inget-inget, kapan Malik pernah semarah ini sama lo. Apalagi soal cowok?"

"Nggak pernah," jawab Hanin.

"Nin, dalam hubungan itu, kalo sama-sama keras, nggak akan bener. Kalo Malik egois, lo yang ngalah. Begitupun sebaliknya," kata Hana.

"Orang nggak bakal marah tanpa alasan bukan? Malik juga dulu pernah jauhin lo karna apa? Karna dia pengen jaga perasaan lo," sahut Ucup.

Rizki menoyor kepala Ucup. "Mentang-mentang ada Kak Hana jadi so dewasa. Biasanya juga udah kaya orang gila tingkah lo. Di ajak ngomong juga jawabnya nggak pernah bener," sindir Rizki.

Ivi menoyor kepala milik Rizki. "Ancurin suasana mulu lo!" sewot Ivi.

"Ye! Apaan sih? Ribet banget lo katak dalem tempurung," jawab Rizki.

"Lo makin sini makin minta dihujat, ya?! Sini maju lo! Kita gelud!" tantang Ivi.

Rizki langsung mendekap kepala Ivi menggunakan ketiaknya. Tangan satunya terulur mengacak gemas puncak kepala milik Ivi. "Untung sayang," gemas Rizki.

"HAH?!" seisi ruangan langsung menatap ke arah Rizki.

Rizki menghentikan pergerakannya. Ia menatap ke arah teman-temannya. "Hah?" ujar Rizki.

"Ekhem, untung sayang," sindir Ucup.

Ivi melepaskan dekapan Rizki. Wajah gadis itu memerah, ia membuang arah pandangnya enggan menatap ke arah Rizki. "Kalo masih saling suka tuh ya jadian aja," sindir Ana setengah menggoda.

"Tau, Ki, gimana sih lo?" tanya Dena.

"Kaya lo sama gue ya, Den?" tanya Fatur.

Dena mendelik. "Eh nggak ya! Lo yang maksa-maksa gue minta balikan!" jawabnya tak terima.

"Lo yang nangis-nangis gue deket cewek lain. Gue kan kasian liat lo nangis kejer gitu, serasa nangisin emak gue sendiri tau gak?!"

"Bacot banget idup lo. Mati aja sana, nyempitin dunia aja lo," kesal Dena.

"Kalo gue mati, lo nggak ada jodohnya dong?" Fatur menaik turunkan alisnya menatap Dena.

Dena bergidik geli. Gadis itu langsung duduk di samping Ana dan mimilih menciumi pipi milik Beby. "Daf, terus, sekarang gimana? Gue udah terlanjur putus sama Malik," ujar Hanin sedih.

"Masih bisa diperbaikin," jawabnya.

"Makannya punya hubungan itu adem ayem kaya gue sama Kak Hana. Iyakan, beb?" tanya Ucup.

Hana mendelik kesal. "Adem ayem darimananya, makan hati yang ada pacaran sama kamu mah," jawabnya.

"Iya kak, si Ucup mah genit banget. Liat cewek bening dikit digodain, nggak inget sama Kakak," adu Rizki.

"Eh diem lo pentol!"

"Emang, punya cowok yang hobinya deketin cewek itu emang nggak enak ya, Nin," ujar Hana.

Hanin tertawa pelan. Baru kali ini ia melihat Hana berkata panjang lebar. Biasanya, gadis itu lebih banyak diam.

***

Malam kemarin, Malik membeli boneka beruang kecil dan juga coklat kesukaan Hanin. Cowok itu tersenyum. Ia yakin, Hanin pasti akan memaafkannya. fikirnya.

Ia hendak turun dari dalam mobilnya. Namun, Malik terdiam kala matanya menangkap sosok Hanin yang baru saja sampai dengan Galuh yang membonceng gadis itu.

Malik menatap boneka dan coklat di genggamannya. Perlahan, ia tersenyum kecut. Malik memilih menyandarkan kepalanya, ia menjadi malas memberikannya pada Hanin.

Saat dirasa Hanin sudah pergi bersama Galuh, Malik memilih melempar boneka dan coklatnya ke sembarang arah.

Saat ia hendak turun, ia terdiam sesaat. "Gue beli ini buat Hanin, berarti gue harus kasihin ini ke dia. Ayolah, Lik! Jangan egois. Lo mau kehilangan Hanin lagi?" katanya menyemangati dirinya sendiri.

Malik memilih kembali meraihnya. Saat turun, ia langsung terkejut kala Nayya sudah berdiri di hadapannya.

plak

Malik diam. Tak bereaksi apapun. "LO TUH MAUNYA APA SIH?! KENAPA NYAKITIN KAK HANIN TERUS?!" teriak Nayya.

Nayya melirik ke arah boneka dan juga coklat di genggaman Malik. "Mau nyogok kak Hanin? Nggak bakal mempan. Buang jauh-jauh keinginan lo buat kembali lagi sama kakak gue," kata Nayya.

Nayya mengambil alihnya. Kemudian, gadis itu membuangnya ke tong sampah. Malik masih diam, ia tak mengatakan apapun saat Nayya melakukan hal tak terduga itu. "Kak Hanin nggak pantes sama cowok brengsek kaya Abang!"

"Jauhin kak Hanin! Dia nggak bahagia sama Abang. Dia terus terusan nangis kalo deket sama Abang, Nayya nggak suka liat itu."

Setelahnya, Nayya pergi meninggalkan Malik yang masih diam di tempatnya. Cowok itu kemudian terkekeh pelan.

"Buang jauh-jauh keinginan lo buat kembali lagi sama kakak gue."

"Kak Hanin nggak cocok sama cowok brengsek kaya Abang."

"Jauhin kak Hanin, dia nggak pantes sama Abang."

Nayya benar. Sangat benar, Malik hanyalah pembuat luka bagi Hanin. Ia menatap nanar ke arah tong sampah yang berisikan boneka dan coklat yang sudah menyatu dengan sampah lainnya.

Malik menunduk. Susah payah ia mencari boneka itu, malah berakhir di tong sampah seperti sekarang.

Malik tersenyum miris. Ia memilih mengambil tasnya di mobil dan berlalu pergi menuju kelasnya.

Saat sampai di depan kelasnya, ia mendapati Hanin yang langsung berdiri menghalangi jalannya. Senyumnya terlihat cerah.

Malik membuang arah pandangnya. Hatinya sakit, Nayya benar, setelah memutuskan berpisah dengan Malik. Hanin malah terlihat lebih senang, padahal ini baru satu hari. Jika selamanya, mungkin Hanin akan terlihat lebih bahagia?

"Malik, aku mau ngomong boleh?"

"Kak Hanin nggak cocok sama cowok brengsek kaya Abang."

Pernyataan Nayya tadi, masih mengganggu fikirannya. Malik diam, setelahnya, ia menggeser tubuh Hanin untuk menyingir. "Nggak ada yang perlu kita omongin. Semuanya udah jelas. Lo sama gue, kita bukan siapa-siapa sekarang."

Rasanya berat saat ia berkata begitu. Tapi keputusannya sudah bulat, Hanin harus bahagia.

Malik saja yang bodoh. Tidak pernah sadar kalau Hanin selama ini ternyata selalu menangis karna ulahnya.

Hanin tersentak kaget. Gadis itu tak menyerah, ia kembali menghampiri Malik. "Malik, kamu marah, ya? Aku nggak maksud buat mutusin ka--"

"Jauhin gue, Nin."

"Lo berhak bahagia," sambungnya dalam hati.

Melihat wajah Hanin yang mendadak murung, ingin sekali Malik menyentuh wajah itu, membawanya ke dekapannya dan menyuruh gadis itu menangis sepuasnya.

Malik memilih meraih tasnya dan berdiri. "Malik mau kemana?" tanya Hanin.

"Kemanapun asal bukan liat wajah sedih kamu, Nin," jawab Malik dalam hati.

Hanin menyentuh dadanya yang terasa sakit. Hanin rasa, ia salah telah memutuskan sesuatu terlalu gegabah seperti kemarin.

Jangan kau tolak dan buatku hancur, ku tak akan mengulang tuk meminta.

Hanin menangis. Bait lagu yang pernah Malik nanyikan untuknya, langsung berputar begitu saja di fikirannya. Bagaimana jika Malik benar-benar pergi?

Benar-benar tak meminta Hanin untuk kembali lagi?

Hanin bodoh. Seharusnya ia tak gegabah, seharusnya ia bisa berfikir jernih kemarin.

TBC

Hallo:v gimana kesan pertama saat baca Part ini?

Aku Next cepet karna aku seneng banget liat tanggapan kalian di part sebelumnyaT-T

Ada yang ingin di sampaikan untuk :

HANIN

MALIK

NAYYA

DAFFA

ASHILA

HANA

UCUP

IVI

DENA

RIZKI

ANA

FATUR

Sampai jumpa di part selanjutnya<3

Guys, follow RP Instagram kita yuk!

@hanind_mheswra. (Hanin)
@malikrezayn_. (Malik)
@daff.aprasetyo. (Daffa)
@fatur_mhndra. (Fatur)
@gisela_ivi. (Ivi)
@alfariza_ucup. (Ucup)
@hana_frhsy. (Hana)
@dena.andrianaaaa. (Dena)
@ana_andhina. (Ana)
@rizki.anshari_ (Rizki)
@Nayya_graceva.a. (Nayya)

Follow juga ; @Wattpadindah_. & @Octaviany_Indah.






Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro