Epilog

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku ngetik langsung loh ini. Awas aja kalau gak rame hiks:"

Novel Dari Hanin Untuk Malik masih bisa pesen lewat penerbit ya!

Jangan lupa rekomendasiin Hanin & Malik ke temen-temen kalian<3

***

Lima tahun kemudian ....

Malik menarik Hanin ke atas panggung. Pekikan histeris terdengar dari seluruh insan yang menyaksikan konser mareta band ini.

"Kenal gak sama dia?"

"Kenal Bang!"

"Kenal banget!"

"Kenal dong!"

"Harusnya aku yang di sana oy!"

"Cantik gak?" tanya Malik lagi.

"Cantik bangett!"

"Cantiklah, pacarnya aja cakep!"

"Kak hayuk tukeran posisi!"

Malik mengenggam tangan Hanin. Cowok itu tersenyum menatap fansnya yang saat ini tengah berteriak histeris di tempat mereka. "Aku mau ungkapin sesuatu. Boleh ya?" ujar Malik lagi.

"Cukup, Bang! Gak kuat!"

"Gue gak papa!"

"Bang, Ya Allah jangan pegang-pegang. Calon istri Abang di sini!"

Malik menyerahkan mic nya pada Karel. Cowok itu mengarahkannya pada bibir Malik.

Sedangkan Malik, cowok itu sibuk mencari sesuatu di saku celananya.

Malik berlutut dengan cincin yang ia pegang. Pekikan histeris kembali terdengar. "Hanin, gak banyak kata yang mau aku ucapin. Yang jelas, aku udah yakin sama keputusan aku sekarang."

"Nin, kamu mau nikah sama aku?"

"Harusnya aku yang di sana!"

"Bang Malik, berdiri oy! Gue di sini!"

"Bang, gue mau kok!"

"Halu lo!"

Hanin terdiam sesaat. Gadis itu mengigit bibir bawahnya menahan senyum. "Jawab ih, deg-degan nih."

Seisi ruangan tertawa. Bisa-bisanya Malik begitu. "Mau ya? Mau? Harus mau, aku maksa. Setuju gak kalau Hanin terima aku?" tanya Malik menatap para penonton yang masih setia memandang mereka.

"Setuju!"

"Ayo semuanya, paksa Hanin bilang terima!" kompor Karel.

"Terima!" teriak Karel.

"Terima!"

"Terima!"

"Terima!"

Hanin tersenyum. Gadis itu menyuruh Malik untuk berdiri. Tanpa di duga, Hanin mengarahkan tangannya pada Malik.

Memposisikannya agar Malik menyematkan cincin itu di jari manisnya. "Serius?" tanya Malik.

Hanin mengangguk. Malik dengan senyumnya, langsung menyematkan cincin itu. Cowok itu tanpa aba-aba langsung memeluk Hanin.

"Yeee! Selamat Hanin Malik!" teriak Karel.

"Aku mundur alon-alon."

"Bahagia terus Bang!"

"Teh, jagain Abangnya!"

"Gak papa kok, gue kuat!"

***

Malik dan Hanin turun dari atas panggung. Gadis itu langsung dikejutkan dengan kehadiran Anneth, Guntur, dan juga Rios.

Ah ngomong-ngomong soal Rios. Pria kecil itu sudah berumur 7 tahun sekarang. Bahkan, ia tumbuh menjadi pria kecil yang begitu menyebalkan. Persis seperti dirinya saat kecil. "Cie udah mau nikah. Bagus, nikah aja lo kan udah tua," kata Rios.

"Diem lo!"

"Apaan? Gue bener kok."

"Gak ada! Gue masih muda. Enak aja," jawab Hanin tak terima.

Rios melipat kedua tangannya di dada menatap Hanin songong. "Lo udah tua. Tuh udah keriputan gitu," jawab Rios.

"Heh! Lo rese banget sih jadi orang! Sini lo gue--"

"Nin," potong Anneth.

Hanin mendengkus kesal. Gadis itu memilih membuang arah pandangnya. "Udah mau nikah masih ambekan," cibir Rios.

Hanin melotot. Perasaan, Leo dan Ara saat sebesar Rios lucu, deh! Fikirnya.

"Bang, hati-hati. Si Kakak masih suka ngompol di kasur. Nanti tidur sama Abang, kasurnya basah lagi."

Malik menahan tawanya. Semenjak Rios masuk sekolah dasar, Hanin dan Rios memang kerap kali bertengkar.

Reno datang bersama dengan Amel, Galuh, Leo, dan juga Kenta.

Kenta atau kerap kali di sapa Ken adalah adiknya. Umurnya 5 tahun, walaupun berbeda Ibu, Malik tetap menganggap Ken sebagai adiknya.

Tapi, berbeda dengan Leo, cowok itu masih saja tak terima dengan kehadiran Amel dan keluarganya.

Soal Mamanya Amel, ia meninggal sejak 3 tahun yang lalu.

"Yo, belum ganti baju?" tanya Hanin saat melihat cowok itu masih mengenakan seragam SMPnya.

"Tau, tuh disuruh langsung ke sini," jawabnya ketus.

Malik menjitak kepala cowok itu. "Gak suka lo dateng ke konser gue?"

"Nggak."

"Anjir, bener-bener lo, ya!"

Leo acuh, cowok itu memilih duduk di salah satu kursi dan meraih ponselnya. "Bang, Tetring dong," pinta Leo.

Malik memilih menyerahkan ponselnya pada Leo.

Begitulah Leo sekarang, acuh dan tak peduli pada keadaan. Apalagi jika ia berada satu ruangan dengan Reno, Leo selalu menunjukan sikap begitu.

"Bang Singa, abang mau main double kill, triple kill?" tanya Rios.

Leo meliriknya sekilas, ia mengangguk mengiyakan. Rios dengan rusuh, langsung melepas tangannya dari Anneth. Ia berlari menghampiri Leo dan duduk di samping cowok itu. "Wah, keren!"

"So soan ngerti," cibir Hanin.

"Gue emang ngerti kok! Lonya aja yang gak tau."

Ken menatap Leo dan juga Rios yang terlihat akrab. Malik yang melihat itu, sontak mensejajarkan tubuhnya dengan Ken. "Ken pulangnya sama Abang ya? Sama kak Hanin juga. Nanti kita beli ice creem."

Wajah Ken seketika berubah. Pria kecil itu menganggukan kepalanya senanang.

***

Di kediaman Hanin, dua keluarga tengah berkumpul. Mereka tengah membicarakan perihal keduanya yang sepakat akan menikah.

Malik menatap Hanin yang tengah duduk di samping Papanya--Guntur. "Jadi, Malik beneran serius? Kalian masih muda loh. Masih 22 tahun," kata Guntur.

"Malik yakin, Om. Lagian, kita udah kelamaan pacaran. Gak baik juga."

Halah, so soan gak baik. Tetep aja waktu putus mah dia mohon-mohon pengen balik lagi, cibir hanin dalam Hati.

"Ya udah, gimana baiknya aja. Yang penting mah, dua duanya udah sama-sama yakin. Lagian, gak baik niat baik di larang-larang," kata Anneth.

"Tiga bulan lagi," ujar Reno.

"Pa, kelamaan," rengek Malik.

Hanin melempar tatapan tajam pada Malik. Malik mendengkus kesal, "Bulan depan deh," tawar Malik.

"Heh! Kamu kira nikah itu berangkat piknik?" tanya Guntur.

Malik mencebik kesal. "Lebih cepat, lebih baik, Om."

"Dua bulan lagi, atau nggak sama sekali," putus Anneth.

Sedangkan di dapur, Rios terlihat anteng memainkan ponsel milik Malik. Leo tersenyum menatap Ara yang tengah membaca novelnya.

Cowok itu menompang dagunya. "Ara mau hadiah novel apa dari Leo?" tanya Leo.

Ini sisi lain dari Leo, ia akan bersikap lembut hanya pada Ara dan juga Hanin. Karna menurutnya, dua wanita itu memiliki peran penting di hidupnya.

Ara mendongkak. Gadis dengan seragam SD menutup novelnya. "Apa aja. Apa yang dikasih Leo, pasti Ara baca kok."

"Kalau Leo kasih hati Leo, Ara baca gak?"

"Ih, apaan sih? Ara masih kecil."

"Kalau udah besar mau?"

Ara mendengkus kesal. Ara tumbuh menjadi gadis yang cantik. Persis seperti Mamanya--Adel. "Leo, apaan sih?"

Leo tertawa pelan. Tangannya terulur mengacak puncak kepala gadis itu. "Bercanda. Sekolah yang bener. Ara kan bentar lagi ujian," ujar Leo.

"Kak Ara masih kecil. Jangan di ajak pacaran terus."

Leo dan Ara mengalihkan pandangannya pada Rios. Pria kecil itu mengangkat dagunya songong. "Apa liat-liat? Gue tau gue ganteng."

"Ra, anak siapa sih dia?" tanya Leo.

Ara tertawa pelan. Ia sudah terbiasa dengan sifat sewot pria kecil itu.

"KAWIN, KAWIN KAPAN KAWININ AKU. AKU TAK MAU NUNGGU LAMA-LAMA. Asek-asek jos!"

Ara, Leo, dan Rios mengalihkan pandangannya pada Malik. Cowok itu duduk di samping Rios. "Bro, tau gak? Abang mau nikah!"

"Gak nanya," jawab Rios.

"Sabar gue mah, Ri."

"Abang, tadi ada sms. Katanya kuota Abang abis."

Malik membelakan matanya. Astaga, bahkan ia baru mengisi saat perjalanan kemari tadi. "Serius?"

"Liat aja." Rios menyerahkan ponsel Malik.

"Rios buka apa aja?"

"You tube. Rios nonton tutorial menetralisir ketampanan," jawabnya.

Malik mengerjapkan matanya beberapa kali. Yasudahlah, sudah habis juga. "Untung calon adek," gumamnya pelan.

"Rios! Rios katanya mau ke rumah Beby? Katanya mau kerja kelompok?"

Rios menghela nafasnya pelan. Ia menatap Hanin malas. "Gak ah. Beby berisik, kaya Kakak."

"Heh! Gue gak berisik!"

"Berisik. Kakak tuh mulutnya gak bisa diem. Sama kaya Beby. Rios risih tau."

Malik tertawa. Cowok itu memilih mengajak Hanin untuk pergi meninggalkan dapur.

Keduanya terduduk di anak tangga. Malik memainkan cincin di tangan Hanin dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya. "Seriusan kita mau nikah?" tanya Malik.

"Emang kamu gak mau?"

"Nin, ya maulah."

Hanin tertawa pelan. Gadis itu hendak menyandarkan kepalanya pada bahu Malik. Namun, Rios dengan kurang ajarnya datang dan duduk di tengah-tengah keduanya. "Belum muhrim."

Mau Extrapart?

Apa tanggapannya untuk Epilog ini?

Seneng gak?

Btw, kalian suka karakter Leo waktu kecil, atau karakternya Rios?

Btw Rios songong euy hiksrotTT

See u extrachapter<3

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro