Extrapart 1

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Saya terima nikah dan kawinnya Hanindhya Maheswara binti Guntur Maheswara dengan mas kawin seperangkat alat shalat dibayar tunai."

"Bagaimana para saksi, sah?"

"Sah!"

"Allhamdulillah--"

Dua bulan sudah berlalu, Hanin dan Malik hari ini resmi menikah. Di depan para saksi, Malik mengucapkan janji sucinya.

Namun sayang, Fatur tidak hadir di hari bahagia mereka. Cowok itu masih sibuk dengan kuliahnya di Amerika.

Setelah melewati beberapa acara, Hanin dan Malik duduk di pelaminan. Kedua remaja yang sudah resmi menjadi suami istri itu tersenyum. "Gue udah siapin hadiah, spesial," bisik Rizki.

Hanin memicingkan matanya, ia tak yakin jika cowok itu tak macam-macam. "Gak macem-macem kan?" tanya Hanin.

"Cuman satu macem," jawabnya tertawa.

"Heh! Cepetan dong, gue mau cepika cepiki sama istri orang!" ujar Ucup kesal.

Rizki mengalihkan pandangannya. Matanya melotot kala melihat tangan Ucup yang hampir bersentuhan dengan Ivi. "Heh! Jaga jarak!" Rizki menunjuk lengan Ucup.

"Apaan sih?! Ribut banget lo!" jawab Ucup kesal.

Ivi menjewer telinga Rizki. Bisa-bisanya cowok itu membuat masalah di saat seperti ini. "Aw! Ivi sakit!" ringis Rizki.

Ucup tertawa begitupun dengan Hana. Rizki mengusap telinganya dengan kesal. "Galak banget sih," gumamnya kesal.

"Heh! Ini banyak yang ngantri. Cepetan!" ujar Ana.

Rizki akhirnya memilih berdiri di samping Hanin. Saat Ivi bersalaman dengan Malik dan Hanin, Rizki dengan kurang ajarnya melakukan yang sama. "Saya suami keduanya Hanin, Bu," ujar Rizki.

"Heh!"

"Eh foto dulu!" kata Ucup.

Rizki, Ucup, Hana, Ana, dan Daffa mengatur barisan. Mereka melakukan sesi foto selama dua kali. Setelahnya, mereka pamit makan.

Dena datang, gadis itu tersenyum. Dena benar-benar berubah. Jika dulu gadis itu khas dengan gaya tomboynya, sekarang ia terlihat anggun dengan kebaya dan juga make up tipisnya.

Ah sayangnya Fatur tidak di sini. "Lik, Nin, selamat ya!" Dena tersenyum.

Hanin mengangguk. Sejujurnya Hanin masih sedikit kesal dengan kejadian beberapa tahun lalu. Tapi, ya sudahlah tidak baik juga menyimpan dendam. "Lo di mana sekarang, Den? Baru nongol lagi," kata Malik.

"Gue di Bandung."

"Ikut suami?" tanya Hanin.

Dena menggelengkan kepalanya, "Gue sama dia gagal nikah," jawabnya.

Hanin cukup terkejut untuk itu. Pasalnya, Malik pernah bilang kalau Dena akan menikah setelah lulus sekolah. Tapi nyatanya, Dena gagal menikah?

"Ya udah, gue mau nyamperin yang lain. Sekali lagi selamat ya!" ujar Dena.

Beberapa jam mereka menyalami para tamu undangan. Melakukan sesi foto dan lainnya.

Hanin duduk. Malik yang melihat itu ikut duduk di samping Hanin, "Kenapa? Cape?" tanya Malik.

"Banget, lecet nih kayanya." Hanin menggerakan kakinya sendiri.

Malik melirik ke kanan dan ke kiri. Tamu undangan sudah mulai berkurang. "Kamu mau makan?" tanya Malik.

"Nggak ah nanti aja," jawabnya.

"Kasian, keringetan gini." Malik mengusap dahi gadis itu pelan.

Malik tersenyum, "Aku udah bilang belum?"

"Bilang apa?"

"Kamu cantik."

Hanin tersenyum. Gadis itu menggelengkan kepalanya pelan. Dari kejauhan, Rios dan juga Beby tengah berjalan ke arah mereka.

Rios terlihat menepis tangan Beby beberapa kali. Hanin menghela nafasnya. Astaga, manusia menyebalkan itu.

"Beby! Gak usah ikutin gue!"

"Rios galak banget sih? Beby kan gak ada temen."

"Kan lo bisa tuh gabung sama Kak Ara."

"Kak Ara udah besar, Beby sama Rios kan sepantaran. Kita juga temen sekelas. Kita juga kan udah temenan lama banget dari orok--"

"Berisik banget sih!"

Rios langsung naik ke atas pangkuan Malik. Pria kecil itu menatap Beby tajam. "Apa lo? Naksir?" tanya Rios sewot.

"Siapa juga yang naksir sama cowok galak, judes, ketus kaya Rios!" jawab Beby.

Beby langsung menghampiri Hanin. Tangannya menunjuk Rios. "Tuh kak, Rios suka gitu sama Beby," adunya.

"Pengaduan!"

"Diem!" jawab Beby kesal.

Hanin dan Malik saling tatap. Keduanya menggeleng pelan. Mengapa bisa Rios menjadi seperti ini. Padahal saat kecil dia terlihat begitu menggemaskan. "Rios! Jangan gitu!" ujar Hanin.

"Biarin."

"Heh! Bener-bener lo ya!"

"Apa?" tanya Rios menantang.

Beby memeluk lengan Hanin. Gadis kecil itu menyipitkan matanya memperhatikan wajah Hanin. "Wah, Kak Hanin kaya princess. Mama waktu nikah sama Papa pasti cantiknya kaya Kakak deh. Tapi, sayang banget Beby gak dateng waktu Mama sama Papa nikah," ujar Beby.

Malik mengusap wajahnya pelan. "Anak siapa sih dia?" tanya Malik.

"Anaknya Tante Ana sama Om Daffa. Tapi sayangnya, dia gak ada mirip-miripnya sama Tante Ana. Tante Ana cantik, dia mah berisik!" kata Rios sewot.

"Siapa yang berisik? Beby gak berisik. Rios yang judes! Dasar galak!" jawab Beby tak terima.

Oke. Si berisik dan si Judes.

***

Malam harinya, Hanin tengah membersihkan Make upnya. Di belakangnya, Malik duduk di atas kasur seraya memperhatikan Hanin dari belakang.

Sudut bibirnya peralahan melengkung ke atas. Ia tak menyangka, gadis kecil yang berjanji akan menikah dengannya, kini benar-benar menepati janjinya.

"Malik mandi sana," usir Hanin.

Malik mengangguk. Cowok itu akhirnya memilih meraih handuknya dan masuk ke kamar mandi.

Hanin memilih mengganti bajunya dengan kaus tipis dan celana pendek.

Selang beberapa menit, Malik keluar. Cowok itu terlihat mengacak-acak rambutnya yang basah. "Kamu mandi sana," kata Malik.

Hanin menganggukkan kepalanya dan memilih masuk ke kamar mandi. Di kasurnya Malik terlihat tersenyum-senyum sendiri, fikirannya melayang ke mana-mana.

Ia menunduk. Tak lama, Hanin keluar menggunakan kaus yang sama. Gadis itu duduk di samping Malik. "Nin cape gak?" tanya Malik.

"Capelah. Seharian berdiri, belum lagi ngurusin Rios sama Beby yang berantem," jawab Hanin.

"Udah malem," kata Malik.

Hanin mendongkak menatap wajah Malik. "Terus?" tanya Hanin.

"Ya ... Dingin," jawabnya nggak jelas.

Hanin semakin dibuat heran. Gadis itu memilih naik ke atas kasurnya dan memilih memejamkan matanya.

Malik menatap kakinya. Kenapa Hanin tidak peka?

Malik memilih ikut merebahkan tubuhnya di samping gadis itu. Tangannya terulur mengusap pipi Hanin. "Yang, seriusan tidur?" tanya Malik dengan rengekannya.

"Ngantuk," jawab Hanin.

"Beby lucu ya?" tanya Malik masih dengan mode mengkodenya.

Hanin berdehem pelan. "Hanin, buka matanya!" Malik masih merengek.

"Sini tidur." Hanin memilih memeluk tengkuk suaminya itu.

Malik mengeratkan pelukannya pada pinggang milik Hanin. "Hanin, jangan tidur dulu," ujar Malik lagi.

"Ngantuk, Lik."

"Hanin ih! Kamu mah!"

Hanin membuka matanya. Mengapa Malik tidak bisa diam?

"Kenapa sih?" tanya Hanin.

Malik mengecup tengkuk gadis itu cepat. "Bikin Baby yuk!"

Hanin sontak melotot. Gadis itu langsung mendorong Malik hingga cowok itu tersungkur ke lantai.

Malik mengusap punggungnya pelan. Cowok itu beranjak. "Kenapa sih?" tanya Malik kesal.

"Kamu yang kenapa!" Hanin masih melotot.

Malik kesal. Cowok itu kembali ke kasur dan menaikan selimutnya. Cowok itu tidur membelakangi Hanin.

Hanin duduk. "Heh, kamu ngambek?" tanya Hanin.

"Diem ah, ngantuk," jawab Malik.

"Ngadepnya ke sini," pinta Hanin dengan tangan yang memaksa Malik.

Malik masih mode merajuk. Cowok itu berusaha memejamkan matanya. Namun, Hanin memeluk Malik dari belakang. "Jangan ngambek dong, kan tadi cuman kaget doang," bisik Hanin.

Malik memejamkan matanya. Astaga, Hanin kalau tidak mau ya jangan begini! Ini namanya nyiksa!

"Mana yang sakit?" tanya Hanin.

"Malik liat sini dong."

"Kalau gak mau, aku gak jadi mau loh."

Malik sontak membuka matanya. Cowok itu berbalik. "Serius?" tanya Malik.

Hanin menarik nafasnya pelan kemudian menganggukan kepalanya pelan. "Kalau belum siap gak papa," kata Malik lagi.

Hanin diam beberapa saat. Namun, setelahnya gadis itu menganggukan kepalanya pelan. "Aku siap."

Senyum Malik mengembang. Cowok itu akhirnya menaikan selimutnya dan menutupi tubuh keduanya.

Setelahnya, hanya mereka yang tahu.

***

Pagi harinya, Malik turun dari anak tangga rumah mertuanya. Di meja makan, Rios dan juga Leo tengah sibuk mengolesi roti dengan selai kacang kesukaan mereka.

Leo memang sengaja menginap ikut dengan Malik. Ya ... Bukan apa-apa, hubungan Leo dan Reno masih belum membaik. Jika tak ada Malik, Leo pasti akan berbuat ulah di sana.

"Mama sama Papa mana?" tanya Malik.

"Gak tau, tadi sih katanya ada urusan," jawab Rios.

Leo memakan rotinya. Cowok itu terlihat anteng dengan wajah coolnya. Malik akui, Leo tumbuh menjadi remaja yang tampan.

Bahkan, Malik dan Leo saja lebih tampan cowok itu. "Kak Hanin! Kak! Ara bawa bubur kacang nih!"

Leo langsung mengalihkan pandangannya. Senyumnya seketika mengembang kala mendapati Ara yang saat ini berjalan ke arah meja makan. "Eh, udah pada makan?" tanya Ara.

Leo sontak menyimpan rotinya. "Masih muat kok," jawabnya.

Malik mendengkus. Ara datang saja sikapnya langsung berubah. "Serius? Leo bukannya suka muntah ya kalau kebanyakan makan?" tanya Ara.

"Nggak kok, udah nggak. Iya kan Bang?" tanya Leo seraya mengedipkan matanya mengkode ke arah Malik.

"Iya," jawab Malik.

Biar saja, lagipula yang akan sengsara dirinya sendiri. Ara memilih menyimpan beberapa bungkusan itu. "Eh, Leo gak ke taman lagi? Siapa tau Rea ada?"

Leo mendadak bungkam. Cowok itu diam dan langsung menatap ke arah Ara. "Jangan ngomongin Rea."

"Tapi kan bukannya--"

"Rea bukan siapa-siapa."

Ara diam. Gadis kecil itu memilih menganggukan kepalanya pelan. "Serius nih? Nanti Reanya dateng, Aranya malah dilupain lagi," sindir Malik.

"Sembarangan."

Leo melirik Ara yang mendadak diam. Gadis itu tersenyum kemudian menatap Rios, Malik, dan juga Leo secara bergantian. "Ara pulang dulu ya."

Ara langsung pergi meninggalkan rumah Hanin. Leo sontak beranjak, cowok itu langsung mengejar Ara yang masih berada di teras rumah. "Ara," panggil Leo.

Ara menoleh. Gadis itu tersenyum, "Kenapa?"

"Ara kenapa?" tanya Leo.

Ara menggelengkan kepalanya pelan. "Ara gak papa. Ara pulang du--"

"Leo gak akan lupain Ara, kok."

Ara diam. Gadis itu tersenyum dan menganggukan kepalanya. "Ara percaya kok sama Leo. Kita kan sahabat. Sahabat gak akan tinggalin sahabatnya," jawab Ara.

Kini bagian Leo yang terdiam. Sahabat ya? Oke Leo, Ara masih anak SD gadis itu belum mengerti perihal perasaan. Tangan Leo terulur mengacak puncak kepala gadis itu. "Iya," jawab Leo.

"Ara di usap gini gak akan hamil kan?" tanya Ara.

Leo tergelak. Astaga, gadis itu masih ingat saja.

Tanggapan untuk Extrapart ini?

Novel Dari hanin Untuk Malik masih bisa di pesan lewat penerbit ya!

See u<3

Buat yang minta cerita Leo, aku insyaallah bakal bikin tapi nggak sekarang-sekarang. Gak tau kapan:v

Jangan lupa dukung cerita

Receh Boy!, Andafa, ya!

See u<3

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro