13

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Ah, ini yang dia suka ketika terdakwa tidak mengajukan eksepsi dalam kasus pelecehan seksual. Lagi pula, apa yang harus diajukan kalau semua data maupun kronologi si tukang cabul sudah lengkap sampai ke akarnya. Selain itu, saat pembacaan tuntutan oleh penuntut umum, pelaku hanya tertunduk lesu bak padi yang makin berisi makin merunduk. Bedanya, lelaki yang berprofesi sebagai ojek online itu berusaha menyembunyikan detail kesalahan sambil memilin ujung baju tahanan. Ternyata korbannya bukan hanya kliennya saja karena ada dua orang yang ditemukan Sherly pernah dilecehkan oleh pelaku. Mereka siap menjadi saksi di agenda pembuktian nanti.

Melihat terdakwa membungkukkan badan seperti seseorang yang dilumuri dosa, Sherly mencebik ingin mengejeknya. Apakah terdakwa cabul itu sudah mendapatkan hidayah di jeruji besi? Setahu Sherly, penjara semacam neraka kecil di mana berbagai penjahat dari kelas teri sampai kelas kakap bernaung dalam satu atap. Ketika mereka mendapati seseorang yang baru melakukan tindak kriminal, biasanya akan ditanya apa yang membuat mereka bisa tertangkap. Sherly mengamini apa yang terbersit dalam pikiran, berharap hukuman dalam penjara bisa menyadarkan bahwa tindak pelecehan perempuan adalah hal tak bermoral.

Sembari menunggu keputusan yang akan dibacakan hakim minggu depan, Sherly pergi menemui klien di salah satu restoran mewah yang sengaja dipesan secara privasi. Dia ingin mengajukan beberapa pertanyaan terkait informasi adanya pencucian uang di perusahaan alat kesehatan Asa Sehat itu sekaligus melihat bukti dasarnya. Saat sampai di mobil, tiba-tiba pintu sisi kiri mobilnya terbuka dan Eric masuk begitu saja dengan setelan rapi dan rambut berjambul kebanggaan.

Masih menatap Sherly, Eric mengirim kerlingan mata dengan senyum memesona tanpa dosa sudah menelusuk sebelum sang mantan yang sudah melewati malam panas bersamanya kemarin memberi ijin. "Kenapa? Lo mau kita bercinta di sini?"

Sontak saja bola mata Sherly mencelang mendengar ajakan mesum itu. Untung saja dia sudah membentengi diri dan memakai topeng sebaik mungkin agar Eric tidak mengetahui betapa besar efek yang ditimbulkan setelah malam itu. Sherly mengira kalau memblokir semua akses kontak, Eric akan sadar diri kalau gadis itu sudah tidak ingin berhubungan lagi. Sayang, kenyataannya justru tidak sesuai rencana, mereka akan sering bertemu dalam persidangan-persidangan yang artinya tidak ada ruang bagi Sherly untuk sembunyi seperti sebelumnya.

"Ric, lo keluar dari mobil gue," pinta Sherly setenang mungkin meredam debaran dadanya yang sudah tidak pernah berdegup kencang seperti ini.

Ah, sialan! rutuk Sherly dalam hati.

"Mobil gue di bengkel," jawab Eric,"lo bisa anterin gue pulang?"

"Lo pikir gue babu? Sana pergi!" usir Sherly mendorong lengan Eric tuk segera menjauh. Lelaki itu sudah seperti amoeba yang bakal membuat pikiran Sherly dipenuhi bayangan Eric dan percintaan panas mereka. Sekarang saja seluruh bulu romanya berdiri seakan tak sabar menanti jemari Eric menelusuri dan meninggalkan jejak kepemilikan di sana.

"Idih, si paling sibuk ... lo ke mana sih!" ketus Eric kesal.

"Rahasia, Eric. Kenapa sih lo ganggu hidup gue terus?" keluh Sherly gemas ingin mengacak tatanan rambut Eric. "Kerjaan gue banyak. Please lah ngertiin gue."

"Kapan lo ngertiin gue balik?" balas Eric mendadak melow. "Lo mau ke mana sih, biar gue temenin. Lo enggak kencan sama cowok lain lagi kan?"

"Enggak salah denger gue?" Sherly mengorek telinganya dengan jari kelingking, menjentikkan sebuah omong kosong yang didengarnya kepada Eric. "Lo mau jadi cepu?"

"Gue malah pengen jadi cepu supaya tahu dengan siapa lo deket sekarang," jawab Eric yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan pertanyaan Sherly. "Setelah kita bercinta kemarin, gue sadar-- ah Sherly!" pekik Eric ketika Sherly memukulnya dengan tas. "Iya-iya gue keluar, jahat banget lo jadi cewek!"

Sialan! Kenapa dia bangga banget bahas gituan! batin Sherly malu setengah mampus.

###

Beginilah akhirnya!

Eric senyum-senyum sembari menyetir mobil Sherly setelah berhasil membuat gadis judes itu luluh. Sepertinya alam semesta memang sedang berpihak penuh sehingga saat diusir tadi ada sebuah motor yang tidak sengaja menabrak Eric saat melintas. Otomatis lelaki bertubuh tinggi bak tiang bendera itu terjerembap menyisakan luka lecet di tangan. Sherly yang melihatnya langsung menghardik si pengendara motor yang lewat seenak udelnya. Tentu saja momen seperti itu dibuat Eric menjadi sesuatu yang berlebihan walau luka lecet di tangannya hanya sekadar luka kecil biasa.

"Makanya kalau jalan pakai mata," cerocos Sherly mengulurkan tangan kanannya kepada Eric. "Apa perlu gue beliin kacamata buat lo? Sini gue bersihin lukanya!" Alhasil, Sherly pun merelakan beberapa menit waktunya untuk membersihkan luka Eric sebelum menerima permintaan lelaki itu untuk diantar pulang ke apartemen. "Lo punya obat merah kan?"

"Enggak," jawab Eric sambil meringis kesakitan. "Lo rawat luka gue ya, di sini juga," tunjukknya ke arah dada bidang yang pernah menjadi sandaran kepala Sherly. "Butuh obat cinta lebih banyak."

"Ric, please, jangan bercanda," ketus Sherly menyipitkan matanya.

Eric tersenyum lebar karena dihadang kemacetan di jalan Antasari hingga Prapanca karena ada mobil mogok. Setidaknya dia bisa punya banyak waktu agar bisa bersama Sherly seharian. Jika seperti ini, apakah dia perlu menarik ucapannya saat mengatakan sudah move on? Eric menggeleng pelan, melirik sebentar ke arah garis wahah Sherly yang memandang ke arah jalanan tanpa membuka pembicaraan. Sepetinya istilah move on sudah tidak berlaku lagi terutama ketika mereka pada akhirnya menyerukan nama dalam surga dunia. Mengingat betapa liar bibir Sherly membalas pagutannya, perut Eric serasa digelitiki dari dalam menciptakan kupu-kupu yang hendak keluar dari sana. Berdekatan dengan Sherly seperti mendapat radiasi yang akan melumpuhkan semua sel di tubuhnya, belum lagi aroma parfum yang sudah terekam rapi di benak si buaya itu.

Tapi, Eric tak bisa membayangkan bagaimana reaksi yang dirasakan para lelaki yang sudah menghabiskan kencan buta bersama mantannya ini. Apakah mereka semua selalu berakhir di ranjang? Lagi pula siapa sih yang bisa menyangkal pesona kecantikan gadis di sampingnya ini? Ya, meskipun Sherly terkesan angkuh, judes, bermulut pedas, mungkin sebagian lelaki akan memilih mundur daripada adu mulut dengannya.

Sekali pun begitu, Eric bergidik ngeri tak mau memikirkan para buaya yang sudah pernah menghabiskan malam bersama Sherly daripada dadanya mendadak sesak akibat rasa terbakar api cemburu. Dia mendesah, berandai jika mereka bertemu lebih cepat, mungkin Eric akan memasang pagar pembatas untuk semua lelaki agar tidak menyentuh gadis di sampingnya ini. Hendak mengusili Sherly karena mereka hanya terdiam, kalimat rayuan Eric tertahan di kerongkongan saat mendapati Sherly tengah melamun. Dia merasa ada sesuatu yang tengah disembunyikan Sherly di balik tatapan ambisius yang berubah menjadi sendu.

"Napa lo? Muka lo kayak lagi mikir utang," kata Eric membuka percakapan karena dirundung rasa kepo. Mungkin kalau Sherly butuh teman curhat sampai dada untuk sandaran, Eric akan meluangkan tempat khusus untuknya.

"Bukan urusan lo," ketus Sherly tanpa melirik ke lawan bicara yang sudah antusias menjadi pendengar baik.

Ekspektasi Eric serasa runtuh seketika. Padahal bukan jawaban itu yang diharapkan sang jaksa untuk memahami keresahan yang membelenggu Sherly. Dia mengira kalau gadis itu bakal bisa menceritakan segala sesuatu dengan mudah. Apakah karena status mantan, mesti ada jarak di antara keduanya? Eric sudah mencoba menjadi pria friendly seperti saran teman di WA kalau mantan tak perlu jadi kenangan, mantan itu minimal jadi teman sebelum membawa kembali ke pelaminan.

"Santai aja kali sama gue," ungkap Eric menangkap gelagat canggung Sherly. "Gue enggak bakal nyium lo lagi."

"Eric, please ... gue juga ogah nyium lo lagi."

"Yang bener?" Eric menggoda Sherly seraya membelokkan kemudi mobil ke arah Kebayoran lama. "Seingat gue ... lo malah tergila-gila sama bibir seksi gue ini."

"Gue bakal patahin burung kebanggaan lo kalau lo bicara lagi," ancam Sherly yang dibalas tawa.

"Gini-gini juga bisa memuaskan lo," timpal Eric tak takut.

Pikiran Sherly kembali dibuat tak berdaya, sekelebat kenyataan di masa lalu kembali menerjang. Dia berpaling ke arah jendela tak berani memandangi Eric yang menaruh harapan besar atas hubungan mereka. Sherly tidak ingin memberi mantannya peluang lagi. Seperti buku yang sudah tahu bagaimana akhirnya, Sherly tidak memiliki hasrat untuk merajut cinta bersama Eric meski sisi lain dari dirinya menyangkal kalau gadis kepala batu itu tidak akan bisa bertahan dengan ucapannya sendiri.

Sherly terkejut setengah mati ketika Eric menarik tangan kanannya dan mengisi sela-sela jemari lentik itu. Dia hendak menolak tapi tenaga genggaman tangan Eric cukup kuat. Malas berdebat, Sherly membiarkan tangan itu bertaut sampai akhir perjalanan. Eric membelai punggung tangan Sherly merasakan betapa hangat tangan lembut dan jari lentik itu. Sementara efek sentuhan Eric seketika menggetarkan jiwa Sherly yang mulai mencari-cari celah untuk meruntuhkan pendirian teguh sang pengacara.

"Gini kan enak, kita pegangan tangan kayak dulu lagi. Lo masih inget kan?" Eric menyodorkan selembar kenangan di antara mereka dengan pipi yang tersipu.

"Enggak, gue udah lupa!" tandas Sherly jutek membuang muka. "Semua tentang lo gue udah lupa."

Tak sempat menimpali ucapan Sherly, ponsel Eric di holder phone berdering menampilkan kontak bernama Cantik. Sherly mencuri pandang ke arah gawai Eric hanya bisa membatin ingin menendang jauh-jauh lelaki playboy ini. Eric melepas genggaman tangannya memilih menjawab panggilan itu dengan wajah sumringah. Bola mata Sherly membesar menangkap raut muka Eric bersinar seperti matahari berada tepat di atas ubun-ubunnya. Dia penasaran secantik apa perempuan bernama Cantik hingga Eric merelakan genggaman tangan yang belum lama itu.

Lah, gue kok baper? Sherly bergidik ngeri dan mengelus dadanya membuang jauh-jauh perasaan aneh itu.

"Hai, Cantik ..." sapa Eric melalui sambungan telepon yang sengaja di loudspeaker. "Ada apa? Kangen?"

"Iya dong ... lo malam ini sibuk enggak? Gue ada tiket nonton nih!" Suara si Cantik terdengar manja. Sherly sampai menyorot tajam garis wajah itu dengan tak suka. Mendengarnya saja, Sherly yakin kalau si Cantik ini perempuan gampangan yang tebar pesona kepada semua buaya.

"Oke, jam berapa? Tapi nonton wajah lo lebih seru dan menyenangkan daripada film, hahaha ..." Eric meluncurkan bualan manis yang sudah terkenal di antara para kaum hawa yang pernah berkencan dengannya. Dan semakin ke sini, lidah Eric lihai bukan main melancarkan rayuan yang bikin perempuan klepek-klepek bak ikan kehilangan napas.

"Idih, masih aja ya! Jam delapan malam, Ric. Jemput gue ya di indekos ya!"

"Siap, Sayang. Asal ibu kos lo enggak minta nomor gue lagi. Tunggu gue kamar lo," canda Eric kemudian menutup sambungan telepon. Ekor matanya mencerling sebentar ke wajah Sherly. "Gue nanti pulang duluan ya, perlu ambil mobil gue di bengkel buat jemput Cantik."

"Oh, apa urusan gue sama lo?" ketus Sherly tak suka.

Eric tertawa bahagia mendapati wajah Sherly sepertinya menahan cemburu. "Cie ... ada yang jengkel nih."

"Jangan mimpi!"  

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro