29

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bukan Eric namanya kalau tidak mengomeli Sherly dari A sampai Z setelah tahu gadis itu hampir ditusuk oleh orang tak dikenal. Meski hanya luka gores beruntung tidak sampai mengenai urat nadi yang bisa membuatnya tewas kehabisan darah. Eric menunggu Sherly di ruang tunggu UGD rumah sakit Sejahtera dan kebetulan adiknya sedang jaga di sana. Awalnya Sherly tercengang dan canggung bertemu bertemu Farah yang sudah lama tak dijumpai, tapi adik Eric yang lebih kalem daripada kakaknya itu menyuruh Sherly untuk bersikap biasa saja. 

Di ruang tindakan, dengan telaten Farah membersihkan luka Sherly sambil sesekali mengamati wajah gadis yang dulu sangat digilai Eric. Mungkin sampai sekarang, pikirnya. Melihat ekspresi kakaknya sepucat mayat hidup, Farah sudah bisa menebak kalau perasaan Eric belum berubah walau waktu sudah berjalan begitu cepat. Entah apa yang membuat mereka mendadak putus di tengah jalan waktu itu, sampai sekarang Farah tidak bisa memahaminya.

"Sejak kapan Abang lo pindah dari rumah?" tanya Sherly membuka suara. "Gue denger dari seseorang, Abang lo minggat udah lima tahunan ini."

Farah mengeringkan area luka dengan kasa steril usai membersihkannya dengan cairan Iodine yang dicampur cairan saline lalu berkata, "Bang Eric sempat bertengkar sama Papa. Lo tahu sendiri kan bokap gue ambisi banget buat jadiin anaknya pengusaha semua. Setelah lulus, Bang Eric disuruh kerja di perusahaan tapi dia enggak mau."

"Lah kan udah ada si Farrel," ujar Sherly. 

"Enggak tahu tuh Papa. Sekarang kalau kayak gini, siapa sih yang mau jadi pengusaha anaknya koruptor?" keluh Farah. "Gue di sini aja kadang risih sama orang-orang liatin gue. Apalagi Farrel."

"Udah jangan dimasukkin hati, lagian bukan elo kan pelakunya," kata Sherly. "Kalau lo dijadiin bahan gibah, tutup kuping aja. Lo makan enggak minta mereka kok. Kalau diejek, ya ejek balik lebih kasar biar mereka enggak semena-mena. Gue punya fake account kalau lo butuh gue buat jadi buzzer."

Farah mengangguk lalu menempelkan plester putih sambil tersenyum. "Gue jadi makin paham kenapa si kunyuk itu enggak bisa move on sekalipun banyak cewek yang udah ngajak kawin dia."

"Ngajak kawin? Serius? Siapa emang?" tanya Sherly penasaran. 

"Lo cemburu?" tebak Farah membereskan alat-alat medisnya. 

Kontan muka Sherly memerah bak tomat terlalu matang di pohon, sampai-sampai tak berani memandang balik wajah Farah yang terkikik melihat mantan pacar abangnya salah tingkah. Mungkin orang lain akan menilai Sherly perempuan badass yang selalu berkata kasar, angkuh, tidak kenal takut, padahal sebenarnya dia sangat perhatian dan penuh kasih sayang. Sementara Sherly ingin memaki mulutnya sendiri beraninya mempertanyakan hal yang dirasa sensitif. Di sisi lain, penasaran juga dengan sosok perempuan lain yang mengajak mantan pacarnya menikah. Lagian, siapa sih yang bakal betah dengan Eric yang kadang terlalu over protektif seperti itu?

"Tenang, buaya kayak Bang Eric jinaknya sama elo doang, lainnya cuma buat mainan," tambah Farah. 

Tak berapa lama, Eric datang seraya membawa obat di tangan kiri sedangkan di tangan kanan membawa plastik berisi makanan untuk adiknya yang sedang dinas jaga. Diberikan makanan itu seraya berkata, "Buat lo! Awas kalau lo diet lagi! Badan kayak sapu lidi gitu pakai diet-diet segala." Kemudian ditatap wajah Sherly dan meraba bekas sayatan di leher gadis itu dengan nada lembut, "Masih sakit?" 

"Hilih ... nadanya langsung berubah banget sama cewek lo!" cibir Farah. "Tuh kan bener apa kata gue, Sher. Buaya kayak dia cuma nurut sama lo doang, gue adeknya aja enggak pernah tuh diginiin."

Mendengar perdebatan kakak-beradik itu, Sherly langsung menepis tangan Eric dari lehernya. "Ck, jangan pegang-pegang!"

"Apaan sih, orang biasanya lo suka gue pegang," kilah Eric membuat Farah memukul lengan kakaknya. "Apa lo!"

"Ini rumah sakit, Bang, lo pikir hotel?" protes Farah. 

"Bodo amat! Ini udah selesai? Gue mau balik dulu. Ayo, Sher," ajak Eric mengulurkan tangannya kepada Sherly.

Tak membalas uluran tangan itu, Sherly memilih meninggalkan Eric setelah berpamitan kepada Farah. Eric hendak mengejar Sherly namun ditahan oleh sang adik yang membisikinya, "Dikejar doang kapan dikasih kepastian?"

"Ejek gue lagi, gue gantung lo di atas jembatan," ancam Eric lalu meninggalkan Farah untuk mengejar Sherly. 

###

Sebenarnya Sherly benar-benar tidak ingin berada dalam satu ruangan bersama Eric terlebih apartemen tempat tinggal sang mantan meninggalkan kesan mesum di benaknya. Walau sudah berusaha melupakan malam panas waktu itu, tetap saja bayangan percintaan mereka menari-nari di depan mata membuat desiran darah Sherly mengalir begitu cepat. Sayang, perdebatan selama perjalanan yang terasa melelahkan akhirnya dimenangkan oleh lelaki keras kepala itu. Eric beralasan kalau saat ini situasi Sherly tidak memungkinkan untuk pulang seorang diri. Bisa saja kan di tengah jalan Sherly dibuntuti orang yang melakukan hal lebih buruk daripada goresan pisau di leher. Bukankah Eric lebih mirip mak-mak?

Sherly menyeret kakinya paksa masuk ke dalam apartemen Eric ketika lelaki itu memintanya untuk segera membersihkan diri. Dia hendak menolak karena tidak membawa pakaian tapi Eric tiba-tiba menyodorkan baju bersih lengkap dengan bra dan celana dalam berwarna merah menyala membuat Sherly membeliak tak percaya. 

"Gue beli ini buat jauh-jauh hari, jaga-jaga lo nginep di sini dan ... itu," kilah Eric tersipu. "Lagian gue juga udah tahu ukuran lo. Jadi enggak usah malu." Eric mengerlingkan sebelah mata.

"Eric!" seru Sherly melempar lelaki tak tahu malu itu dengan bantal sofa. "Sinting ya lo!" 

Eric tertawa terbahak-bahak. "Gue bener kan? Udah lo mandi sana, gue mau telepon Tante Sarah."

"Lo jangan ember kayak Sandra ya, gue potong juga burung lo!" ancam Sherly kemudian bergegas ke kamar mandi. 

Selagi menunggu Sherly selesai mandi, Eric duduk seraya menelepon Sarah untuk memberitahu bahwa anaknya berada di apartemen untuk menginap. Dengan alasan kalau mereka sedang menyelidiki kasus bersama. Awalnya Sarah berkilah mengapa Sherly tidak menginap di rumah Sandra sebagai sesama perempuan. Eric yang cerdik mencari alasan kalau rumah Sandra sedang direnovasi setelah kebanjiran dan banyak kecoak, hewan yang paling dibenci Sherly seumur hidup. Alhasil dengan alasan seperti itu Sarah menyetujui permintaan Eric dan memintanya menjaga Sherly. Eric mengiyakan sambil berbisik takut Sherly mendengar percakapan mereka. 

"Eric udah tahu apa yang terjadi sama Tante Sarah dan Papa," ucap Eric sepelan mungkin. Cukup lama Sarah tidak memberikan tanggapan, Eric melanjutkan lagi, "Eric sudah memaafkan apa yang terjadi termasuk perbuatan Mama ... Eric minta maaf ke Tante."

"Maafkan Tante ya Eric," ucap Sarah sesenggukan. "Maaf sudah jadi orang ketiga di keluarga kamu. Tante waktu itu ... enggak punya apa-apa buat biaya sekolah Sherly dan Barra. Maaf juga kalau Tante ... pernah memanfaatkan Papa kamu buat biayain kehidupan Tante."

"Iya ... Eric paham," kata Eric mendengar suara pintu kamar mandi terbuka. "Ehm, iya udah Tante, gitu aja, Eric mau mandi dulu."

Usai sambungan telepon itu terputus, Eric segera beranjak untuk menyambut Sherly serta membayangkan rambut basah sang mantan yang menarik di mata. Belum lagi aroma lavender dari sabun cair pasti menguar dari tubuh bak gitar Spanyol yang pasti sangat memabukkan kepala Eric. Tak lama Sherly muncul sambil menggosokkan rambut dengan handuk melempar tatapan sinis. 

"Kenapa muka lo mesum gitu?" tanya Sherly ketus.

Eric berjalan ke arah Sherly lalu merangkul tubuh ramping itu dan mencium bahu yang tertutup kaus longgar warna abu-abu. Ditarik sedikit kaus pemberian Eric hingga menampakkan pundak dengan tali bra kemerahan yang kontras dengan kulit bak pualam Sherly. Kontan saja Sherly memekik menghadiahi tinju tepat di ulu hati Eric sampai lelaki itu mengaduh dan mundur beberapa langkah ke belakang.

"Cium doang, Sher, astaga ..." protes Eric memegangi perutnya. "Lo mau makan apa? Gue mau masak rendang," tawarnya.

"Rendang? Sejak kapan lo bisa masak rendang?" ejek Sherly kaget. 

"Bisa lah, itu gue setok mi rasa rendang di dapur," kata Eric membuat Sherly melempar handuk kesal namun berhasil dihindari lelaki berjambul itu. 

Sherly mengejar Eric sampai ke dapur geram dan sejenak melupakan rasa pedih di lehernya yang terkena sayatan pisau. Layaknya Tom & Jerry, dua sejoli labil itu saling susul-menyusul sambil sesekali melempar umpatan. Sherly tak bisa menghindar kala Eric menangkapnya dan mendekap erat serta menggelitiki pinggang ramping gadis itu. Otomatis Sherly memekik geli lalu menggigit pundak Eric gemas.

Jika seperti ini, mereka seperti sedang mengulang kebersamaan semasa kuliah tanpa mengingat permasalahan yang menerpa di antara keluarga mereka. Yang ada hanyalah rasa gembira dan penuh suka cita bahwa dua insan di sana pernah merajut cinta penuh gelora. Hingga tak sengaja Eric memojokkan Sherly ke kulkas dapur dengan napas terengah-engah, mengunci pandangannya ke bola mata sang mantan.

Pantulan wajahnya terlihat jelas di dalam pupil Sherly bersamaan dengan secercah perasaan yang muncul dari dalam diri gadis itu. Hingga otak Eric memerintah tangan kanannya tuk terulur meraba pipi Sherly. Satu sentuhan yang dilakukan lelaki berkulit sawo matang itu berhasil menciptakan sebuah gelombang aneh dalam perut Sherly dan makin lama makin melambung sampai tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Mulut Sherly terbuka sedikit berusaha mengisi relung dadanya dengan oksigen dikala hidung mancungnya tak mampu menjernihkan pikiran.

Perlakuan Eric padanya mampu menghanyutkan diri Sherly ke dalam pusaran kenangan yang bisa menjebak seperti sebelumnya. Untuk mengelak pun sekarang dia tidak mampu, ditambah seluruh saraf dalam tubuh Sherly seakan terhipnotis oleh tatapan penuh gairah yang dipancarkan Eric. Perlahan tapi pasti, Eric menepis jarak demi jarak hingga embusan napasnya terasa menerpa wajah Sherly. Aroma odol dari Sherly sementara aroma maskulin dari tubuh Eric walau lelaki itu sedikit berkeringat. Wewangian yang selalu menjadi candu yang dikagumi secara rahasia.

Akibatnya, jarak yang makin menipis itu membuat jantung Sherly melompat-lompat tak karuan dan gelombang dalam dadanya bersiap untuk meletup. Dia berpikir apakah dapur akan menjadi tempat mereka untuk melakukan hal mesum. Sepertinya di dunia ini Sherly merasa kalau semua tempat akan menjadi begitu sesak jikalau berdekatan dengan Eric yang memiliki pesona berbeda dari lelaki lain. Dentuman di dadanya semakin bergenderang hebat sampai terasa sakit melebihi pedihnya luka sayatan di leher yang tadi diterima dan akhirnya meledak bak kembang api di tengah gelapnya malam saat Eric memberinya satu kecupan lembut di bibir. 

Hanya satu ciuman singkat itu, Eric bergerak mundur untuk mengambil dua bungkus mi instan di atas kulkas seraya  berkata, "Nanti kita lanjutin setelah makan. Gue laper."

"Eric kampret! Anjing lo ya!" gertak Sherly merasa di-PHP Eric. 

Mana gue kebawa perasaan lagi, batinnya kepanasan. 






Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro