30

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Sidang terbuka kasus penggelapan dana yang dilakukan direktur PT. Asa Sehat dan kepala bagian pengadaan rumah sakit Sejahtera digelar di pengadilan tipikor Jakarta Pusat setelah berkas perkara dipindah dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Banyak yang ingin melihat proses pengadilan itu termasuk Sherly ditemani Sandra serta Eveline. Tak luput juga para pengejar berita yang sudah standby sejak sejam lalu demi mendapatkan berita ekslusif. Saat bertemu dengan istri Gatot, Sherly menyorot tajam tanpa mengucapkan sepatah kata sementara ada satu tarikan tipis di bibir tipis sang dokter bedah saraf. 

Sandra sempat berbisik menyadari ada hal tak kasat mata yang bisa dirasakannya kala memandangi Eveline. Sungguh jauh berbeda dengan aura Eric yang biasanya cengengesan di luar kantor kejaksaan. Sherly mengedikkan bahu tak mau tahu, memilih mendengarkan dengan saksama ketika hakim berperawakan tinggi besar dengan rambut putih mengecek ulang identitas terdakwa yang kini duduk di tengah ruang persidangan. 

"Pekerjaan Saudara?" tanya hakim yang bernama Budi Cahyono. 

"Saya mantan direktur utama PT. Asa Sehat, Yang Mulia," jawab Gatot tegas.

" Di sini masih tertulis pekerjaan direktur utama Pt. Asa Sehat periode 2017-2022. Apakah Saudara masih menjabat saat ini?"

"Tidak Yang Mulia," jawab Gatot sambil menggelengkan kepala.

"Bagaimana ini penuntut umum?" hakim Budi berpaling ke arah meja penuntut umum.

"Kami segera perbaiki Yang Mulia," kata salah satu penuntut umum yang memakai kacamata.

"Ya, ini coret lalu paraf saja. Untuk yang bagian penasihat hukum juga segera diperbaiki agar tidak terjadi perdebatan," pinta hakim Budi kepada pengacara untuk menyerahkan surat dakwaan yang perlu diperbaiki. 

Setelah berkas yang disebutkan dirasa sesuai, hakim ketua mempersilakan penuntut umum untuk membaca dakwaan penggelapan dana yang dilakukan Gatot CS. Semua yang ada di ruangan yang memiliki empat mesin pendingin itu menyimak begitu serius kronologi sang mantan direktur utama melakukan penggelapan dana dalam pelelangan alat kesehatan yang dibantu oleh direktur kuasa dan kepala bagian keuangan rumah sakit Sejahtera. Mereka telah bekerja sama dengan distributor alkes untuk meminjam nama perusahaan tersebut kemudian memberikan fee kepada pemiliknya. Kemudian Eko Sahandi membuat harga perkiraan sendiri dari harga banding dengan mencantumkan nama PT. Asa Sehat dan dua perusahaan lain seolah-olah tiga perusahaan itu yang mengajukan harga dan disetujui Gatot. Lantas dokumen itu ditujukan kepada terdakwa Mawardi selaku ketua panitia pelelangan barang rumah sakit Sejahtera.

Saat proses pelelangan barang tersebut akan dimenangkan oleh PT. Asa Sehat dan dua perusahaan lain yang sudah diatur harga penawarannya. Sehingga dapat menguntungkan perusahaan yang dipimpin Gatot. Kemudian, uang hasil pelelangan tersebut selanjutnya masuk ke dalam rekening atas nama Gatot Prasaja yang selanjutnya dikirim ke dua terdakwa lain dengan perbandingan 50 : 50. Selain itu, ada beberapa distributor yang diajukan oleh Mawardi tapi setelah diselidiki perusahaan itu tidak pernah ada. 

Penuntut umum juga menjelaskan bahwa apa yang dilakukan terdakwa sebagai bukti kekuasaan Gatot selaku direktur utama sehingga dituntut pasal tindak pidana korupsi. Setelah selesai membacakan dakwaan, hakim ketua Budi bertanya kepada Gatot, 

"Saudara terdakwa sudah dengar? 

"Iya Yang Mulia."

"Apakah Saudara sudah mengerti surat dakwaan penuntut umum?" tanya hakim Budi lagi. 

"Mengerti, namun saya tidak melakukan apa yang didakwakan tersebut, Yang Mulia," ucap Gatot terlihat begitu tenang membuat Sherly yang mendengarnya ingin melempar kotoran. Bagaimana bisa dia tidak merasa melakukan kejahatan tersebut padahal jelas-jelas semua sumber uang yang diperoleh berasal dari pelelangan barang alkes yang tidak sesuai harganya.

"Kampret banget enggak sih, Sher, calon mertua lo kayak enggak ada dosa," bisik Sandra membuat Sherly melotot ingin menerkam temannya hidup-hidup. Seketika Sandra mengatupkan bibirnya rapat merangkul lengan Sherly agar gadis itu memaafkan ucapannya yang tidak mengenal filter. 

"Nanti dulu," sela hakim Budi, "terhadap surat dakwaan yang sudah dibacakan, undang-undang memberikan hak kepada Saudara untuk mengajukan keberatan. Silakan didiskusikan bersama tim penasihat hukum."

Gatot melenggut kemudian berjalan ke arah tujuh pengacaranya lalu berbisik sejenak sebelum kembali ke tempat duduk. Hakim Budi pun bertanya kepada penasihat hukum yang kemudian dijawab oleh salah satu pengacara paruh baya. Dia mengatakan kalau tidak mengajukan keberatan dengan pertimbangan yang membuat Sherly dan Sandra tercengang. Uang-uang yang diterima Gatot sebanyak tiga milyar sesuai yang dibacakan penuntut umum tersebut tidak pernah ada ditambah lima distributor yang tidak ikut diperiksa. 

"Ish, kampret juga pengacaranya," cibir Sandra, "padahal jelas banget loh, uang--"

"San, lo mau gue gantung di tiang bendera depan?" potong Sherly kesal. "Udah diem aja, itu akal-akalan mereka."

Sandra memutar kepala ke arah Eveline yang tampak tegang melihat persidangan suaminya, tak lama Eric datang dan duduk di sebelah sang ibu sambil berbisik. "Suami lo datang tuh," kata Sandra menyikut Sherly. 

Sherly menoleh mengikuti arah pandang Sandra dan bertemu tatap dengan Eric yang balas memandanginya penuh arti. "Suami dari Hongkong, lo jangan ngadi-ngadi, San."

###

Selepas acara persidangan, Eric mengantar Eveline ke parkiran mobil setelah sempat berdebat bahwa wanita paruh baya itu sudah tidak mau berbicara dengan anak keras kepalanya. Tapi sebagai anak, meskipun kadang dia merasa benar jikalau menyangkut tentang ibu, mau tak mau Eric mengalah dan meminta maaf kepada Eveline. Dia juga mengajak ibunya pergi makan siang sekadar mencairkan suasana yang terasa kaku. Eveline mengangguk membuat Eric bernapas lega kemudian meminta kunci mobil Alphard sang ibu untuk menggantikannya mengendarai mobil. 

"Mobil kamu gimana?" tanya Eveline seraya membuka pintu kendaraan roda empat miliknya.

"Udah biarin aja dia di sini dulu, aman kok," jawab Eric menyusul Eveline. "Mami mau makan di mana?"

"Terserah," jawab Eveline. 

"Astaga ... kenapa semua cewek enggak muda enggak tua jawabannya sama?" keluh Eric. "Ya udah, makan nasi padang yang deket Gandaria itu aja ya. Langganan Eric tuh!"

"Mami kan diet nasi, Ric! Masa iya kamu suruh makan nasi Padang?" protes Eveline.

"Ya udah kita makan ... ah, nge-grill aja gimana? Udah lama nih Eric--"

"Kebanyakan daging bisa bikin darah tinggi dan kolesterol, inget banyak yang seusia kamu udah kena stroke," sela Eveline membuat Eric ingin makan pasir saat ini juga. Ini tidak enaknya menjadi anak seorang dokter, apa pun yang terasa nikmat selalu dilarang. Haruskah Eric makan rumput seperti kambing agar sehat seperti wanita berambut pendek ala Demi Moore ini?

"Terus makan apa, Mi? Eric ikut aja deh," ujar Eric menyerah. Perutnya sudah meraung-raung tak sabar ingin mendapatkan asupan energi. 

Kalau seperti ini dia merindukan Sherly yang mau diajak makan apa saja tanpa perlu takut apa pun. Bahkan kemarin saja, saat Sherly menginap di rumahnya mereka makan mi instan ditambah telur, sayur, dan sosis. Lalu paginya sebelum sang mantan terindah pulang, Sherly membuatkan Eric sup merah dengan potongan daging sapi. Jika seperti itu, bukankah dia sangat cocok menjadi suami-istri, pikir Eric tersipu. 

"Ya terserah," ujar Eveline menahan senyum jahil. 

###

 "San, diem di sini!" seru Sherly menarik lengan Sandra kala mereka sudah berada di area basemen gedung bisnis SCBD. 

Dia mengintip sebentar dari balik pilar bercat biru muda tuk mengamati siapa yang mengikutinya tanpa henti. Sejak insiden itu, Sherly lebih hati-hati terhadap sekitarnya. Padahal Eric bersikeras untuk melaporkan kejadian tersebut ke kepolisian daripada harus menyelidiki sendiri. Sherly menolak dengan alasan kalau sebagai pengacara hal seperti ini sudah terbiasa terjadi. Bahkan seniornya pernah ditabrak mobil misterius waktu menangani kasus yang menyeret pejabat kota. 

"Lo bisa nemuin IT di lantai tujuh enggak? Kemaren gue udah telepon dia buat minta data rekaman CCTV area sini," pinta Sherly. 

"Kalau kayak gitu bukannya harus ada surat resmi?" tanya Sandra. "Kalau tanpa surat kita bisa kena pasal UU ITE, Sher. Lo lupa? Lo mending lapor aja deh, Sher, daripada ada apa-apa."

Sherly terdiam cukup lama kemudian tersenyum lebar, "Udah tenang aja, bisa diatur. Lo sekarang pergi dulu, gue mau hajar siapapun yang memata-matai gue."

"Kalau lo ditebas gimana? Lo jangan mati, Mak!"

"Sembarangan mulut lo!" sembur Sherly tak terima. 

Ragu-ragu, Sandra meninggalkan Sherly seorang diri sementara gadis itu melihat posisi kamera pengawas. Tak lupa mengeluarkan stun gun--senjata kejut listrik untuk bela diri--pemberian Eric yang diselipkan di balik blazer hitamnya. Lantas, gadis itu berpura-pura berjalan sambil menelepon seseorang tapi sorot matanya mengawasi sekitar. Dan benar saja, ada seorang laki-laki mengenakan celana jeans dengan kaus bergaris putih dan hitam bak zebra cross tengah berdiri di samping sebuah mobil BMW. Wajahnya lagi-lagi tak terlihat cukup jelas karena selalu mengenakan masker dan topi hitam.

Sherly menoleh sedikit kala lelaki itu benar-benar mengekorinya, kemudian dia berbelok untuk menyembunyikan diri di sebuah mobil pengangkut barang. Lelaki itu berhenti, menaikkan sedikit topinya sambil menggerutu pelan. Dia celingukan kehilangan jejak Sherly. 

Tanpa disadari lelaki asing itu, Sherly mengendap-endap sambil memegang stun gun  di tangan kanan bersiap melumpuhkan lawannya. Namun, pria berkaus bergaris merasakan kehadiran Sherly sehingga berhasil menghindari serangan yang diberikan oleh sang pengacara. Sebuah pukul telak diterima Sherly di kepala namun dibalas dengan menjegal kaki lawan. 

Lelaki itu terjungkal ke belakang, seketika mengaduh kesakitan dan tak sempat bangkit ketika Sherly memberikan kejut listrik tepat di lengannya. Dia terkapar beberapa saat lantas Sherly membuka topi dan masker membuatnya membeliak tak percaya, 

"Loh, Nico!"


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro