32

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jadi, di sinilah ibu dan anak itu memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama. Sebuah restoran bernuansa arab di kawasan Menteng yang menyajikan makanan khas Timur Tengah atas rekomendasi Eveline setelah dipaksa Eric untuk memilih. Mereka duduk berhadapan di kursi kayu berpelitur yang mengilap di bawah temaram lampu sementara meja sudah tersedia beberapa macam menu makanan. Sambosa isi sayur, sup jamur, arabian salad--yang menurut Eric sama dengan salad yang ditemuinya, sampai nasi biryani dengan daging ayam. Tak lupa pula teh Turki sebagai pendamping makanan tersebut. 

Eric mengedarkan pandangan ke segala penjuru melihat orang-orang tampaknya menikmati hidangan mereka. Aroma daging kambing yang berbaur dengan bumbu-bumbu menusuk hidung lancipnya. Jujur saja, Eric tidak suka daging kambing tapi Eveline malah membawanya ke restoran yang dipenuhi dengan daging itu. Kalau seperti ini, ingin sekali Eric bersembunyi di balik ketiak Sherly dan bergelayut manja di samping mantan kekasihnya seperti lusa kemarin. 

Bayangan tubuh Sherly yang terbalut kaus putih agak ketat yang sengaja Eric beli terlintas dalam pikiran lelaki itu. Apalagi bra merah menyala mengintip malu-malu dari balik kaus putih ditambah aroma sabun yang menguar dari badan sang mantan. Kecupan singkat kala itu menggetarkan jiwa Eric meski harus dijeda dengan perut keroncong mereka. Alhasil, sembari menikmati dua porsi mi instan rasa rendang yang dijadikan satu piring, Eric sering menggoda dengan menarik tali bra Sherly yang dihadiahi pukulan di kepala. 

"Tarik bra gue sekali lagi, gue turunin celana lo!" ancam Sherly mengacungkan sendok hendak memukul kepala Eric lagi. 

"Turunin aja, lo kan udah liat barang pusaka gue," balas Eric tak takut. 

"Aduh, jadi kangen," gumam Eric menyendok nasinya. 

Eveline mengernyitkan kening, menangkap gelagat Eric bak orang yang sedang dimabuk asmara. Dia memiringkan kepala, menarik dagu putra sulungnya sambil berkata, "Sehat?"

"Sehat, Mi, kenapa?" Eric kebingungan. 

"Enggak apa-apa, enggak biasa aja lihat kamu sumringah gitu," ujar Eveline. "Oh iya, ada anaknya temen Mami yang mau kenalan sama kamu."

Untuk beberapa saat Eric terdiam lantas memutar bola matanya memahami betapa cepat perubahan mood Eveline yang tadinya murka menjadi selunak bandeng presto. Lantas dia menggeleng pelan lalu berkata, "Enggak tertarik, Mi."

"Coba aja dulu, lagian apa bagusnya sama Sherly? Mami yakin dia perempuan enggak bener sama kayak Mamanya, pasti banyak laki-laki yang pernah nyicipin--"

Eric meletakkan sendoknya kasar sambil berdenting keras. "Mi!"

"Bener kan? Kamu masih enggak nyadar kalau kamu cuma dimanfaatin dia? Masih banyak perempuan yang jauh lebih baik dari Sherly, Ric," kata Eveline membenarkan diri. "Mami hanya enggak mau kamu salah pilih. Besok temui anak teman Mama, namanya Lolita. Mami udah atur jadwal pertemuan kalian." Eveline pun beranjak dari kursi setelah selesai menghabiskan salad. 

Eric menganga tak percaya. Dia mengira kalau makan siangnya dengan sang ibu akan diisi percakapan layaknya keluarga. Pahit kala ekspektasi Eric tak sesuai kenyataan, malah lebih parah menurut lelaki berjambul itu. Meski bukan pertama kali sejak perpisahannya dengan Sherly, Eveline seperti tidak pernah mengenal kata menyerah atas deretan perempuan yang ingin dikenalkan kepada putra sulungnya.

Kini tinggallah sang jaksa seorang diri di meja makan itu dengan nasi biryani yang belum benar-benar habis. Nafsu makan Eric mendadak lenyap begitu saja berganti keengganan untuk menemui perempuan yang akan dikenalkan kepadanya. Apalagi semenjak Sherly datang lagi, keinginan untuk mempermainkan hati perempuan telah hilang. Eric serasa sudah menemukan pawang yang bisa menjinakkan sisi buayanya. Detik berikutnya, bibir mungil lelaki itu mengembang ketika terlintas sebuah ide dalam kepala.

"Kenapa enggak terpikirkan?" gumam Eric. 

###

Kembali ke persidangan atas pencemaran nama baik, air muka Sherly terlihat bahagia setelah hakim Setyo menyatakan David tidak terbukti secara sah melakukan penghinaan kepada Marcellino sesuai tuntutan yang diajukan oleh penuntut umum. Meski berdasarkan saksi-saksi yang dihadirkan Eric minggu lalu tetap saja keberuntungan akhirnya jatuh pada Sherly. Hakim Setyo menimbang berdasarkan penyesalan David dan isi surat permohonan maaf yang sampai saat ini belum mendapat balasan dari Marcellino. Selain itu, ucapan yang diduga menghina korban dirasa kurang cukup kuat untuk bisa menjadi dasar penghinaan. 

David berjalan menghampiri sang pengacara lalu berjabat tangan mengucapkan terima kasih sudah membantunya terbebas dari hukuman. Sherly melenggut dan bertitah kalau apa yang diucapkan manusia selalu ada konsekuensinya. Dia meminta sang klien agar lebih hati-hati dalam berkata-kata karena tidak semua manusia bisa memahami makna tersembunyi dari ucapan. 

Usai berpamitan, Sherly bergegas pergi untuk kembali ke kantor lantaran harus menemui Sandra untuk bertemu dengan klien baru mereka atas kasus pemerkosaan. Lagi-lagi perempuan yang jadi korban dan semestinya dilindungi malah menjadi tempat amukan keluarga pelaku yang mau saja dijamah oleh pelaku. Selain itu, mereka juga menuduh korban yang memakai pakaian minim sehingga menimbulkan hawa nafsu lelaki untuk menggaulinya. 

Saat mendengar hal itu dari Sandra, tentu saja Sherly murka bukan main ingin mencekik satu-persatu keluarga pelaku yang anaknya tidak mau disalahkan. Pakaian yang dikenakan perempuan entah itu kurang bahan atau kelebihan bahan bukan faktor utama terjadinya pemerkosaan. Namun dampak negatif dari bebasnya akses internet untuk membuka konten-konten sensitif yang tidak dapat dikontrol orang tua. 

"Sayang!" panggil Eric menghentikan langkah kaki jenjang Sherly. 

Gadis itu menoleh dengan mata membeliak sambil berkata, "Sayang, sayang ... sayang kepala lo peyang!" 

Eric merangkul bahu Sherly tanpa malu bahwa mereka menjadi atensi di ruang persidangan. Lelaki itu melempar senyum semanis gula jawa memamerkan giginya yang rapi dan putih juga mencondongkan badan agar wangi parfum maskulinnya terendus di hidung sang mantan. 

"Kencan yuk!" ajak Eric makin terdengar gila di telinga Sherly. 

"Sinting lo ngajak gue kencan," dengus Sherly melepaskan diri dari rangkulan Eric. "Habis minum apa lo bilang gitu."

"Minum susu," jawab Eric asal. "Lo mau enggak? Gue free nih malam ini."

"Yang ada gue males sama elo, Ric!" tolak Sherly berhasil menepis tangan Eric di pundaknya. 

"Oke kalau begitu," ujar Eric, "Kalau lo berubah pikiran gue ada di Dragonfly jam delapan malam," sambungnya lalu meninggalkan Sherly seorang diri yang termangu memandang punggung bidang lelaki itu. 

###

Sherly menguap lebar setelah selesai membaca berkas laporan kasus pemerkosaan yang sudah dihubungkan dengan wawancara singkat dengan korban. Dia melirik jam di tangan kiri yang sudah menunjukkan pukul delapan lewat sepuluh menit. Beberapa saat, terlintas bayangan Eric memenuhi pikirannya apakah lelaki itu masih setia menunggu di kelab malam Dragonfly atau tidak. Perasaan gadis itu mendadak tak enak jikalau Eric benar-benar menunggu di sana sampai tengah malam bak orang dungu. 

"Ngapain gue mikirin si kampret?" gumam Sherly berusaha menepis wajah Eric yang menghantui benaknya. Toh di antara mereka juga tidak ada apa-apa kan kecuali malam penuh gairah yang belum bisa dihindari.

Sherly memutar kursi kantor memandangi pantulan diri dari dinding kaca tebal gedung SCBD. Di bawahnya ratusan kendaraan lalu lalang yang mungkin saling bersahut-sahutan tanpa mengenal kata sabar untuk sampai ke tempat tujuan. Lampu-lampu yang menerangi jalanan maupun bangunan seperti kumpulan kunang-kunang yang menerangi gelapnya malam. Sherly mendongak  sedikit menangkap pantulan cahaya bulan yang terlihat menawan. Hari ini cuaca cukup cerah, hujan hanya turun sebentar tadi sore untuk membasahi kota yang terasa panas bagai neraka dunia ini. 

Bibir Sherly mendesis, kemudian berdiri dan memberesi berkas-berkas di atas meja termasuk menutup laptop berlogo apel tergigit ke dalam tas. Kemudian diambil pouch make up dan meraih cermin serta lipstik merah. Dandanannya masih cukup bagus untuk pergi ke kelab hanya perlu menambahkan pulasan gincu agar tampak makin memesona. Setelah itu, Sherly menyemprotkan parfum vanilla ke area leher, belakang telinga, dan pergelangan tangan kanan. Tak lupa menggerai rambut bergelombangnya yang dicat cokelat gelap sehingga kesan seksi seperti Gal Gadot menyelimuti tubuh gadis itu. 

"Kalau sampai dia macam-macam, awas aja," desis Sherly berjalan cepat menuju Dragonfly. 

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro