Bab 50 (End)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Riuh tepuk tangan memenuhi ballroom Four Seasons hotel bernuansa serba putih bagai memasuki dunia fantasi. Lampu-lampu kristal menggantung indah, memancarkan gemerlap pantulan cahaya sehingga terkesan ruangan ini berkilauan dari berbagai sudut pandang. Lantunan lagu yang dinyanyikan oleh Raim Laode yang begitu syahdu bersamaan layar proyektor menampilkan cuplikan gambar juga video ketika Barra pertama kali bertemu dengan istrinya yang satu perusahaan tambang di Papua. 

Pengantin yang mengenakan gaun bertema vintage dengan mode A-line memamerkan bahu putih mulus dan tulang selangka begitu menggoda. Lapisan kain brokat dan tile terlihat serasi, manalagi ada sebuah bando mutiara yang menghiasi rambut hitam perempuan yang menjadi ratu semalam. Tak perlu riasan mencolok, melainkan dandanan flawless menonjolkan pulasan eyeshadow sedikit bold dan lipstik pink. Catherine, gadis keturunan Sunda-Manado benar-benar mampu menghipnotis seluruh tamu undangan termasuk Barra yang begitu bangga dan bahagia telah berhasil meluluhkan hati gadis cantik itu. Mendengar rayuan sang suami, pipi Catherine bersemu merah, membalas gombalan Barra dengan janji-janji bahwa kehidupan baru yang bakal mereka jalani ini akan selalu dipenuhi cinta. 

Hati Barra langsung membuncah bagai bunga-bunga bermekaran di musim semi, lantas dikecup lembut punggung tangan kanan sang istri. Barra melempar kerlingan mata, menyapa bibir Catherine pagutan mesra ketika mereka masih berdansa mengikuti irama di tengah-tengah ballroom. 

Tak jauh dari pasangan suami-istri tersebut, Sherly bergidik ngeri mendapati kakaknya benar-benar berubah melebih 360 derajat. Dasar bucin! rutuknya dalam hati. Namun, di sisi lain, dia bahagia kalau Barra sudah melepas masa lajang dan ada kesedihan yang terselip bahwa kedua orang tua mereka tidak bisa menyaksikan secara langsung acara sakral seperti ini. Namun, hidup harus berjalan, begitu yang bara titahkan kepada Sherly. Mereka memang kehilangan orang tua tapi tak lantas menghapus kenangan bersama mereka sampai mati. 

Sebuah tangan melingkari pinggang ramping Sherly berbarengan ciuman singkat di pipi berbarengan senyum manis dari lelaki yang mengenakan tuxedo hitam. Semerbak wangi maskulin terendus di hidung Sherly seakan wangi tubuh Eric sedang mengundangnya untuk bercinta di hotel mewah ini. Gadis itu mengulum senyum, menepuk-nepuk bahu Eric seolah-olah ada butiran debu di sana dan tidak ingin ketampanan kekasihnya terhalang oleh satu butir kotoran udara. 

"Tumben lo cakep," puji Sherly. 

"Bukan tumben, tapi tiap hari gue ganteng," balas Eric penuh percaya diri. "Enggak nyangka abang lo kawin beneran. Gue kira dia bakal jadi bujang lapuk selamanya."

"Bang Barra enggak setua itu kali,"protes Sherly memanyunkan bibir. 

"Dih ... bibirnya dimajuin jadi pengen cipok," goda Eric memunculkan rona merah di pipi Sherly. 

Kontan Sherly menyikut tepat mengenai tulang rusuk Eric seraya melayangkan tatapan nyalang agar tidak melontarkan kalimat-kalimat aneh di depan umum. Lelaki itu mengaduh kesakitan, mengusap cepat tulang rusuknya yang terasa nyut-nyutan. Bisa dibilang Sherly sering melakukan tindak kekerasan selama mereka menjalin asmara, sialnya Eric malah menikmati pukulan penuh kasih sayang sebagai bentuk cinta Sherly padanya. 

"Benar-benar lo kejam banget sama pacar sendiri," omel Eric berpura-pura meringis. 

"Bawel lo jadi laki!" ejek Sherly kemudian menangkap sosok Sandra tengah menggelayut manja lelaki tinggi dengan rahang tegas namun tatapan seperti anak  TK. "Itu apalagi," cibirnya. 

Sandra melambaikan tangan lalu menunjuk Candra yang telah bersedia menjadi teman tapi mesra lantas menyapa Eric. Kedua lelaki itu melakukan salam ala pria, mengepalkan tangan dan menumbuknya sebelum berpelukan seperti siaran Teletubbies. Eric berbisik kalau Candra harus menebalkan telinga ketika berada di dekat dua perempuan di depan mereka ini. Tak lupa berpesan kalau dia setuju jika Candra melepas masa kejomloan yang sudah melekat selama beberapa tahun terakhir. 

Candra terbahak-bahak, meninju dada bidang Eric dan menyuruh lelaki itu segera melamar Sherly jika berani, bukannya mengajak tidur bersama tanpa sebuah kepastian. Eric langsung melingkarkan lengannya ke leher Candra hendak memutus saluran pernapasan teman akrabnya tersebut. 

"Untung Benedict enggak diundang," ujar Sherly. "Kalau menerka bersatu, gue yakin tempat ini bakal serame pos ronda."

"Tukang celup kan emang enggak kenal abang lo, Sher," timpal Candra. "Eh, selamat ya, akhirnya lo punya kakak ipar."

"Kenapa ngucapin ke gue? Tuh, salamin aja ke yang punya acara," tunjuk Sherly dengan dagu mengamati Barra kini menyanyi lagu dengan suara yang tak sedap di telinga. 

Sebelum Sandra membalas kalimat Sherly, tiba-tiba Barra meminta para tamu undangan agar diam sebentar karena dia ingin mengucapkan sepatah dua kata. Sembari menggenggam tangan Catherine, Barra berkata,

"Makasih banget buat keluarga dan temen-temen yang udah datang ke acara nikahan gue sama istri. Gue mewakili mendiang Mama dan Papa meminta maaf kalau ada salah dari sikap maupun ucap selama mereka hidup. Gue harap doa terbaik buat mereka dan keluarga baru bersama Catherine, mudah-mudahan Tuhan memberkati kita semua."

Tepuk tangan pun kembali terdengar. Hartono sebagai saksi hidup jatuh-bangun keluarga mendiang adiknya terharu bahwa keponakannya bisa mencapai titik ikhlas. Dalam hati, dia bermunajat kepada Sang Penguasa Alam bahwa jiwa Sarah dan suaminya akan tenang dan berbahagia di surga serta tak perlu lagi khawatir tentang masa depan kedua anak mereka. Dia juga berjanji akan menjaga Barra dan Sherly walaupun mereka sudah berkeluarga nanti. 

"Oh iya, satu lagi. Ada seseorang yang mau mengucapkan sesuatu. Eric? Mana Eric?" panggil Barra membuat Sherly langsung celingukan mencari sosok kekasihnya. 

"Loh mana si kampret itu?" tanya Sherly kebingungan padahal tadi Eric berdiri tak jauh darinya. 

Sandra mengangkat kedua bahu tak tahu, Candra pun sama nasibnya. Dia berjinjit sedikit di atas stiletto yang membungkus kaki berharap bisa menemukan di mana lelaki yang suka main kucing-kucingan tersebut. Insting Sandra mengatakan bahwa ada sesuatu yang tengah direncanakan oleh kaum pria, tapi tak tahu apa. Mungkinkah Candra akan menyatakan cinta di sini? Sandra terkikik geli dengan imajinasinya sendiri hingga Sherly menepuk lengan gadis itu, membuyarkan khayalan tingkat tinggi yang sedang dibangunnya.  

Tak lama, Eric muncul dengan wajah serius mendekati Barra sambil menyugar rambut seperti menebar pesona kepada tiap wanita yang ada di sini. Sherly mendecih kesal seraya melipat tangan di dada kemudian berkata, "Eric mau karaoke mungkin."

"Masa?" Sandra memiringkan kepala meniti ekspresi serius yang terpancar dari air muka Eric. Lelaki itu mengedarkan pandangan, tampak gugup memegang mikrofon seakan-akan ingin membuat sebuah pengakuan. Padahal masalah berdebat, Ericlah yang paling jago dibanding Sherly, pikir Sandra. "Tapi lebih baik gitu sih, suara abang lo bikin gue mabok."

"Heh!" sembur Sherly. 

"Halo semua, saya Eric Prasaja," kata Eric membuka kalimat seperti tengah presentasi di depan kelas. "Pertama, saya memohon maaf sebesar-besarnya kepada keluarga Bang Barra atas musibah yang menyeret almarhum Tante Sarah. Apa pun yang terjadi di masa lalu antara keluarga saya dan keluarga Bang Barra, saya memohon maaf sebesar-besarnya."

"Oh, jadi dia anaknya tersangka yang kemaren rame itu ya?" bisik salah seorang tamu. "Gila, baik bener Barra ngundang dia."

Sherly langsung berdeham keras membuat perempuan bermata sipit itu menoleh dan membelalakkan mata salah tingkah. Dia langsung bergerak mundur tak ingin menyulut apa di tengah keluarga yang sedang berbahagia ini. Sedangkan Sherly tak habis pikir bahwa Eric akan mengatakan omong kosong di depan semua orang di saat mereka sedikit melupakan peristiwa yang merenggut nyawa ibunya. 

"Kedua, saya ingin bercerita bahwa saya telah lama mencintai seseorang," lanjut Eric. "Kisah cinta kami tidak bisa dibilang mudah. Butuh waktu lima tahun bagi saya untuk melupakannya tapi ... Tuhan berkata lain."

Sherly terpaku dengan rangkaian kata yang diucapkan Eric. Apakah dia sedang pamer?

"Kami dipertemukan kembali dalam salah satu kasus di pengadilan negeri. Saya mengira bahwa tidak ada cinta lagi di antara kami, bahwa kami sudah menjadi sepasang yang asing dan melempar kebencian."

Eric menunduk beberapa saat kemudian berucap, "sampai pada akhirnya, kami mulai menaruh kepercayaan dan membangun fondasi atas perasaan yang dulu dihancurkan tanpa ijin. Sulit membuka hati wanita yang saya cintai, membuatnya tahu bahwa saya masih seperti dulu. Dan sekarang, di hadapan kalian semua ... saya ingin kalian tahu bahwa perempuan yang bertahun-tahun singgah di hati saya adalah Sherly Rosalie. Saya ingin melamarnya di depan kalian terutama Bang Barra, bahwa saya serius ingin menikahi Sherly." Tatapan Eric tertuju pada Sherly yang mematung di sebelah Sandra. 

"Aku mencintaimu Sherly Rosalie, maukah kamu jadi ibu dari anak-anakku?" pinta Eric. "Menjadi teman hidupku sampai di surga nanti?"

Pengakuan berujung lamaran itu sontak mendapat respons positif, disusul lantunan lagu Jacob Lee yang mendayu-dayu menyentuh hati. Eric berjalan perlahan, menghampiri pujaan hatinya sembari mengeluarkan kotak cincin untuk dipersembahkan kepada Sherly. Mungkin ini bukan momen terbaik, tapi dia ingin Sherly mengingat kenangan ini selamanya bahwa Eric benar-benar tak bisa hidup tanpa gadis itu. Sudah cukup tangisan dan luka yang pernah mewarnai hari-hari mereka juga perjalanan lima tahun yang menguras tenaga. Eric tidak ingin kehilangan Sherly untuk kedua kali. Dia ingin menjadikan gadis itu sebagai bagian dari dirinya. 

If I could be honest here in this moment

I've been so nervous to stand here with you

They;re all here for us and I feel their aura

But just for a moment, I'll pretend it's just you 

Ketika sampai di depan perempuan yang mengenakan gaun putih bergaya mermaid, Eric langsung bertekuk lutut dan membuka kotak kecil berbahan beludru merah yang tampak mewah. Menunjukkan sepasang cincin klasik yang salah satunya bermata berlian begitu cantik memantulkan cahaya, membiaskan sedikit pelangi bahwa hubungan ini bakal terus lancar hingga pernikahan. "Sher, jadi temen hidup gue ya? Gue enggak mau elo pergi dari gue lagi."

Yes, they can hear us, but they don't understand

I have said all of my vows behind the curtains

I know they see us, but they don't stand a chnce

I have kissed those lips a thousand times before this

"I love you ... you'll always be a part of me, Sher," sambung Eric dengan mata berkaca-kaca. 

Mulut Sherly setengah terbuka, seluruh kosakata dalam kepala rasanya mendadak lenyap tanpa jejak mengetahui bahwa hari ini bakal terjadi dalam hidupnya. Seseorang yang rela menyediakan bahu dan pelukan untuk berbagi suka dan duka dalam segala perjalanan hidup di masa depan. Kenangan demi kenangan sejak pertama kali mereka bertemu di bangku kuliah, perpisahan menyakitkan berujung remuknya hati Sherly selama bertahun-tahun, hingga dipertemukan kembali oleh Tuhan. Memang benar banyak lika-liku yang sudah mereka lalui sampai titik ini, rasa percaya dan cinta sudah mereka habiskan bersama-sama. 

Semua mata tertuju padanya, menunggu kalimat seperti apa yang diucapkan Sherly. Namun, tidak dengan lidah gadis itu yang begitu kelu. Jantungnya saja sudah tidak dapat berdetak secara normal manakala serangan momen dengan Eric di masa lalu menyerangnya tanpa henti. Menimbulkan gejolak mengaduk-aduk perut dan meledak dalam dada menerbangkan kupu-kupu tak kasat mata yang hanya bisa dirasakan Sherly. 

"And you'll always be a part of me too," balas Sherly lirih namun menggema di telinga Eric, memunculkan seberkas sinar di wajah lelaki itu berbarengan senyum lebar di bibir. 

Tomorrow I'll open my eyes and I will whisper to my wife, "I belong to you"

And I will wait to hear you as a tear rolls down your face "I belong to you"

Eric memasangkan cincin tersebut ke jari manis Sherly, mencium penuh kasih sayang punggung tangan kekasih yang kini menjadi tunangannya. Semua yang menyaksikan momen manis itu bertepuk tangan, termasuk Sandra yang sudah menitikkan air mata di sebelah Candra yang mendadak muncul karena tadi membantu Eric menyiapkan pidato pengakuan cinta. 

"Can, lo kapan ngelamar gue?" tanya Sandra. 

"Kalau enggak Minggu ya Senin," canda lelaki itu dibalas pukulan telak di lengan kiri.

"Cium, cium, cium!" teriak para tamu meminta Eric untuk mencium Sherly selepas gadis itu menyematkan cincin ke jari manis pujaan hatinya. 

"Hei, malu tahu," kata Eric dengan rona merah di pipi. "Ya udah, sini, Sher, udah diburu sama tamu," ajaknya sambil menarik lengan Sherly dan mengecup bibir gadisnya. 

"Hei! Hei! Ini acara gue kenapa kalian cipokan!" tegur Barra menggunakan mikrofon membuat suasana yang tadinya romantis menjadi sebuah lelucon memalukan. "Kawin dulu sini, baru gue ijinin!"

"Gaskeun, Bang!" seru Eric kegirangan. 

"Sinting lo!" sembur Sherly malu bukan main. 

"Tuh kan, baru aja romantis sekarang bertengkar lagi," bisik Sandra geleng-geleng kepala melihat kelakuan sahabatnya. 

"Jadi, kapan kita sahkan hubungan kita?" tanya Eric merangkul pinggang Sherly dan menempelkan kening ke kening kekasihnya. "Gue enggak sabar bisa manggil lo, ibunya anak-anak."

"Apaan sih! Dilihat Abang gue, Ric," lirih Sherly salah tingkah. "Tahun depan gimana? Barengan ulang tahun gue? Dan ... tempatnya di Gili Trawangan sesuai keinginan almarhum Mama, gimana?"

"Tahun depan?" Eric membeliak. "Serius?"

Sherly melenggut mantap. 

Eric makin melebarkan senyumannya begitu bahagia lalu berteriak, "Bang! Gue kawin tahun depan!" 

"Eric!" seru Sherly memukul dada bidang Eric lalu menyembunyikan wajahnya karena tersipu.

***

Akhirnya tamat juga gaes. Yuk tulis kesan-kesan kalian selama membaca kisah Sherly-Eric.

Epilog sudah tersedia di karyakarsa ya (setelah sekian lama modal janji doang 🤣🤣🤣)

Silakan yang mau mampir ke sana. :)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro