Bab 1 { You Are The One I Love }

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Beberapa waktu sebelumnya.

Sore itu, di perpustakaan dekat alun-alun desa. Seorang gadis cantik bersurai merah muda nampak begitu serius membaca sebuah buku tebal di mejanya. Saking seriusnya ia tak menyadari kehadiran Ino yang terlihat berjalan jinjit di belakangnya.

"Jidat!" Pekiknya sembari menepuk pundak gadis itu hingga ia menjengit kaget.

"Shh!" Desis seorang penjaga perpustakaan membuat gadis pirang itu terkekeh kecil sembari menutupi wajahnya dengan buku lalu duduk di sisi Sakura.

"Hoy jidat apa yang kau baca hingga begitu serius hmm?" Bisiknya.

"Buku sejarah,"

Ino nampak mengernyit mendengar jawabannya, lalu menarik buku itu ke hadapannya. Saat ia melihat sampulnya gadis pirang itu langsung terlihat suram, "Kau baca buku ini lagi?"

"Hmm, memangnya kenapa?"

"Tidak, oh ya. Gaara menunggu di depan sejak setengah jam yang lalu,"

Brak!

"Hontou ni?"

"Shh!"

Sakura pun seketika tersenyum canggung mendapat peringatan itu, "Mattaku, kenapa dia tidak langsung masuk saja," gumam gadis musim semi itu sembari memasukan beberapa buku ke tasnya, "Pig aku pergi dulu. Jaane," ucapnya lagi sembari mengambil buku yang di pegang Ino lalu pergi dengan cepat dari sana.

Saat ia keluar, pria merah itu terlihat duduk di sebuah bangku sembari menyuapi Shukaku dengan kue kering berbentuk ikan kesukaannya. Mendengar langkah kaki Sakura yang tengah berlari mendekat, Gaara seketika menoleh sembari tersenyum tipis.

"Gaara-kun, ohayo. Gomen aku tadi keasikan membaca buku jadi lupa waktu," ucapnya dengan terengah-engah begitu tiba di sisinya.

"Hmm, tidak apa,"

"Ore! Kau tidak ingin menyapaku!" Omel Shukaku membuat gadis musim semi itu tertawa kecil lalu menggendongnya, "Nee, aku lupa ada tanuki cerewet di sini. Ohayo," ucapnya sembari memeluk tanuki itu.

Menyadari ada sesuatu yang aneh pada nada bicara sang kazekage ia pun kembali bertanya, "Kau terlihat sedikit pucat. Ada apa? Apa kau sedang tidak enak badan?"

"Tidak," Jawab singkatnya membuat gadis musim semi itu kembali tersenyum dan mencoba berfikir positif, seperti mungkin Gaara lelah dengan pekerjaannya.

"Uhmm Gaara-kun, apa kau kesal terlalu lama menungguku?"

"Tidak, Sakura. Memangnya kenapa?" Tanyanya namun gadis musim semi itu segera menggeleng, "Kalau begitu ayo kita segera pergi sebelum tempat itu tutup," ucapnya sembari perlahan berdiri dan menggenggam tangan sang gadis musim semi.

"Ore, lalu bagaimana denganku? Aku juga ingin ikut," omel Shukaku yang langsung melompat naik ke bahu Sakura.

"Terlalu banyak orang di sana Shukaku. Pulanglah,"

"Sakuraaaa, bujuk dia agar mengajakku," rengek tanuki itu.

"Gaara biarkan saja, mereka pasti akan mengira dia hanya boneka," ucap sang gadis musim semi sembari menarik turun Shukaku dan memeluknya seperti sebuah boneka.

Pria merah itu pun menghela napas pelan sebelum mengangguk, karena tidak bisa menolak keinginan gadis yang begitu ia cintai itu. Sepanjang jalan Sakura seperti biasa berceloteh tanpa henti tentang banyak hal dan Gaara juga terlihat senang mendengarnya.

Tapi entah kenapa, pandangan sang kazekage yang biasa hanya tertuju padanya kini teralih pada jalanan tak menarik yang ia pijak. Untungnya pria itu memiliki kepekaan tinggi hingga saat Sakura akan menoleh ia terlebih dahulu kembali menatapnya untuk menghindari percekcokan kecil.

Tak lama mereka tiba di sebuah tempat wisata baru, tak jauh dari desa. Sebuah tempat yang menampilkan pemandangan indah dua buah air terjun besar yang mengalir dengan begitu deras seperti deburan ombak di laut dan hanya muncul 10 tahun sekali.

Sakura dan Shukaku nampak terlihat begitu girang begitu melihatnya. Mereka pun segera mendekat ke sisi railing besi pagar pembatas dan mengulurkan tangannya pada air terjun itu. Ia seketika bergidik merasakan sensasi dingin yang menusuk pada air terjun itu.

Saat ia menoleh dan melihat Gaara yang hanya berdiri tak jauh dari mereka sembari bersedekap seperti seorang pengawas. Sakura pun mendapat ide jahil dengan mencipratkan air itu padanya dan membuat pria tembok itu tersenyum tipis lalu berjalan mendekat.

Suasana tempat itu yang tak terlalu ramai membuat Sakura lebih leluasa berlari menghindar kesana kemari. Hingga akhirnya ia tertangkap juga dan langsung di ayun ke udara oleh sang pria merah.

Shukaku yang terduduk di railing, nampak tertawa dengan keras sembari bertepuk tangan melihat kelakuan mereka. Saat Gaara berhenti berputar, mereka saling menatap dengan lekat hingga bayangan wajah mereka terpantri jelas pada manik mata keduanya.

Sakura yang masih berada pada gendongannya, menyentuh lembut kedua pipinya dan mengecup hangat bibirnya, "Aishiteru, Gaara-kun," bisiknya dengan malu-malu.

Pria merah itu perlahan menurunkannya dengan mengangkat dagunya dengan jemari, "Aku juga sangat mencintaimu Sakura," ucapnya sembari mengecup keningnya dan membuat gadis musim semi itu semakin tertunduk malu.

"Kora! Sampai kapan kalian mau seperti itu? Apa kalian tidak khawatir aku akan jatuh!" Teriak Shukaku membuat keduanya serempak menoleh lalu tertawa kecil sebelum mendekatinya.

"Nee, nee. Kami ada di sini kau tidak perlu takut jatuh," ucap Sakura sembari memeluk tanuki itu lagi.

"Aku malah ingin menceburkanmu," celetuk Gaara membuat tanuki itu mengomel tak jelas sembari menunjukan kepalan tangannya.

Sakura pun kembali tertawa lalu merangkul tangan sang kazekage dan menyandarkan kepalanya pada bahu pria merah itu, "Gaara-kun, arigatou-nee kau selalu meluangkan waktumu untukku walau pekerjaanmu sedang padat-padatnya," ucapnya namun Gaara hanya terdiam menatap air terjun di hadapannya.

Ia yang tengah hanyut dalam lamunannya itu pun, hampir tersentak kaget saat Sakura menggenggam tangannya yang tengah memegang railing, "Gaara-kun, apa kau tahu apa yang sedang ku fikirkan,"

"Apa?" Tanya baliknya sembari melirik gadis itu.

"Jika air ini mengalir lagi 10 tahun ke depan. Aku hanya ingin menikmati pemandangan ini bersamamu. Akankah kau menemaniku kemari lagi nanti?" ucapnya membuat pria merah itu memejamkan matanya sembari menghela sepelan mungkin.

"Tentu, aku akan selalu mendampingi dan menemanimu Sakura .... Selalu,"

Gadis musim semi itu seketika tersenyum lebar mendengarnya dan semakin mengeratkan genggamannya, "Arigatounee,"Ucapnya namun Gaara hanya menjawab dengan deheman singkat.

Diam-diam pria merah itu menyeka ujung matanya yang sedikit memerah dengan telunjuk lalu merangkul bahunya, "Sakura, jika suatu saat nanti kau harus memilih Konoha dan Suna. Mana yang akan kau pilih?" Tanyanya membuat gadis musim semi itu mendongak menatapnya penuh tanya.

"Kenapa aku harus memilih?"

"Misalkan ada perang antar desa. Kau akan memihak siapa?"

Sakura perlahan menurunkan pandangannya lalu menatap kembali air terjun di hadapannya, "Aku tidak tahu. Suna maupun Konoha sangat berarti bagiku. Memangnya kenapa kau menanyakan hal itu?"

"Tidak, aku hanya bertanya saja,"

"Kau yakin?"

"Hmm, sudah jangan di bahas lagi. Ayo kita berjalan-jalan sebelum malam," ucapnya yang seketika membuat Sakura mengangguk.

******

Beberapa jam kemudian.

"Sakura hentikan, ini geli!" Teriak sang Kazekage yang membuat dua anbu di luar ruangan kamarnya beberapa kali melirik bingung satu sama lain.

Entah apa yang Sakura lakukan hingga begitu lama di dalam kamar sang kazekage dan selalu membuatnya berteriak.

"Diamlah, shannaro! Ini demi masa depan Suna!"

"Aku sudah tak tahan Sakura! Cepat lepaskan semuanya!" Teriaknya lagi membuat kedua anbu itu kini bersemu merah lalu menutup telinga.

Temari yang akan pergi ke kamarnya yang terletak di depan kamar Gaara, seketika mengernyit bingung melihat tingkah dua anbu itu, "Ada apa? Kenapa kalian seperti ini hah, apa ada pembicaraan penting hingga kalian harus menutup telinga?"

"Itu ... Temari-Hime. Kazekage ..."

"Kenapa dengan Gaara? Apa dia mengigau lagi?" Tanyanya sembari berjalan mendekat namun dua anbu itu segera merapatkan diri, menghalanginya masuk.

"Sumimasen tapi saat ini Kazekage sedang bersama Sakura-san,"

"Lalu kenapa kalian menghalangiku? Dia calon adik iparku dan tidak aneh jika ia ada di kamar Gaara. Minggirlah ada hal yang ingin ku katakan juga padanya,"

"Sumimasen, kazekage ...."

"Itte! Sakura itu sakit! Bangkitlah, gantian aku yang di atas," Teriaknya lagi membuat Temari terbelalak kaget.

"Gaara, pelan-pelan shannaro! Cairannya jadi terciprat pada jasku!"

Temari kini melirik bingung pada kedua anbu itu, "Apa mereka sedang ..." Bisiknya sembari mengaitkan kedua telunjuknya yang segera membuat mereka menggeleng tak yakin.

"Hoaahh ada apa kau diam di sini Temari? Bukankah ..."

"Shh diamlah Kankuro. Lebih baik kita pergi dari sini," ucapnya sembari membekap mulut sang pria kugutsu yang masih menguap lebar itu dan menarik tangannya menjauh. Namun, baru beberapa langkah mereka kembali terhenti karena suara teriakan ambigu Gaara.

Kankuro yang penasaran pun malah melepaskan Temari lalu berlari ke pintu itu. Sekalipun dua orang anbu itu sudah menghalangi, tetap saja mereka terpental saat Kankuro menyeruduknya.

Brak!

"Gaara! Sebenarnya kau apa-apaa ...." Teriaknya seketika terhenti saat melihat langsung sang adik ternyata tengah duduk di sisi ranjang seorang diri, "Ada apa kau sampai menyerobot masuk ke sini?"

"Dimana Sakura? Ku dengar kalian berteriak satu sama lain. Apa kalian ...."

"Hoy, dari pada kau mengoceh tidak jelas di sana. Lebih baik bantu aku menahannya, shannaro!" Ucap Sakura sembari menelengkan kepalanya di sisi meja yang hanya berjarak dua langkah dari ranjang itu.

Kankuro yang penasaran dengan apa yang mereka lakukan pun perlahan mendekat dan terbelalak melihat kaki sang adik berlumuran darah juga terlihat ada beberapa duri menancap di sana, "Dia?"

"Gaara menendang kaktus saat akan pulang tadi. Tapi dia terlalu malu untuk ke rumah sakit dan malah memintaku membawanya kesini lewat jendela. Aku baru mencabut segini," ucapnya sembari menunjukan sebuah wadah berisi beberapa duri besar juga kecil yang sudah ia ambil.

"Menendang kaktus? Bagaimana bisa?" Pekik Temari yang seketika mendekat dan memperhatika lukanya.

"Shukaku mendengar suara gemerisik semak saat kami berjalan pulang. Gaara yang mengira itu penjahat malah menendang semak itu dan ternyata ada batang kaktus di sana yang entah berasal darimana,"

"Tapi kenapa kau mengatakan demi masa depan Suna? Itu benar-benar membuat otakku traveling Sakuraaa," omel Kankuro sembari duduk di sisi Gaara.

"Masa depan Suna memang sedang di pertaruhkan. Besok rapat para kage akan di laksanakan tapi aku belum selesai mengobatinya karena dia tak mau diam seperti cacing kepanasan. Bagaimana dia akan menghadirinya jika kakinya masih tertancap duri?" Omel balik Sakura membuat Gaara seketika menatap ke arah lain.

"Baiklah kalau begitu cabutlah sekarang. Aku akan menahannya," ucap Temari yang tiba-tiba sudah ada di belakang sang pria merah dan langsung menekuk tangannya ke belakang, "Kankuro kau tahan kakinya!"

"Siap nyonya!"

"Matte ... Matte! Kalian ingin menolongku atau menyiksaku? Pergilah biar .... Akkhh. Sakura chotto!"

"Diam Gaara. Tahanlah sedikit demi kebaikan Suna," Goda Kankuro yang mulai tertawa puas melihat raut wajah sang adik. Temari juga malah ikut-ikutan tertawa sembari meledeknya.

Setelah menahan sakit cukup lama, Gaara nampak langsung tertidur setelah lukanya di balut rapih oleh sang gadis musim semi. Sementara Kankuro malah merangkaikan duri-duri itu pada tangan bonekanya sembari terkekeh sendiri di dekat ranjang.

Melihat Sakura yang sudah selesai dengan pekerjaannya dan tengah merapikan kembali peralatannya. Temari pun mendekat dan duduk bersila di sisinya.

"Sakura, gomen-nee. Kami sudah berfikiran yang tidak-tidak," ucapnya membuat gadis merah muda itu tersenyum simpul.

"Tidak apa. Semua orang yang mendengar juga pasti akan berfikiran seperti itu,"

"Uhmm, aku baru mendapat kabar kalau pernikahan kalian di percepat. Apa benar?"

"Kakashi-sensei belum memberitahuku. Lalu bagaimana denganmu?" Tanyanya membuat raut wajah wanita pirang itu membeku dan langsung mengalihkan pandangannya, "A ... Apa maksudmu Sakura?"

"Maksudku, bagaimana kemajuan hubunganmu dengan Shikamaru. Kalian saling mencintai kan?" Tanyanya membuat Kankuro tiba-tiba menoleh dan merangkak mendekat dengan cepat seperti cicak lalu berbaring di pangkuan Temari, "Nee, katakan hubunganmu dengannya nee-chan. Aku begitu penasaran,"

"Penasaran apa? Memangnya kau setuju Temari menikah dengan Shikamaru?" Tanya Gaara yang tiba-tiba sudah terbangun.

"Tidak juga sih, tapi kalau kalian saling menyukai dan tak saling menyakiti aku sepertinya bisa setuju. Dengan sedikit sogokan," ucapnya yang seketika mendapat geplakan pelan dari wanita pirang itu.

"Kalian ini .... Shikamaru belum mengatakan apapun, sudahlah aku ingin tidur,"

"Neechan katakan lagi apa kencan kalian gagal saat itu?" rengek Kankuro sembari memegangi kakinya hingga keluar kamar namun wanita itu tak menjawab apapun.

"Ternyata yang kesulitan mengatakan cinta bukan aku saja," hela Gaara sembari kembali memejamkan matanya.

"Hmm tapi kau masih sedikit mending daripada Shikamaru yang selalu kabur saat bertemu Temari," Ucapnya sembari perlahan duduk di sisi sang kazekage dan menyentuh keningnya, siapa tahu ia jadi demam gara-gara racun pada kaktus itu.

Namun, tiba-tiba Gaara memegang pergelangan tangannya dan menarik Sakura hingga ia berbaring di sisinya, "Gaara ... "

"Shh, tolong temani aku malam ini. Luka di kakiku terus berdenyut dan tak bisa membuatku tidur,"

"Lalu apa hubungannya dengaku? Kau kira aku obat tidur hmm?" Tanyanya sembari mencubit pipi sang pria merah.

"Nee, kau bisa menganggapnya seperti itu,"

"Huh dasar, aku harus ke gedung hokage sekarang untuk menanyakan hari pernikahan kita,"

"Besok saja,"

"Aku tidak bisa,"

"Kumohon, aku benar-benar lelah hari ini," ucapnya dengan setengah bergumam dan membuat Sakura luluh.

"Baiklah, hanya malam ini saja dan jangan macam-macam!"

Gaarapun mengangguk setuju dan langsung memeluknya sebelum terlelap. Sementara Sakura masih terus terjaga sampai dini hari karena pria merah itu beberapakali mengigau tak jelas seperti yang selalu di keluhkan Temari.

********

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro