Bab 2 { a Bitter Truth }

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Brak!

"Kakashi-sensei!" Pekik sang gadis musim semi begitu tiba di ruangannya dengan raut wajah yang begitu sumringah.

Sang pria perak yang tengah membaca sesuatu di ambang jendela pun segera melipat kertas yang tengah ia baca dan memasukannya pada saku, "Yare-yare, kau benar-benar ingin membuat jantungku copot," Omelnya namun sang gadis musim semi hanya cengengesan sembari berjalan mendekat dan duduk di ujung meja kerjanya, "Ada apa kau cengar-cengir begitu? Apa Tsunade-sama menang lotre?"

"Sensei, jangan berpura-pura tidak tahu," Gerutunya sembari memukul bahu sang pria perak dengan gulungan kertas yang ia pegang, "Kau yang meminta pada daimyo agar pernikahanku di percepatkan?"

"Uhmm, entahlah," ucapnya sembari menatap acuh ke luar jendela.

"Sensei seriuslah,"

Sang pria perak perlahan berdiri lalu kembali menatapnya, "Nee, aku yang memintanya. Kenapa? Mau protes?"

Sakura seketika terlihat berbinar mendengarnya lalu bergerak mendekat dan memegang tangannya, "Untuk apa protes sensei? Aku sudah menanti ini sejak lama dan aku sangat bahagia mendengarnya,"  ucapnya sembari mendudukan diri di sisinya, "kau ingin apa hmm? Aku akan memberikannya asal jangan buku icha-icha," ucap sang gadis musim semi dengan begitu bersemangat.

Namun, Kakashi hanya tersenyum di balik maskernya lalu mengusap pucuk kepala Sakura, "Jika aku bisa aku ingin memilikimu," gumamnya membuat sang gadis musim semi mengernyit tak mengerti karena tak bisa mendengar dengan jelas.

"Ehmm tidak. Aku tidak butuh apapun. Melihat kau tersenyum saja sudah cukup," elaknya sembari menarik kembali tangannya dan mengepalkannya.

"Benarkah? Aku jadi tidak enak," ucapnya dengan raut murung membuat pria perak itu langsung menjawil pipinya, "Jangan merasa seperti itu. Cepatlah tersenyum lagi atau aku akan membatalkan permintaan pernikahan kalian," Omelnya membuat sang gadis musim semi kembali tersenyum.

"Nee ... Nee. Lihat aku sudah tersenyum lalu katakan surat apa yang tengah kau baca tadi hmm? Apa itu dari kekasihmu hingga raut panikmu tak bisa kau sembunyikan tadi?" Godanya sembari menyikut lengan sang pria perak.

"Haaah kau benar-benar selalu bisa membaca ekspresiku walau wajahku tertutup rapat. Apa kau punya mata ketiga hmm?" Ucapnya sembari mengacak rambut sang gadis musim semi.

"Tentu saja aku bisa, aku kan murid dari salah satu sannin legendaris," balasnya dengan nada congkak membuat pria perak itu tertawa, "Hah aku jadi merasa tak berguna sebagai seorang guru,"

"Kau memang tak berguna sensei, setiap kali mengajar kau masih sempat-sempatnya membaca buku mesum itu,"

"Hey jangan sembarangan itu juga termasuk buku pelajaran. Di dalamnya banyak sekali ilmu pengetahuan baru,"

"Nee terserah kau saja. Lalu kapan kau akan menikah sensei? Apa kau akan menjadi bujang lapuk seperti Guy-sensei?"

Trak!

Sentilan kencang pada keningnya membuat Sakura seketika meringis, "Semakin dewasa kau semakin berani meledekku ya?"

"Hemm, memang kenyataannya seperti itu. Wee," ledeknya sembari menjulurkan lidah dan langsung melompat keluar dari jendela.

"Sakura kau mau kemana! Kemarilah aku akan menghukummu!" Teriak sang pria perak. Namun, Sakura nampak sudah menghilang dari jangkauan pandangannya.

Kakashi kini menatap datar kepergian sang gadis musim semi. Manik matanya kini melirik pada tangannya sendiri yang masih terasa bekas kehangatan genggaman gadis itu.

Sungguh berat rasanya, melepaskan gadis yang diam-diam ia cintai. Namun, Kakashi tak punya pilihan lain karena baginya kebahagiaan Sakura adalah yang paling utama daripada perasaannya sendiri.

Sementara itu Sakura nampak terus berlari mencari Ino agar wanita pirang itu saja yang menyebarkan beritanya. Namun, baru saja ia melompati sebuah atap gedung langkahnya seketika terhenti melihat seseorang nampak tengah duduk dengan posisi setengah bersembunyi di sebuah atap tak jauh dari tempatnya berdiri.

Sakura pun segera mendekati sosok hitam itu dan menepuk pundaknya, "Hoy! Kau sedang apa di sini?" Teriaknya membuat sosok yang merupakan Kankuro itu terkejut bukan main, hingga ia hampir tersungkur jatuh jika sang gadis musim semi tak menahan kerah pakaiannya dan menariknya kembali.

"Hish, kau benar-benar ingin membunuhku! Diamlah dan duduk sini," omel baliknya sembari menarik pergelangan sang gadis musim semi.

"Memangnya apa yang ...."

"Shh diamlah," selanya sembari kembali memakai teropong yang menggantung di lehernya.

"Hey jangan bilang kau sedang mengintip? Berikan kemari, akan ku laporkan pada Gaara," Omelnya sembari merebut teropong itu namun Kankuro segera balik merebutnya, "Shh diamlah. Apa kau tidak ingin melihat sesuatu yang seru?"

"Sesuatu yang seru? Apa itu?"

"Kemarilah," ucapnya sembari memberikan teropong itu padanya dan mengarahkannya ke sebuah cafe dekat Yakini-Q, "Arahkan ke sana. Coba kau lihat ada siapa di sana?"

Sakura seketika ternganga melihat Kurenai tengah makan bersama dengan Sasuke sembari berpegangan tangan, "Kau lihat mereka begitu dekat. Aku bertaruh mereka memiliki hubungan khusus," bisik sang pria kugutsu.

"Bagaimana bisa? Kakashi pasti akan mengamuk jika tahu ini,"

"Kenapa? Apa pria tua itu menyukai Shikamaru?"

"Apa maksudmu?"

"Kakashi selalu mengamuk melihat Shikamaru bersama kakakku kan? Kenapa? Apa mereka punya hubungan khusus?" Tanyanya membuat sang gadis musim semi mengernyit tak mengerti, "Apa ...."

"Siapa yang mengamuk, siapa yang punya hubungan khusus dan sedang apa kalian di sini?" Sela sebuah suara yang terdengar begitu dingin dan seketika membuat keduanya menjengit kaget.

Saat mereka menoleh dan menemukan Gaara tengah bersedekap dengan tatapan datar. Keduanya serempak tertawa kecil sembari berdiri, "Itu ... Kankuro bilang ada sesuatu yang menarik. Aku sudah mau pergi dan tak perduli tapi dia malah menarik tanganku,"

"Hish kau yang penasaran dan mendekatiku. Kenapa aku yang di salahkan?" Elak sang pria kugutsu membuat Sakura melotot.

"Apa yang menarik itu hingga kalian seperti ini?"

"Aku melihat Sasuke dan Kurenai-sensei di sebuah cafe," ucap sang gadis musim semi sembari menunjuk salah satu cafe yang ia maksud.

"Ehh aku menyuruhmu melihat kakakku dan pria nanas itu," ucap Kankuro dengan nada bingung sembari merebut kembali teropongnya.

"Apa? Tapi yang kulihat hanya Kurenai-sensei dan Sasuke di sana,"

"Chotto jadi kalian mengintip seseorang?" Tanya sang pria merah yang kini menatap mereka dengan tajam.

"Itu ..."

"Kemarikan teropong itu,"

Dengan ragu Kankuro memberikan alat itu karena khawatir Gaara akan meremukannya. Namun, perkiraannya salah karena pria merah itu malah memakainya.

Sakura dan Kankuro kini menatap satu sama lain. Berbicara dengan isyarat mata tentang kebingungannya akan sikap Gaara yang malah ikut-ikutan mengintip.

"Sebaiknya kita pergi. Ini bukan hal yang baik untuk di lihat," ucap Gaara sembari memberikan alat itu pada Kankuro.

"Memangnya kenapa?" Tanyanya namun Gaara malah menghilang dari sana, membuat keduanya mengernyit tak mengerti.

Mereka kini saling berebut teropong itu untuk melihat lagi ke sana. Sakura yang melihat memang ada Temari dan Shikamaru di sana seketika menepuk pundak sang pria kugutsu berulang kali hingga ia mendesis kesal, "Ada apa lagi? Apa yang kau lihat hah?" Tanyanya dengan ketus.

Sakura pun segera menyerahkan teropong itu padanya, "Sepertinya mereka tengah bertengkar," ucapnya membuat Kankuro melotot tak percaya dan langsung melihat ke sana.

Temari nampak berjalan cepat keluar dari cafe sembari beberapa kali memijat keningnya dan Shikamaru juga terus mengejarnya tanpa henti, "Kita harus melerai mereka," ucap pria Kankuro sembari menarik pergelangan Sakura.

Namun, gadis itu segera melepasnya, "Kankuro itu bukan urusan kita. Temari-nee akan marah jika kita ikut campur,"

"Tapi ...."

"Di sana sudah ada Kurenai-sensei yang tengah membujuknya. Coba kau lihat lagi," Selanya sembari memberikan teropong itu lagi.

Kankuro pun segera mengambil alat itu dengan cepat dan melihat lagi ke sana. Kurenai memang tengah berada bersama mereka dan sepertinya tengah menenangkan keduanya. Tapi ....

"Dimana Sasuke?" Tanya pria kugutsu itu membuat Sakura menghela, "Tentu saja sudah kabur duluan,"

"Kenapa dia kabur?"

"Sudah ku bilang Kakashi akan mengamuk jika melihat Sasuke bersama Kurenai-sensei. Keributan di sana sudah tentu akan memancing keluar Kakashi, lihat saja dalam beberapa detik pria itu akan muncul,"

"Kenapa dia mengamuk? Kurenai-san bukankah hanya rekannya saja?"

"Mungkin saja dia menyukai Kurenai-sensei. Atau bisa saja diam-diam sudah menjalin hubungan karena akhir-akhir ini Kakashi sering mendapat surat dari seseorang,"

"Hah? Bukankah pria perak itu menyukaimu?"

"Are? Kakashi-sensei menyukaiku? Hahaha, itu tidak lucu Kankuro. Dia selalu menganggapku muridnya tidak lebih,"

"Tapi dari sikapnya ...."

"Sudahlah aku harus kembali bekerja sebelum shisou memarahiku. Jaae,"

Sakura seketika berlari kencang kembali ke tempat kerjanya karena alarm pada jam tangannya terus berdering. Mengingatkan jika waktu istirahatnya telah habis dan ia lupa jika harus menemui Ino.

*******

Jam demi jam berlalu begitu cepat, tak terasa langit telah menggelap dan Sakura masih saja mencatat beberapa berkas di meja kerjanya. Saat ia baru berdiri untuk mengambil kopi, Sakura seketika di kejutkan dengan gebrakan pintu yang di buka kencang oleh Shizune.

"Sakura, seorang tahanan terluka. Aku tidak bisa ke sana karena ada jadwal operasi. Cepatlah bersiap dan ikuti anbu di pintu belakang," ucapnya yang seketika kabur dari sana, tak memberikan kesempatan gadis musim semi itu untuk menolak atau bertanya ia terluka karena apa.

Tanpa berfikir panjang Sakura segera mengemas cukup banyak barang-barang yang kira-kira di butuhkan, karena ia tak tahu akan mengobati luka jenis apa. Dengan cepat ia berlari melewati tangga darurat dan segera menghampiri dua orang anbu yang sudah berdiri di ambang pintu.

"Sakura-san? Kenapa anda yang turun, bukankah Shizune-san yang di panggil?" Tanya salah satu anbu.

"Ia ada jadwal operasi sekarang jadi dia memintaku menggantikannya,"

"Tapi apa anda tidak takut mengobati seorang penjahat?"

"Untuk apa takut? Aku bahkan pernah mengobati seseorang yang lebih menyeramkan dari penjahat," ucapnya sembari menyodorkan kotak obat berukuran sedang padanya.

Mengerti dengan siapa yang di maksud Sakura, mereka segera beranjak pergi tanpa menanyakan apapun lagi. Sakura tiba-tiba merasa ragu begitu tiba di pintu gerbang penjara bawah tanah di dekat tambang tak jauh dari desa.

Entah kenapa perasaannya menjadi tidak enak begitu melangkah masuk ke sana. Suasana sunyi dan lengang di sana membuat Sakura seketika merasa merinding. Hingga langkah kedua anbu itu terhenti di depan pintu sel terujung di lantai ketiga yang ia turuni.

Begitu pintu itu di buka Sakura ternganga tak percaya dengan apa yang ia lihat. Seorang pria yang bertelanjang dada dan dengan kepala yang di tutupi kain hitam nampak duduk di sebuah kursi dengan tangan terikat ke belakang dan kaki yang di rantai kuat oleh rantai chakra.

Luka-luka di tubuhnya benar-benar menunjukan bagaimana gigihnya ia mempertahankan dan melindungi rahasia yang ia miliki.

"Kami akan tunggu di luar. Bunyikan bel di ujung sana jika kau sudah selesai," ucap seorang anbu mengagetkannya.

"Nee,"

Setelah mereka mengunci pintu sel itu, Sakura pun perlahan mendekat dan mulai mengambil alat sterilisasi untuk membersihkan bekas darah juga lukanya.

"Sumimasen, aku akan mengobatimu. Katakan saja kalau kau tidak nyaman atau aku terlalu keras,"

"Sakura?" Panggil tahanan itu membuat sang gadis musim semi seketika menghentikan tangannya karena seperti mengenali suara itu.

"A .... Aku bukan Sakura. Kau pasti salah mengira. Bagaimana kau tahu dia?"

"Sepertinya kau sudah melupakan suaraku. Tidak apa, bagaimana kabarmu juga kabar adikku Sasuke?" Tanyanya membuat Sakura membeku begitu menyadari siapa tahanan itu.

"Kau?" Ucapnya sembari membuka kain yang menutupi kepalanya itu dan tiba-tiba emeraldnya menjadi berkaca-kaca melihat sosok yang sudah di kira mati karena kecelakaan kini ada di hadapannya, "Itachi-nii," isaknya sembari memeluk pria itu.

"Itte ..." Gumamnya membuat gadis musim semi itu segera mundur, "Gomen-nee. Biar ku obati lukamu,"

Manik onyx itu terlihat tak menggulirkan tatapannya sedikitpun ke arah lain saat Sakura mengobatinya. Ia seketika menyunggingkan senyumnya saat merasakan denyutan rasa sakit pada lukanya agar Sakura tak khawatir dan kehilangan fokusnya.

"Kau semakin cantik Sakura," celetuknya membuat gadis musim semi itu mendongak dengan tatapan kesal, "Kenapa kau ada di sini? Bukankah kau sudah mati dalam ledakan di dermaga itu? Semua orang sangat bersedih saat mendengarnya termasuk Sasuke,"

"Sasuke bersedih? Haha anak nakal itu rupanya pandai berakting juga selain merengek ingin mengikutiku," ucapnya membuat Sakura mengernyit.

"Oooohhh jadi kalian bersekongkol membuat kecelakaan itu dan membuat air mata kami terbuang sia-sia?" Ucap Sakura dengan pedas sembari menekan luka sulung Uchiha itu hingga ia menjengit kesakitan, "Itte ... Ia ... Gomen-nee. Itu karena misi,"

"Misi? Misi konyol apa yang Kakashi perintahkan hingga ia menyuruh kalian melakukan rencana pemalsuan bunuh diri ini?"

"Sebenarnya ini misi dari Kazekage," ucapnya membuat Sakura berhenti dan menatapnya dengan penuh tanya, "Kazekage? Apa kalian kini membelot dari Konoha?"

Itachi perlahan mengangguk sembari tersenyum tipis, "Sekalipun kami membelot itu demi kebaikan Konoha,"

"Memangnya kenapa? Aku tidak mengerti,"

"Di balik kedamaian yang kau lihat setiap hari. Konohagakure, Sunagakure dan Iwagakure tengah perang dingin. Tinggal memantik sedikit api maka perang akan langsung meledak,"

Trang .... Trang ....

"Waktu anda lima menit lagi Sakura-san," ucap seorang anbu mengagetkan sang gadis musim semi.

"Nee aku sedang memperban lukanya,"

"Kau tidak perlu khawatir, dua anbu tadi adalah anbu Suna yang tengah menyamar. Ia hanya memberi peringatan kecil kalau ada seseorang dari Konoha yang mendekat,"

"Anbu Suna? Itachi-nii aku semakin tidak mengerti,"

"Kau tidak perlu mengerti apapun, kau hanya perlu percaya pada Kazekage dan waspada pada Kakashi itu saja. Karena dalang di balik semua ini adalah pihak Konoha dan Iwa," jelasnya membuat Sakura seketika membeku tak percaya, "Jika kau mau. Bantulah Kazekage dengan menyelidiki pria itu atau carilah batu kristal berbentuk seperti burung phoenix yang berkilau lalu bawa lari dan berikan pada Kazekage,"

"Bukankah itu baru kristal milik kuil Minami no Aki? Apakah Kakashi mencurinya?"

"Itu masih perkiraan karena kami juga menemukan jejak Kurotsuchi di sana. Jadi waspadalah dan rahasiakan pembicaraan ini," ucapnya membuat Sakura mengangguk setuju dan langsung bangkit berdiri, membereskan peralatannya.

"Ah ya, Sakura sebelum kau menutup lagi kepalaku tolong sampaikan pesan ini pada Sasuke. Belati kelima arah mata angin telah di asah. Berhati-hatilah,"

Sakura yang masih mencerna informasi yang baru di dapat hanya bisa mengangguk untuk menjawabnya. Karena ia masih sedikit bingung juga tak percaya. Saat ia keluar dari sana dengan cepat ia berlari mencari Sasuke untuk mencari informasi yang lebih akurat, karena ia yakin hanya bungsu Uchiha itu saja yang bisa memberikan penjelasan padanya.

*****

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro