Bab 13 { The Heart Player }

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sore harinya, desingan katana di lapangan pertengahan rumah sakit Konoha dan kantor hokage terdengar sangat nyaring. Itachi nampak terduduk lemas sembari memegangi dadanya yang terlihat membiru di dekat pintu pagar lapangan itu.

Para penghuni rumah sakit juga kantor hokage nampak berebut tempat di sisi jendela melihat dua klan terkuat tengah bertarung, Hatake dan Uchiha.

Sekalipun dalam keadaan terluka Sasuke nampak masih lihai menebaskan katananya pada Kakashi yang hanya menahan dengan dua buah kunai. Mereka bertarung dengan sangat buas entah karena apa.

Tiba-tiba guncangan di susul retakan tanah seketika memisahkan mereka. Beberapa sulur kayu Yamato pun keluar dan langsung mencengkram mereka. Tsunade yang baru tiba nampak berjalan dengan hentakan kaki yang membuat semua orang merinding mendengarnya. Sakura juga Shizune juga terlihat mengekor di belakangnya dengan raut takut sekaligus khawatir.

"Hatake! Uchiha! Apa kalian sudah tidak waras hah! Bertengkar di dekat pemukiman warga sipil!" Teriak Tsunade hingga burung-burung di sana berterbangan.

Namun, keduanya masih menatap sinis satu sama lain. Tsunade pun menyuruh dua orang di belakangnya untuk memeriksa kondisi Itachi sementara ia akan mengeksekusi dua biang keributan itu.

Shizune juga Sakura nampak terkejut begitu memeriksa luka di dada Itachi. Luka lebam itu bukanlah hasil dari serangan Kakashi karena pukulannya tidak cukup dalam. Mereka mulai mengalirkan chakra medisnya agar luka itu bisa segera sembuh.

Suara debuman keras seketika mengagetkan keduanya. Yamato terlihat menjatuhkan dua pria itu bersamaan dengan sangat keras hingga posisi wajah mereka kini berada tepat di depan kaki Tsunade.

Wanita paruh baya itu seketika menjambak rambut mereka dan menyeretnya ke ruangan hokage. Sakura juga Shizune nampak membantu sang sulung Uchiha untuk berdiri menyusul mereka.

Sumpah serapah Tsunade terdengar jelas sampai ke lantai satu, membuat semua orang yang ada di sana saling melempar pandang satu sama lain. Shizune terlihat ragu saat menaiki tangga menuju ruangan kerja Tsunade, karena ia tahu ruangan itu telah berubah menjadi tempat eksekusi.

Perlahan Shizune membuka pintu kantornya dan melihat dua orang itu tengah duduk bersimpuh dengan kepala benjol. Tsunade nampak masih menatap tajam mereka yang tengah tertunduk sembari bersedekap dan duduk di ujung mejanya.

"Itachi, bisa kau jelaskan kenapa dua mahluk ini bisa bertengkar dan melukaimu," ucap Tsunade begitu sang sulung Uchiha baru saja di dudukan pada sofa.

"Uhm .... Ano .... Aku tidak tahu. Aku terluka saat melerai mereka,"

"Kau yakin?"

Itachi segera mengangguk begitu tatapan tajam itu melesat ke arahnya, "Sakura tolong obati Kakashi di luar,"

"Aku akan mengobagi Sasuke saja," Ucapnya sembari mengapit lengan bungsu Uchiha itu namun Kakashi buru-buru menengahi mereka.

"Aku yang terluka parah di sini jadi kau saja yang obati aku,"

Gadis musim semi itu pun melirik bingung pada Tsunade yang langsung mengangguk pelan. Mau tidak mau ia akhirnya harus mengobati sang pria perak.

Dengan hati-hati ia pun membawa Kakashi keluar. Setelah sampai di taman belakang kantor Hokage. Kakashi pun duduk di sebuah batu besar selagi Sakura mengalirkan ninjutsu medis di belakangnya.

"Sakura, kau terlihat begitu cantik jika rambutmu di kepang seperti itu," Ucapnya mencoba mencairkan suasana dingin itu.

Namun, sang gadis musim semi tak merespon sedikitpun dan membuatnya semakin canggung, "Uhmm Sakura aku telah memilih beberapa contoh rumah untuk kita tinggali nanti. Kau bisa menunjuk yang manapun kau mau,"

Sang gadis musim semi seketika menghentikan aliran chakra medisnya lalu berdiri, "Hubungan kita sudah berakhir. Jangan bermimpi terlalu banyak Sensei," Ucapnya sembari beranjak pergi namun sang pria perak tak membiarkannya, ia pun buru-buru mencengkram pergelangannya.

"Sakura aku tahu kalau aku telah melakukan banyak kesalahan. Tapi ku mohon biarkan aku memperbaikinya,"

"Tidak ada yang perlu di perbaiki lagi," Ucapnya sembari menghempas tangan sang pria perak.

Namun, Kakashi tiba-tiba meletakan batuan kristal berbentuk teratai pada telapak tangannya, "Aku akan mengawalinya dengan ini," Ucapnya dengan ragu.

Ia pun menghela pelan lalu mengajak sang gadis musim semi untuk duduk pada batu besar itu, "Sakura, sebelum aku mengatakannya. Ku mohon berjanjilah kalau kau tidak akan marah atau pergi dari sisiku setelah aku mengatakan segalanya,"

"Nee,"

"Uhmm ... Itu ... Itu sebenarnya di berikan oleh Sasuke. Alasan kami bertengkar barusan juga karena ia ingin batu ini di hancurkan untuk menghilangkan jejak,"

"Menghilangkan jejak?"

"Ya, batu ini sebenarnya batu suci di kuil Minami no Aki yang hilang beberapa bulan lalu dan ternyata ia yang mencurinya. Aku tidak tega untuk mengatakannya pada daimyo jadi aku menyimpannya,"

Sakura seketika mengernyitkan alisnya, tak percaya jika senseinya bisa dengan mudah melempar kesalahannya pada orang lain. Ia yang tak mau melepaskan kesempatan ini pun segera memasukan batuan itu pada saku jas putihnya, "Lalu dimana pecahan batu lain dan ada berapa? Biar aku yang mengembalikannya ke kuil,"

"Aku tidak tahu, Sasuke tidak mengatakan apapun lagi,"

Gadis musim semi itu pun segera mengangguk mengerti, karena informasi ini sudah sangat cukup membantunya. Saat ia tengah terhanyut dalam lamunan, Kakashi tiba-tiba menggenggam tangannya dengan tatapan penuh harap, "Apa kau sudah memaafkanku?"

"Nee,"

"Itu berarti hubungan kita tidak berakhir kan?"

"Untuk hubungan kita memang tidak, tapi untuk pernikahan aku akan memikirkannya lagi,"

"Sakura ...."

Gadis musim semi itu pun segera berdiri dan menyuntikan obat bius yang selalu ia bawa, "Gomen, ini hukuman karna kau telah membohongiku," Ucapnya membuat Kakashi sangat terkejut.

Saat ia akan meraih tangannya, kesadarannya pun seketika hilang dan langsung ambruk di sana. Sementara sang gadis musim semi segera membelah dua batuan itu untuk di berikan sebagiannya pada Gaara.

Namun, entah bagaimana api tiba-tiba muncul dan membakar tangannya hingga Sakura langsung melempar batuan itu. Anehnya saat api itu padam batu kristal itu kembali menyatu dan kembali menjadi sedingin es, "Aku harus segera membuat replikanya," Gumamnya sembari menyimpan lagi benda itu pada saku jasnya, lalu memanggil beberapa orang untuk mengerjai Kakashi.

**********

"Sakuraaaa!" Teriakan dari suara sang pria perak yang berasal dari taman belakang gedung Hokage, terdengar menggema di sentero desa Konoha.

Tetapi sang gadis yang ia panggil nampak tak menghiraukannya dan malah asyik memakan dango di sebuah bangku batu, tempat Sasuke meninggalkannya dulu.

Manik emeraldnya nampak menikmati langit-langit merah sore itu. Beberapa kali ia menyunggingkan senyuman, membayangkan reaksi Kakashi yang pastinya tengah kelabakan karena tergantung di sebuah pohon dengan banyak kertas peledak juga kucing liar yang siap menerkamnya saat menjatuhkan diri.

"Sakura-chan!" Teriak Naruto yang seketika membuatnya terkejut.

Jinchuriki itu nampak berlari ke arahnya sembari menggandeng Hinata, di susul beberapa rekannya yang berjalan lebih santai di belakang.

"Sakura-chan. Kami mencarimu kemana-mana, Dattebayo!" Gerutunya begitu sampai.

"Hmm, ada apa?"

"Sakura, apa kau mau ikut bekerjasama dengan kami?" Tanya Shino yang seketika duduk di sisinya sembari merentangkan tangannya pada sandaran bangku itu.

"Bekerjasama? Untuk apa?"

Plak!

Tiba-tiba Sasuke memukul tangan Shino yang berada di belakang punggung gadis musim semi itu. Manik emeraldnya seketika menatap Sasuke yang langsung membuang muka dan beralih pada Shino yang menggaruk tengkuknya sembari melihat ke arah lain. Beberapa rekannya nampak cekikikan melihat tingkah keduanya yang tak di mengerti Sakura.

"Shino, jangan sampai kau mati konyol hanya karena menyingkirkan daun dari rambut Sakura," ledek Kiba yang segera di sahut oleh gonggongan Akamaru.

"Ano ... Uhm ... Lebih baik kita bicarakan di rumah Kurenai-sensei saja. Ayo," ucap Shino yang segera bangkit dan berjalan dengan cepat dari sana.

Sakura yang masih belum mengerti apa yang di bicarakannya hanya diam hingga ia di tarik berdiri oleh Tenten dan Hinata. Mereka pun langsung berjalan sembari mengapitnya, sementara Naruto tak henti meledek Sasuke yang terlihat menahan raut kesal pada wajah datarnya.

Tak lama mereka pun tiba di sebuah rumah sederhana, Sakura nampak menilik ke sekitar dan menemukan beberapa lambang klan Sarutobi pada dinding kayunya. Tiba-tiba pintu di hadapan mereka bergeser dan menampakan Mirai kecil yang segera mempersilahkan mereka masuk.

Mirai yang baru berusia empat tahun itu nampak menuntun mereka menyusuri lorong yang berada diantara taman sembari berceloteh banyak hal. Hingga mereka tiba di sebuah gazebo dengan air terjun kecil di belakangnya.

Mereka semakin mempercepat langkahnya begitu sosok Kurenai yang berada di gazebo itu melambaikan tangannya. Setelah memberi salam satu sama lain, tiba-tiba Sasuke menyela tempat duduk yang akan di tempati Kiba. Kurenai nampak sedikit terkejut akan sikapnya yang aneh, hingga ia menyadari jika  mereka tengah memperebutkan posisi agar bisa dekat dengan Sakura.

Wanita paruh baya itu hanya menggeleng kecil sembari tersenyum. Kiba yang terkejut pun hanya menggaruk tengkuknya yang tak gatal lalu duduk di sisi Kurenai. Pria Inuzuka itu juga tiba-tiba membisikan sesuatu pada sang Sensei hingga ia tersenyum sembari menutup mulutnya dengan telapak tangan.

Saat mereka akan mulai mendiskusikan sesuatu, Mirai tiba-tiba merengek dan membuat mereka tersadar jika sudah waktunya ia untuk tidur. Tiba-tiba Sasuke bangkit dari tempatnya dan menggendong anak itu dengan hati-hati lalu mengayunnya dengan lembut.

Penampakan tak biasa itu membuat mereka ternganga, tak percaya jika pria mengerikan sepertinya bisa membuat nyaman dan mampu menidurkan anak kecil.

Sembari menunggu makanan tiba mereka berbincang-bincang tentang banyak hal hingga tak terasa dengan sangat halus Kiba memulai obrolan utama mereka.

"Lee sebentar lagi pernikahan akbar rekan kita juga bangsawan Suna akan di gelar. Apa kau tidak mau menikah berbarengan juga?" Tanyanya yang membuat pria hijau itu mengedipkan matanya tak percaya, karena rekannya malah mengorbankan namanya agar pembicaraan mereka tidak menyinggung banyak pihak.

"Lee? Kau akan menikah dengan siapa?" Ucap Tenten sembari sedikit menyikutnya.

"Kiba! Bukankah kau yang ingin segera menikahi gadis Suna yang bernama Yukata!" Teriak Lee yang seketika membuat wajah Kiba merah padam, ia segera menundukan kepalanya begitu rekan-rekannya menyoraki pria Inuzuka itu.

"Haha, tahun ini generasi kita banyak yang menikah rupanya. Naruto bersama anak muridku Hinata. Kiba dan siapa tadi? Lalu ada Sakura juga dengan rekanku Kakashi. Ah andai saja Asuma ada di sini, ia akan lebih heboh dari pada kalian," sela Kurenai dengan senyuman manisnya, membuat awan gelap hinggap pada fikiran juga hati mereka.

Ingatan kematian Sarutobi-Asuma kembali terngiang. Kurenai yang mengerti dengan situasi itu segera mengibaskan tangannya dan mulai mengalihkan pembicaraan, "Kalian tidak perlu mengkhawatirkanku. Sudah ada yang menjaga juga membahagiakanku sekarang," Ucapnya sembari melirik pada sang bungsu Uchiha yang langsung pergi untuk meletakan Mirai yang sudah terlelap ke kamarnya.

"Konnichiwa," ucap seorang wanita paruh baya yang tiba-tiba sudah berdiri di ambang pintu gazebo, Nara-Yoshino.

"Nyonya, selamat datang. Silahkan duduk," Seru semua orang di sana.

Yoshino nampak tersenyum sebelum duduk diantara mereka. Tenten juga Sakura yang berada di kedua sisinya seketika menyodorkan teh juga camilan ke hadapannya.

"Nah, karena ini adalah misi rahasia jadi yang berhak memberitahunya adalah yang menurunkan tugas ini. silahkan Nyonya," ucap Kiba yang seketika memangku dagunya, bersiap mendengarkan cerita.

"Sebelum itu apa tidak apa memberikan tugas tanpa seizin Godaime?" Tanya Yoshino dengan sedikit ragu.

Mereka semua nampak mengangguk meyakinkannya, Kiba juga mengacungkan jempolnya. Mengisyaratkan misi ini akan aman.

Tak ingin mengulur waktu lebih lama, Yoshino pun menarik pelan sebuah map merah dari tasnya. Ia meletakan map itu di atas meja dan mendorongnya ke tengah meja.

Sasuke yang baru kembali pun segera bergabung dan duduk di sisi Kurenai. Matanya kini tertuju pada map di tengah meja, saat ia akan mengambilnya. Naruto juga tiba-tiba mengulurkan tangan, yang menimbulkan gebrakan keras karena tangan mereka menyentuh map itu berbarengan.

Kilatan tajam terpantul jelas dari mata keduanya. Mereka mulai menarik map itu satu sama lain, karena tak sabar dengan isi misi yang di katakan sangat penting dan darurat itu.

Saat mereka tengah saling menarik, Sasuke segera menariknya dengan kuat membuat Naruto jatuh terjungkal. Ia pun membuka dokumen itu tanpa mendengarkan teriakan umpatan sang jinchuriki yang membuat kuping rekannya pengang.

Gestur alis yang turun dan hampir berdekatan membentuk garis vertikal dari bungsu Uchiha itu membuat rekannya bingung. Sasuke seketika menyimpan map itu dengan keadaan terbuka ke tengah meja hingga semua orang yang ada di sana bisa serempak melihatnya.

"Misi mendekatkan Shikamaru dan Temari!" Pekik semua orang yang segera di beri isyarat diam oleh Kurenai.

Mereka seketika menutup mulut dengan kedua tangan sembari melirik satu sama lain. Hingga Sakura kembali berbicara, "Tapi Temari-chan sudah di jodohkan dengan salah satu saudara Tsuchikage. Kalau tidak salah namanya, Ha ...."

"Hantu?" Celetuk Kiba dengan raut jahilnya.

"Hanata?" Kini Shino mulai menimpali hingga Naruto menyunggingkan bibirnya tak suka.

"Hinata itu calon istriku Dattebayo. Dia juga masih normal, mana mungkin mau dengan Temari-chan!" Bentak pria jingga itu sembari berdiri dan menunjuk-nunjuk Shino hingga harus di tarik duduk oleh sang gadis Hyuga.

"Dobe berisik! Dia bilang Hanata bukan Hinata, Kupingmu itu tersumbat pipa atau apa hah!" Gertak Sasuke yang membuat suasana seketika hening, pria uchiha itu pun menghela napas panjang sebelum bersandar pada pilar kayu sembari melipat lengan di depan dada.

"Pria itu bernama Haru. Mata-mata terbaik Iwagakure. Pria berlidah perak yang mampu menaklukkan lawan hanya dengan kata-kata yang ia ucapkan. Sama sepertimu dobe," jelas Sasuke yang kembali membuat rekannya terdiam, karena pria itu ternyata sudah lebih banyak tahu dari pada mereka.

"Kau pernah bertemu dengannya, Teme?"

Bungsu Uchiha itu hanya menjawab dengan deheman singkat dan kembali menutup rapat bibirnya. Semua orang kini tengah berkutat dengan fikirannya masing-masing. misi mereka cukup berat karena lawan mereka adalah saudara Tsuchikage, yang berarti jika misi ini ketahuan maka akan menyebabkan peperangan.

Tenten tiba-tiba menjentikan jarinya sembari mengangkat telunjuknya lalu berkata, "Bagaimana jika kita umumkan Temari tengah mengandung anak Shikamaru,"

Semua orang seketika ternganga dengan idenya, termasuk Sakura yang seketika menepuk jidat lebarnya dengan keras.

"Kazekage akan langsung memenggal kepalanya," jawab Sasuke yang terlihat mulai sakit kepala karena kemacetan jalan fikir rekan-rekannya.

"Ano, bagaimana kita meyakinkan perasaan mereka dahulu dengan mengirimi keduanya surat?" Ucap Hinata yang akhirnya bersuara.

"Cerdas! Hinata-chan memang selalu cerdas sejak awal," seru Kiba.

"Tapi bagaimana mengirimnya? Ini kan misi rahasia, pasti mereka akan menggeledah isi surat itu sebelum di kirim?"

Ucapan Kurenai kini kembali membuat rencana itu kembali buntu. Hingga Sasuke menatap Sakura dengan Intens, Kiba yang selalu peka dengan keadaan seketika menangkap gambaran ide pada mata bungsu uchiha itu.

Ia perlahan menyenggol Kurenai dan menggesturkan matanya pada Sasuke yang seketika membuat semua rekannya mengerti lalu melemparkan tatapan pada Sakura bersamaan. Sang gadis musim semi yang merasa tengah di perhatikan itu seketika gelagapan dan mencoba menatap ke arah lain.

"Apa?" Tanyanya membuat rekannya kembali saling melempar pandang satu sama lain sembari tersenyum.

"Err tolong singkirkan fikiran gila kalian. Apapun itu, karena aku bisa melihatnya," sambung Sakura.

"Sakura, kau satu-satunya pemilik koneksi pribadi dengan Sunagakure. Aku mohon pinjamkan kami namamu, aku bersedia memberikan apapun asal putraku mendapatkan kebahagiaannya," ucap Yoshino sembari menggenggam tangan gadis musim semi itu.

"Gomen, tapi aku tidak bisa. Bagaimana kalau kita merundingkannya dengan Kakashi-Sensei? Dia juga punya akses istimewa ke seluruh desa,"

Kiba seketika membenturkan kepalanya pada meja, karena begitu frustasi dengan keadaan di sana. Rekannya benar-benar tak bisa di ajak bernegosiasi.

"Bicara dengannya sama saja bunuh diri. Dia sekarang menjadi orang kepercayaan Tsunade-sama, makanya pria tua itu bisa mendapat peluang menduduki kursi hokage. Dattebayo!" sarkas Naruto yang juga mulai ikut jengah dengan pembahasan yang semakin berputar-putar tanpa arah.

"Sakura, kami mohon. Hanya namamu saja. segala resikonya nanti biar kami yang tanggung," ucap Hinata yang membuat semua rekannya serempak memberikan tatapan berkaca-kaca padanya. Sakura benar-benar tak merasa nyaman, hingga tiba-tiba tangan Sasuke menggenggamnya. Perlahan ia melirik pada pria itu yang seketika tersenyum tipis.

"Kau satu-satunya pemilik tiket masuk VVVIP tidak terbatas waktu di Sunagakure. Aku mohon demi kebaikan desa,"

Sakura seketika menghela napas panjang begitu pria itu memohon dengan sangat padanya.

"Baiklah, pakai saja namaku," ucap Sakura yang seketika membuat semua rekannya bersorak dan berterimakasih padanya.

******

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro