38. Outcrop 💍

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

💕Happy-Reading💕

.

.

.

Ezra kembali ke rumah setelah sarapan pagi. Agar tidak membuat bunda khawatir, Adya terpaksa menutup mulut dan membiarkannya mengarang alasan menginap di rumah teman untuk mengerjakan tugas. Namun, yang membuat Adya semakin gemas dengan adiknya itu adalah karena Ezra membocorkan rahasia tentang mobil Kyara yang telah selesai diperbaiki dua minggu yang lalu.

Adya mengaku salah. Hanya saja, pada waktu itu ia masih berselisih paham dengan Kyara. Adya tidak ingin mengambil resiko. Membayangkan Kyara meninggalkan Mallawa saat ia sedang sibuk di kantor sudah cukup membuatnya frustrasi. Namun, Kyara yang mengetahui itu sudah terlanjur merajuk. Baru setelah Adya berjanji membawanya bertemu Dara dan Tisya, istrinya itu kembali semangat.

Sore ini mereka mengunjungi butik Dara setelah membawa Winter ke Pusat Perawatan Hewan. Winter sudah merespon dengan baik, tetapi masih terlihat trauma Meski begitu, Winter bisa cepat mengenali mereka. Dari dalam kandangnya, kucing kecil itu terus menggosokkan badan di punggung tangan Kyara.

Adya memandangi luka bekas gigitan di jari telunjuknya. Seperti biasa, Winter memberinya perlakuan spesial. Kucing usil tersebut sibuk menjilati tangannya sebelum menghadiahkan sebuah gigitan manis. Petugas yang berjaga sampai tertawa melihat Adya memekik kaget.

"Kyara!"

Dara menyambut Kyara dengan antusias di pintu masuk butik. Seperti umumnya perempuan saat bertemu, mereka saling berpelukan dan memekik senang.

"Selamat datang, Adya." Dara ganti menyapa Adya. "Mari, masuk!"

Adya membalas dengan ucapan ringan lalu merangkul Kyara memasuki butik. Kyara tampak sudah sangat hapal dengan ruangan yang dibatasi beberapa sekat dan ruang ganti tersebut.

"Ada yang akan terkejut dengan kedatangan kalian!" Dara tersenyum seraya menengok ke belakang ketika mendengar derap langkah. "Kaisar, ada Kyara dan Adya!"

Kaisar mematung di tempat. Tatapannya bertemu dengan Adya selama beberapa saat sampai jeritan Tisya yang baru tiba mengalihkan perhatian. Dito yang ikut masuk pun tercengang menyadari kehadirannya di sana.

Dito berdeham, mengambil tempat di antara Kaisar dan Adya. Kemarin ia berhasil menyusul Kaisar, tetapi sahabatnya yang mendadak bertingkah aneh itu memintanya untuk tidak ikut campur. Dito jadi bingung harus bagaimana memulai percakapan dengan keduanya.

"Bagaimana kalau kita foto di sana!" Tisya menunjuk tempat pemotretan di tengah ruang.

"Boleh, sesi pemotretan juga sudah selesai," ujar Dara memberi persetujuan.

Tisya mengangguk semangat. "Ayo, nanti biar Dito yang foto!"

"Hah?" Dito melirik Adya dan Kaisar bergantian lalu menunjuk dirinya. "Kenapa aku?"

Tisya spontan mengerucutkan bibir. Melihat itu, Dito akhirnya melenggut pasrah. Ia terdiam beberapa saat sebelum beranjak menuruti permintaan Tisya. Paling tidak, Dito yakin Adya dan Kaisar tidak akan adu jotos di sana.

Adya dan Kaisar sendiri diliputi keheningan. Keduanya terus memandang lurus ke depan, mengamati Dito yang menjadi bulan-bulanan Tisya karena tidak memberi hasil potret yang memuaskan.

"Dito!" keluh Tisya sambil menghentakkan kaki dengan gemas. "Apa-apaan ini! Kita jadi seperti tuyul!"

"Tuyul mana yang secantik kalian, Tisya ...!" Dito mengusap wajah.

"Tapi ini posisinya kurang pas! Coba lihat!" Tisya menyodorkan ponselnya ke wajah Dito. "Aku jadi seperti kurcaci!"

"Kamu bukan kurcaci, Sayang. Kamu Putri Cinderella. Biar aku yang jadi kurcacinya, oke?"

"Mana ada kurcaci setinggi tiang listrik!" balas Tisya tidak mau mengalah. "Lagipula kurcaci itu teman Putri Salju, bukan Cinderella!"

"Bukannya teman Putri Salju itu namanya Olaf?" Dito mengingat-ingat animasi yang sering dinonton keponakannya.

"Itu beda cerita, Dito!" Tisya maju dan menyerang Dito dengan cubitan kecil yang membuat Kyara dan Dara terkikik geli. "Pokok aku tidak mau tahu! Ulangi sampai hasilnya bagus!"

Kaisar di tempat duduknya hampir terbahak, tetapi mendengar Adya terkekeh, spontan ia memalingkan wajah.

Pandangan Adya tertuju pada Kyara yang mengerling ke arahnya sambil terkikik dengan bahu berjengit. Telunjuk istrinya itu diletakkan di bibir, memberi isyarat agar ia tidak tertawa terlalu keras. Adya refleks melakukan hal yang serupa dan mengedipkan sebelah mata.

"Mas Adya tidak apa-apa?" tanya Kyara tanpa suara.

Adya yang bisa membaca gerak bibir Kyara melenggut. "Fotonya jangan cantik-cantik," bisiknya yang membuat Kyara menekuk wajah, menampilan ekspresi marah yang dibuat-buat.

Kyara menatap Kaisar sebentar lalu kembali mengatur posisi saat Tisya dan Dito sudah berdamai. Sementara Adya terus memperhatikan sang istri sambil duduk bersandar. Adya tahu Kaisar sedari tadi melirik ke arahnya. Namun, ia membiarkan dan menunggu Kaisar berbicara lebih dulu.

"Kau serius ingin menceraikannya?"

Adya terpekur. Ia menghadap pada Kaisar dengan rahang mengeras. "Kau bilang apa?"

"Kau ingin menceraikan Kyara demi Irena." Kaisar menatap Adya lekat-lekat. "Kau bukan dirimu sama sekali, Adya."

Adya mendengkus kemudian tertawa rendah. Tangannya terkepal, tetapi demi Kyara dan teman-temannya yang ada di sana, Adya menahan emosi. "Apa Irena yang mengatakan itu padamu?" ujarnya lalu melemparkan pandangan dengan malas.

Kaisar menelan ludah, kerongkongannya terasa sepat. "Rendra yang mengatakan semuanya padaku."

"Rendra?"

Mata Adya yang semula menatap lurus kini terbeliak. Adya mungkin bisa memberi pemakluman bila Kaisar terhasut oleh kata-kata Irena. Dibanding Dito yang masih bisa menunjukkan sikap ramah pada Irena, Kaisar terang-terang bersikap antipati. Wajar bila provokasi Irena langsung membuatnya gelap mata.

Akan tetapi, Rendra yang notabenenya "musuh" mereka sejak dulu berhasil mematahkan rasa percaya Kaisar padanya begitu saja? Sangat lucu!

"Kau tahu? Satu-satunya alasan yang membuatku menyesali perbuatanmu kemarin adalah karena bekas pukulanmu yang membuat istriku khawatir." Adya mempertahankan kontak matanya dengan Kaisar. "Tapi sekarang, aku punya alasan lain untuk keberatan. Kau lebih percaya pada Rendra saat kau tahu jelas dia siapa."

Kaisar terdiam. Tidak dapat dipungkiri, kata-kata Adya membuat hatinya tertohok. "Aku menyaksikannya secara langsung. Aku melihat Rendra dan Irena bertemu. Tepatnya dua hari yang lalu."

Adya yang baru ingin bangkit dari duduknya kembali menoleh.

"Kemarin aku menemui Rendra. Dia menceritakan semua rencanamu dengan Irena. Kau boleh kecewa padaku, Adya. Aku pun sama. Aku sangat menyesalkan keputusanmu." Kaisar berdiri lebih dulu. "Satu lagi. Bila aku tidak merahasiakan rencanamu dari Dito karena memikirkan proyek yang kalian kerjakan, kau pikir akan seperti apa kacaunya pekerjaan kalian?"

Adya menahan napas mendengar penjelasan Kaisar. Ia ikut bangkit, tetapi panggilan Dara lebih dulu menyela.

"Kaisar, sebaiknya kau menggantikan Dito." Dara menarik kaisar sambil menunjuk Dito dan Tisya yang kembali ribut.

Tak punya pilihan, Kaisar memilih diseret Dara. Lagipula, ia tidak bisa terus berseteru dengan Adya dalam situasi seperti itu.

Adapun Adya lekas menghampiri Kyara yang memanggilnya untuk ikut berfoto. Adya berusaha tampak normal, tetapi hatinya terus tidak tenang. Kata-kata Kaisar terus terngiang di telinganya, sebelum ia tersentak menyadari sesuatu.

Kyara menemukan Winter kejang-kejang akibat keracunan tepat dua hari yang lalu.

🍀🍀🍀

Segera setelah berbincang dengan dokter hewan, Kyara menuju ruang perawatan Winter yang hanya seukuran kamar kecil dan di antarai sekat kaca transparan. Kali ini Kyara datang tanpa ditemani. Mobilnya telah diantar pagi tadi dan Adya yang sibuk di kantor memberinya izin untuk berkunjung seorang diri.

Winter kelihatan semakin aktif, meski kali ini tidak ada drama gigit-menggigit. Kyara mengamati Winter yang tampak mengedarkan pandangan, seperti mencari-cari keberadaan seseorang.

"Winter cari mas Adya, ya?" Kyara tertawa kecil. "Mas Adya sedang di kantor."

"Dan urusan di kantor bisa ditinggalkan. Kunjungan di sana hanya wajib dua kali seminggu. "

Kyara memutar badan dengan cepat saat mendengar suara dari belakang punggungnya. "Rendra!"

"Ya?" Rendra berjongkok di sebelah Kyara. "Kau melihatku seperti melihat hantu."

"Apa yang kau lakukan di sini?" Kyara mundur beberapa langkah, membuat ruang antara dirinya dan Rendra.

"Menemuimu."

"Menemuiku?" Kyara nyaris memekik. Memang tidak mungkin menyebut pertemuannya dengan Rendra di ruang perawatan Winter sebagai suatu kebetulan. Ia mengelus Winter beberapa kali sebelum kembali menatap Rendra. "Sebaiknya kita bicara di luar."

Rendra mengikut di belakang Kyara yang berhenti di dekat tangga. "Aku tahu kau mungkin tidak senang dengan ini, Kyara. Aku hanya ingin melindungimu."

"Aku bisa menjaga diriku sendiri, Rendra." Kyara membuang napas, berusaha mengontrol diri. " Lagipula, aku punya suami."

"Dan suamimu itu tidak tahu diri!"

"Cukup. Berhenti berkata buruk tentang Mas Adya." Kyara menahan sebelah tangannya di depan dada.

"Kyara, kau tahu rencana Adya menikahimu?" Rendra berusaha menggapai pundak Kyara, tetapi ditepis dengan halus.

"Aku tahu segala hal yang terjadi dalam rumah tanggaku." Kyara menurunkan sorot matanya. "Dan aku merasa terhormat bila orang lain tidak mencampurinya."

Rendra mendengkus kecil dan mengecek arlojinya. Ia punya urusan penting dan tidak berlama-lama. "Kau dalam bahaya, Kyara."

"Apa maksudmu?" tanya Kyara dengan mawas.

"Kau tahu siapa yang membuat kucingmu sampai harus dirawat di sini?" Rendra memiringkan kepala saat mendapati Kyara terhenyak. "Kau tahu siapa yang memberinya racun?"

"Bagaimana kau tahu Winter diracuni?"

Mengabaikan kebingungan Kyara, Rendra menjawab sendiri pertanyaannya. "Irena."

"Irena?"

Kerut yang timbul di dahi Kyara membuat Rendra merogoh saku dan mengeluarkan ponsel. "Ini rekaman dari anak buahku yang mengikuti Irena."

Kyara memusatkan perhatian pada rekaman video yang diperlihatkan Rendra. Tampak sebuah sedan terparkir pada jalan setapak tak jauh di depan rumahnya. Degup jantung Kyara memburu saat melihat Irena muncul dari balik mobil dan berjalan mondar-mandir. Tak lama, Kyara melihat Winter berlari ke luar dari pekarangan dan menghampirinya.

"Tidak! Winter!" Kyara menjerit saat Irena mengangkat Winter, tetapi Rendra langsung mematikan videonya.

"Kau tidak akan suka bagian setelah ini." Rendra menyelipkan kembali ponselnya ke dalam saku. "Aku hanya ingin memperingatimu, Kyara. Tujuan Irena datang ke Mallawa bukan untuk meracuni kucingmu. Dia mengincarmu. Kucing malang itu mungkin hanya sebagai pelampiasan."

Mata Kyara mulai berkaca saat dua orang pengawal pribadi Rendra menaiki tangga. "Tuan, kita harus pergi sekarang."

Rendra berdecak, bersamaan dengan ponselnya yang berbunyi. Ia mengecek sekilas panggilan tersebut kemudian menatap Kyara lekat-lekat..

"Sayang sekali, aku ada urusan penting yang tidak bisa ditunda. Aku menemuimu di sini hanya untuk memberi peringatan." Rendra memutar badan dan berbalik kembali ketika tiba di penghujung tangga. "Aku masih belum menyerah untukmu, Kyara," katanya sebelum berlalu.

Kyara terpaku di tempat. Setelah memastikan Rendra dan pengawalnya pergi, ia menyeret langkah ke kursi tunggu di depan ruang perawatan. Dipandanginya ruang perawatan Winter yang dilengkapi lampu dan tiang infus. Video rekaman Rendra tadi kembali terulang di benaknya.

Tujuan Irena datang ke Mallawa bukan untuk meracuni kucingmu. Dia mengincarmu. Kucing malang itu mungkin hanya sebagai pelampiasan.

"Winter sebagai pelampiasan?" Kyara menarik napas dalam-dalam untuk mengatur emosi. Ia menguatkan diri dan beranjak dari duduknya. Kyara tahu sekarang sudah waktunya untuk bertindak.

🍀🍀🍀

Irena menjatuhkan diri di Kasur dengan gelisah. Sejak pertengkarannya dengan Rendra hari itu, ia merasa selalu diperhatikan. Irena tidak bodoh untuk menyadari bilamana Rendra sedang memata-matainya, tetapi melaporkan ke pihak yang berwajib bukan penyelesaian yang tepat.

"Ah, sial!" Irena mengumpat. Semua usahanya berantakan. Bahkan Rendra yang seharusnya bisa menjadi senjata untuk memisahkan Adya dan Kyara justru berbalik menyerang.

Sayang sekali, aku punya rekaman bukti kejahatan yang kau lakukan.

Bukti kejahatan? Irena terbahak begitu mengingat kata-kata Rendra. Memang apa pentingnya seekor kucing kecil? Kucing liar yang tidak berharga pula. Kenapa semua orang terlalu berlebihan untuk Kyara? Benar-benar memuakkan!

"Apa ini?" Irena bangun dari posisi tidurnya begitu melihat sebuah kiriman yang diunggah oleh Tisya. Matanya melebar melihat potret Tisya bersama Kyara dan teman-temannya. Foto tersebut menampakkan latar belakang sebuah butik dan restoran mewah. Mereka terlihat sangat akrab satu-sama lain.

"Menyebalkan!" Irena berteriak marah pada udara kosong. Kyara bahkan bersekutu dengan Tisya yang congkak dan selalu memandang rendah padanya. Irena yakin mereka sedang tertawa di atas penderitaannya.

Dengan gusar Irena turun dari tempat tidur, membuka lemari, dan mencari setelan terbaik dari koleksinya. Ia tidak ingin terlihat menyedihkan dan kalah pamor dibanding Kyara maupun Tisya. Irena akan menunjukkan pada orang-orang bila dirinya tidak lagi bisa diremehkan oleh siapa pun.

Segera setelah siap, Irena keluar kamar dan menuju lift. Derap sepatunya beradu dengan lantai marmer, seiring dengan gemuruh dalam dadanya belum mereda. Akan tetapi begitu tiba di lobi apartemen yang lengang, Irena harus menahan langkah saat mendapati seorang perempuan duduk dengan anggun di sofa. Segala sesuatu yang ia kenakan dari ujung kaki hingga ujung rambut membuat Irena tak mampu berkedip meski permukaan matanya mulai memanas.

Perempuan tersebut tersenyum tenang, membuat Irena mengepalkan tangan kuat-kuat.

"Kau ...."

💍💍💍
TBC

Halo, Dear readers! Sudah ikut Pre-Order Hate Me If You Can, belum? Bagi yang belum, masih bisa ikut kok. Tidak ada restok jadi kesempatan punya novel cetak hanya di masa PO ini, ya 🙆🏻‍♀️🙆🏻‍♀️🙆🏻‍♀️

Versi cetak akan sedikit berbeda dengan versi Wattpad. Karena itu setelah tamat, kemungkinan cerita ini akan diunpublish atau disisakan beberapa bab saja.

Ya, nanti tergantung respons pembaca bagaimana. Soalnya sekarang pembaca Wattpad sebagian besar silent readers with no interaction. Yang dapat voucher di KK diminta tap love saja susah, sekalinya pakai voucher gratis gercep.

Aku cek setiap bab rata² vouchernya dipakai orang yang sama, tapi seperti pura-pura tidak baca. Padahal tap love itu berarti sekali bagi penulis. Tidak susah juga, tinggal klik and done. Tapi tidak apa-apa lah, semoga orang yang seperti ini lebih dilapangkan lagi hatinya. Gwaenchana, gwaenchanayooo 😅🙌🏻

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro