Heart Rhythm #2

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

OB itu berhasil kabur dengan mengendap-endap lalu berlari menemui teman-temannya di pantri samping toilet lantai 4. Dia panik menceritakan apa yang barusan dilihatnya. Kemudian datang Leader mereka bertanya apa yang terjadi. OB itu kemudian nmenceritakan semua yang dilihatnya, termasuk mengaitkannya dengan kejadian di toilet pria beberapa waktu lalu saat peresmian Unit Cathlab.

Pembicaraan itu didengar Dokter Nina yang kebetulan lewat. Juga Novi di dalam toilet yang baru akan keluar setelah membuang tisu di tempat sampah dekat pintu toilet.

"Pak, kita harus laporkan perbuatan enggak senonoh ini, Pak," usul seorang OB yang lain kepada Leadernya.

"Betul, Pak. Enggak sangka, Mbak Diana yang judes itu ternyata sampingannya, haduh ...," yang lain menimpali.

"Tapi masa sama Dokter Kahfi sih?" Leader mereka ragu. "Dokter Kahfi itu baik, loh. Dia selalu ingat sama kita. Selalu berbagi makanan untuk kita. Jarang ada dokter yang peduli dengan OB seperti kita. Dia juga sering satu saf di musala sini. Sering jadi imamnya, malah."

"Iya sih, Pak. Tapi bisa saja kan itu pencitraan?" bantah anak buahnya.

Sementara itu di ruang tindakan ...

"Mm ... maksud Dokter apa ya?" kata Diana yang semakin terpojok.

Dokter Kahfi memperhatikan Diana dari jarak pandang yang sangat dekat. Dia mengincar matanya, melakukan shock therapy. Dia senang memberi pelajaran pada Diana yang terlihat ketakutan. Kini jarak keduanya hanya sekitar tiga puluh sentimeter saja.

Diana tiba-tiba merasa hidungnya gatal karena aroma lavender yang semakin menusuk-nusuk hidung. Sangat gatal tapi tidak bisa melakukan gerakan apa pun yang mencurigakan dan mungkin bisa membahayakan dirinya, jadi Diana coba untuk menahannya. Sayangnya, itu terlalu gatal dan Diana tidak bisa menahannya lagi.

"Hatsi!" Diana bersin tepat di kemeja Dokter Kahfi.

Dokter Kahfi terkejut dan mencoba untuk mundur, tapi terlambat.

"Hatsi! Ha-hatsi!" Diana bersin untuk kedua dan ketiga kalinya. Bersin kedua, Diana menjatuhkan kepalanya tepat di kemeja Dokter Kahfi. Bersin ketiga bahkan secara reflek Diana menutupi dirinya dengan berpegangan pada kedua sisi snelli Dokter Kahfi seolah-olah ia sedang sembunyi di dalamnya. Dokter Kahfi merasa tertarik akibat pegangan kuat Diana pada snellinya tapi dia masih bisa menahan diri.

"Astaghfirullah ... mati aku!" gumam Diana dengan gemetar, perlahan melepas pegangannya pada snelli Dokter Kahfi dan mengangkat kepala melihat ekspresi marah Dokter Kahfi.

Bersambung ...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro