BAB 15

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

      i'M BACK AGAIN.

Jangan lupa kritik dan sarannya yoo..cup cup                                                                                

                                                                                BAB 15

                                               

            Hazel sudah berada di ruang tengah rumah Marvin dikelilingi sepupu-sepupu Marvin dan kado pernikahan mereka yang diberikan untuknya. Mereka sepakat untuk memberikan kado hanya untuk Hazel sedangkan Marvin yang sudah mewanti-wanti untuk tidak diberikan kado apapun karena dia sudah yakin sepupu-sepupunya itu suka memberikan barang yang aneh-aneh, jadi dia menolak. Cukup Hazel saja, karena Katrin, Maya dan Maura tetap ngotot ingin memberikan kado untuknya.

            Kado dari Maya adalah kado pertama yang dibuka Hazel. Kotak panjang yang kini sedang dibuka sampulnya, ditebaknya adalah kotak sepatu. Dan ternyata benar. Tapi dia benar-benar terkejut melihat sepatu yang dihadiahkan Maya.

            “Jimmy Choo?” Hazel memegang sepasang sepatu cokelat yang masih tersimpan rapi di dalam kotaknya dengan ragu. “Pasti mahal banget.”

            Maya tersenyum. “Nggak boleh ditolak. Do you like it?”

            “Kalo sepatu mahal, nggak ada cewek yang nggak suka.” Marvin menjawabkan untuk Hazel dan langsung disambut gelak tawa oleh yang lainnya. Dia duduk di sofa yang berjarak jauh dengan sofa yang diduduki Hazel dan sepupu-sepupu perempuannya. Harus puas hanya memandangi Hazel dari kejauhan.

            “Nggak bisa ya kadonya yang murahan dikit?” Hazel menatap Marvin dari kejauhan, dan Marvin mengisyaratkannya untuk menerimanya. Jadi Hazel hanya meletakkan sepatu hadiah dari Maya, menutup kembali kotaknya dan memisahkannya dari kado-kado lain yang belum dibuka.

            Another Louboutin shoes dari Maura dan handbag Bottega (?)dari Aaron. Aaron beralasan kado tersebut diusulkan oleh mamanya. Berikut, sunglasses Gucci dari Hisyam yang menimbulkan lirikan iri dari Katrin karena dia sangat menyukai aksesoris Gucci, dan jam tangan Prada dari Alif selesai diperlihatkan semuanya kepada mereka yang disambut riuh rendah atas pilihan kado masing-masing. Khusus untuk kado dari Katrin, Hazel membukanya di bagian akhir. Dan Hazel harus “berterimakasih” untuk pilihan kado Katrin.

            “Agent Provocateur,” gumamnya dengan pipi memerah.

            Suara riuh semakin nyaring.

            “Ouuuuhh….”

            “Woow…Marvin seneng banget tuh.”

            Katrin beralih menoleh Marvin dan Marvin mengacungkan dua jempol untuknya.

            Hazel cepat-cepat memasukkan korset dan lingerie warna nude pemberian Katrin ke dalam kotak tanpa berniat melihatnya berlama-lama. Para cowok dan cewek masih meledek Marvin habis-habisan dan Hazel hanya bisa ikut tertawa menyaksikan Marvin yang dirubungi sepupu-sepupunya yang menggodanya yang sebentar lagi akan melakukan Honeymoon bersama Hazel.

            Hazel menerima tatapan lembut dari Marvin yang menghampirinya setelah sepupu-sepupunya pamit untuk memberikan mereka kesempatan untuk membereskan perlengkapan yang akan dibawa untuk Honeymoon. Lima belas menit lagi mereka akan berangkat dan mereka butuh konsentrasi, memeriksa barang bawaan mereka, khususnya yang urgent mutlak ada di sana, supaya tidak ada yang ketinggalan. Nggak lucu kan kalau mereka harus balik lagi karena ketinggalan charger ponsel?

            “Ya ampun, Katrin.”

Hazel hanya bisa menggeleng-geleng melihat kado dari Katrin yang bikin heboh itu sudah diselipkan Katrin ke dalam kopernya tanpa sepengetahuannya. Berarti Katrin sempat menyusupkan pakaian itu ketika Hazel mengobrol sebentar dengan mama Marvin di dapur sewaktu beliau meminta Hazel membawa beberapa masakan yang bisa langsung mereka santap untuk makan siang setibanya di villa.  

Setelah memastikan kado pemberian Katrin tetap berada di dalam kopernya, Hazel menutupnya dan beralih menatap tirai kamar yang memunculkan sinar matahari pagi. Tadinya dia berpikir akan meninggalkan pakaian seksi tersebut di Jakarta, tapi dia tahu kalau dirinya dan Marvin akan berbulan madu. Walau tidak yakin akan memakainya, paling tidak Hazel berjaga-jaga. Siapa yang tahu apa yang akan terjadi di villa selama seminggu itu. Dia bukannya berniat menggoda Marvin setibanya di sana, tapi menyiapkan diri untuk melaksanakan kewajibannya sebagai seorang isteri tidak ada salahnya kan?

Hazel mulai menertawai pikirannya sendiri. My God. Dia bahkan tidak yakin akan membiarkan dirinya semakin menyukai Marvin. Kalaupun pada akhirnya dia harus mengakui perasaannya, paling tidak dia harus menunggu beberapa bulan lagi sampai dia benar-benar yakin dengan perasaannya. Bahwa Marvin adalah laki-laki yang akan dicintainya dengan sepenuh hati.

                                                            ***

            Marvin dibantu Aaron cs sudah menurunkan koper-koper mereka ke lantai bawah. Hazel memandangi sekali lagi tampilan tubuhnya yang dibalut dress motif floral dengan dasar putih yang jatuh di atas lutut. Cardigan putih dipakainya untuk menutupi lengannya yang terbuka. Setelah beres, dia mengikuti langkah Marvin turun ke bawah.

              “C’mon.” Marvin menunggu Hazel masuk ke dalam mobil BMW hitam yang biasa digunakan Pak Banda, supir pribadi keluarga mereka untuk mengantar papa Marvin ke kantor.

            “Daaah…have a nice honeymoon,” Katrin, Maya dan Maura meneriakkan teriakan kompak sambil melambaikan tangan. 

Setelah memeluk semua sepupu Marvin, juga ke dua orangtua Marvin, Hazel masuk ke dalam mobil. Marvin menyusul masuk beberapa detik kemudian. Memberikan senyuman yang dibalas Hazel dengan senyum malu-malu.

                                                                        ***

            Dengan diantar Pak Banda yang sedang mengemudi sambil mendengarkan lagu keroncong yang diputar di radio, perjalanan bulan madu Marvin dan Hazel dimulai.

            Sepanjang perjalanan Hazel menghabiskan waktunya dengan memandangi pemandangan di luar. Matahari bersinar cerah. Dan kata Pak Banda kalau perjalanan lancar mereka akan tiba sekitar jam 11 siang. Sekarang baru pukul 08.15.

            “Permen?”

            Di sebelah kanannya, Marvin menawarkan permen karet yang katanya baik untuk mengurangi mual. Hazel sama sekali tidak memerlukan permen itu karena dia merasa cukup stabil untuk naik mobil selama beberapa jam. Tapi, dia tetap mengambil permen itu, merobek kertas aluminium pembungkusnya, dan memasukkan lembaran tipis warna hijau itu ke dalam mulutnya.

            Mereka tidak mengobrol banyak sepanjang perjalanan dikarenakan Marvin lebih dulu terlelap. Pulas. Mungkin kelelahan karena semalaman tidak tidur karena harus nongkrong bersama Aaron cs. Semalaman itu, Hazel terlalu sibuk merapikan isi kopernya dan koper Marvin. Ketika Marvin kembali ke kamar dia malah sudah tertidur. Mereka baru “ketemu” lagi pagi tadi. So, sepertinya mereka sama-sama butuh istirahat sekarang.

                                                                        ***

            “Marvin. Udah nyampe.”

            Semilir angin dingin menerpa wajah Marvin yang mendengar suara Hazel yang begitu samar di telinganya. Marvin membuka matanya perlahan, dan kemudian mendengar suara Hazel kali ini penuh semangat.

            “Waaah…cantik banget villanya.”

                                                                        ***

            Setibanya di halaman villa, Hazel langsung mengambil ponsel dan menghubungi mamanya di Jakarta. Mengabarkan kalau mereka sudah sampai. Vio mengaku penasaran dengan villanya, karena Hazel memberitahu kalau villa yang akan mereka tempati selama bulan madu itu benar-benar indah.

            “Iihh…Vio juga mauuu…”

            Hazel tergelak mendengar rengekan manja Vio supaya diizinkan menyusul ke sana. Dia harus menanyakan hal tersebut kepada Marvin segera setelah mereka masuk ke dalamnya.

            Ck. Marvin masih belum keluar juga dari dalam mobil.

            Pak Banda yang sudah selesai mengeluarkan semua koper dari dalam bagasi, kembali membangunkan Marvin.

            “Den. Den Marvin. Bangun, Den. Udah nyampe.”

            Hazel menatap gemas Marvin yang bergeming dari posisi tidurnya yang kini berubah telentang di atas jok belakang. Pak Banda memberitahunya untuk membangunkan Marvin.

            “Marviiin. Banguuuuun. Lo mau tidur terus di dalam mobil?”

            Hazel menggoyang-goyangkan tubuh Marvin yang masih tetap tertidur pulas.

            “Ya udah. Gue masuk duluan. Kalo gue balik, lo belum bangun. Gue guyur lo pake air dingin.”

            Tidak lama kemudian, Marvin mengusap-usap wajahnya dengan kesal. “Arrgh. Nggak bisa liat orang senang apa? I only need to sleep, Okay??”

            Hazel menunjuk ke dalam villa. “That’s it.”

            “Yeah, cool,” Marvin menggumamkan pujian singkat.

            Sekitar semenit kemudian, dia pun mengikuti langkah Hazel memasuki villa. Pak Banda yang sudah selesai memasukkan semua barang-barang ke dalam villa, tersenyum penuh arti kepada Marvin.

            “Semoga sukses bulan madunya, Den.”

            Marvin yang masih setengah mengantuk, hanya menganggukkan kepalanya.

            “Istri cantiknya Den Marvin udah nunggu di dalam.”

            Marvin mengangguk lagi. Dia teringat kalau Pak Banda sempat mengatakan akan segera kembali ke Jakarta.

            “Istirahat dulu, Pak. Masak udah mau balik lagi?”

            “Iya, Den.” Pak Banda menurut.

            Marvin mengajaknya masuk ke dalam villa. “Nanti saya suruh Hazel nyiapin kopi.”

            Pak Banda mengangguk patuh. “makasih Den. Nanti saya minta sama Nunung.”

            Marvin mengingat-ingat nama yang disebutkan Pak Banda barusan. “Nunung siapa, Pak?”

            “Pengurus villa, Den. Masih terhitung saudara jauh saya juga. Selama beberapa bulan ini, Nunung yang mengurus villa. Nah, tukang kebunnya namanya Pak Soleh. Pamannya Nunung.”

            “Ooh.”

              

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro