第十八章 Bab 18

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Now playing: Those Years 那些年 by Hu Xia

Bicara soal perasaan Chen Ai pada Luo Wang, Yun Xiang adalah orang yang paling mengerti situasinya. Jika Yun Xiang adalah nomor dua, maka tidak akan berani yang mengaku menjadi nomor satu, selain Chen Ai sendiri. Ia sudah mengenal Chen Ai dan Luo Wang sejak tujuh tahun lalu, karena mereka berasal dari universitas yang sama, meskipun berbeda jurusan. Ia juga menyaksikan perjalanan hubungan Chen Ai dan Luo Wang, mulai dari pertama kali berpacaran sampai putus. Chen Ai juga sering menceritakan masalah-masalahnya pada Yun Xiang. Jadi, ketika malam itu Chen Ai menyusul rekan-rekan BeLook di Dongchang Restaurant bersama Zhao Nan, Yun Xiang langsung paham apa yang terjadi. Apalagi ia telah melihat ekspresi Luo Wang tadi. Dan juga, ia turut serta ketika pertama kali Chen Ai bertemu Zhao Nan di PickUs beberapa bulan lalu.

Di restoran, Zhao Nan duduk di sebelah kiri Chen Ai karena pria itu belum mengenal siapa pun selain Chen Ai. Lagi pula, wanita itulah yang mengundangnya. Namun, Zhao Nan dapat bergabung dalam percakapan dan membaur bersama rekan-rekan BeLook dengan cepat, karena pria itu—masih seperti dulu—adalah orang yang supel dan menyenangkan.

Sementara Zhao Nan berbincang-bincang dengan rekan-rekan lain, Yun Xiang yang duduk di sebelah kanan Chen Ai menyenggol lengan wanita itu. "Chen Ai, kau sekarang pacaran dengan Tuan Zhao?" tanyanya iseng. Luo Wang duduk bersama tim pemasarannya di sudut lain meja, jadi Yun Xiang tak ragu membicarakannya.

Chen Ai menaikkan kedua alisnya. "Kau ini omong kosong apa, sih? Tentu saja tidak."

"Oh, begitu. Kalau kau benar-benar berpacaran dengannya, aku tidak tahu bagaimana nasib Manajer Luo nantinya."

"Ada apa dengan Luo Wang?"

Yun Xiang membelalakkan mata. "Kau tidak pernah memikirkan nasib Manajer Luo jika kau meninggalkannya?"

Chen Ai mengernyitkan kening. Menurut pemikiran Chen Ai sekarang, Luo Wang pasti bisa baik-baik saja tanpanya. Pekerjaan Luo Wang sangat mapan, mentalnya juga sehat. Tidak terlihat kekurangan apa pun. Karena tak kunjung memahami arah pembicaraan Yun Xiang, Chen Ai pun menjawab asal, "Kita semua sudah besar. Bisa hidup sendiri-sendiri."

Yun Xiang menutup mulut sambil menahan tawa. "Hubunganmu dengan Manajer Luo sekarang bagaimana?"

"Kami berteman baik," jawab Chen Ai singkat.

"Tapi menurutku ia—"

"Permisi, Tuan dan Nona." Seorang pelayan datang sambil membawakan nampan penuh minuman. Chen Ai yang duduk di pinggir meja segera membantu pelayan untuk mengoper minuman ke rekan-rekan lain.

Menurutku ia tidak berpikiran sama, ucap Yun Xiang dalam hati. Namun, ia tidak mengutarakannya karena Chen Ai kelihatan tidak ingin membicarakan hal itu.

***

Setelah makan malam berakhir, semua rekan BeLook keluar dari restoran dan berjalan sebentar menyusuri Area Pudong menuju Haoledi Karaoke. Area Pudong saat malam hari sangat megah dengan tambahan lampu-lampu penerang bagai bintang. Banyak pasangan yang duduk di bangku panjang dan berkencan di sekitar situ juga. Semuanya sempurna, tak terkecuali bagi Chen Ai. Chen Ai berbincang ringan bersama Yun Xiang dan Liu Nian, sementara rekan-rekan lain membentuk kelompok bincang sendiri di depan.

Sesampainya di Haoledi Karaoke, Bos Yao segera menghampiri resepsionis dan meminta ruang VIP yang sudah dipesannya kemarin. Rekan-rekan lainnya mengikuti Bos Yao dan resepsionis karaoke menuju ruang VIP yang terletak di pojokan, dekat toilet dan mini bar. Seusai menyiapkan sound system, resepsionis itu pun pergi.

Semua orang bersenang-senang sepuasnya saat itu. Ada yang menyanyi-nyanyi sampai suara serak, ada yang memesan tambahan makanan ringan khas KTV Room, ada yang saling bersulang minum bir, dan ada juga yang tetap diam di sudut ruangan. Semuanya menyemarakkan hari itu dengan gembira.

Setelah sejam bersenang-senang, semua orang beristirahat sejenak di sofa sambil lanjut minum bir dan berbincang ringan.

"Zhao Nan dan Chen Ai dulu teman SMA, kan? Ayo, nyanyikan lagu nostalgia masa sekolah, dong! Kita semua ingin mendengar," seru Yun Xiang yang sudah setengah mabuk.

Jika semua orang di sini adalah teman-teman dekatnya, Chen Ai tidak keberatan disuruh menyanyi di KTV Room. Namun, ada Bos Yao di sini. Oh, ya. Jangan lupakan Luo Wang dan Zhao Nan. Chen Ai tidak ingin bertingkah bodoh di depan orang-orang itu. Apalagi sekarang ia sudah agak mabuk, rasanya tak nyaman disuruh tampil di depan rekan-rekan.

Namun, rekan lain yang sudah benar-benar mabuk bersorak semakin keras. "Nyanyi! Nyanyi! Nyanyi!" Atas paksaan semua orang, akhirnya Chen Ai dan Zhao Nan berhasil didorong hingga ke tengah ruangan.

"A–aku ... aku tidak tahu mau menyanyi apa," ucap Chen Ai bingung. Mungkin karena sedikit pengaruh alkohol, Chen Ai menertawakan kebingungannya sendiri. Semua orang memandangnya dengan heran, tetapi akhirnya ikut tertawa juga. Orang mabuk memang kacau.

Chen Ai menoleh ke arah Zhao Nan yang masih menertawakannya. "Zhao Nan, kau saja yang pilih lagu. Jangan terlalu tidak yang terkenal, ya."

Zhao Nan tertawa lagi begitu mendengar Chen Ai yang meracau. "Jangan yang tidak terlalu terkenal," ralatnya sambil mengacak-acak rambut Chen Ai.

Chen Ai menepis tangan Zhao Nan sambil mengerucutkan bibir. "Iya, iya. Kalau begitu, kita nyanyi apa? Atau berdiri saja di tengah ruangan ini?"

"Aku juga tidak tahu," ujar Zhao Nan tenang. Ia memandang rekan-rekan lainnya. "Ada yang mau request lagu?"

"Those Years-nya Hu Xia, dong!" seru Liu Nian sambil mengangkat botol birnya tinggi-tinggi.

"Baiklah," sahut Chen Ai dan Zhao Nan bersamaan. Mereka saling berpandangan, lalu tersenyum satu sama lain. Zhao Nan menghampiri layar playlist di KTV, lalu mencari instrumen lagu Those Years. Setelah itu, mereka berdua menyanyi.

Kembali ke titik semula

Wajahmu yang polos di memoriku

Kita akhirnya tiba di hari ini

Foto-foto lama di laci meja

Menghubungkan kenangan yang tak terhitung jumlahnya

Hari ini anak laki-laki akan kencan terakhir kalinya dengan gadis itu

Kembali ke titik semula

Melamun di depan cermin

Ceroboh mengikat dasi merah

Menyisir rambut hingga seperti lelaki dewasa

Mengenakan setelah yang rapi

Saat kelak bertemu dneganmu

Kau akan lebih cantik dari yang kukira

Benar-benar ingin kembali ke tahun-tahun itu

Kembali ke kelas dan duduk di kursi depanmu

Sengaja membuatmu marah dengan kelembutanmu

Susunan pasangan di papan tulis

Apa kau tega memisahkannya

Ia masih akan mencintai yang duduk dengannya

Memasuki reffrein, Zhao Nan meraih tamborin di atas meja, lalu menggoyang-goyangkannya sesuai irama lagu. Karena lagu itu cukup terkenal dan semua orang larut dalam euforia, yang lain pun akhirnya ikut bernyanyi bersama Zhao Nan dan Chen Ai.

Tahun-tahun itu melewati hujan deras

Tahun-tahun itu melewati kisah asmara

Aku ingin memelukmu

Memeluk keberanian yang terlewatkan

Pernah ingin menaklukan dunia

Pada akhirnya baru menyadari

Setiap hal kecil dalam duniaku

Semua adalah tentang dirimu

Tahun-tahun itu melewati hujan deras

Tahun-tahun itu melewati kisah asmara

Aku ingin memberitahumu

Bahwa aku tidak melupakan

Langit malam dipenuhi bintang-bintang berkerlip

Seirama dengan ruang dan waktu kita membuat janji

Jika kita bertemu lagi, aku akan memelukmu dengan erat

Seusai bernyanyi, Chen Ai merasa ada desiran hangat di hatinya. Ia memandang Zhao Nan sambil tersenyum bodoh khas orang mabuk. Pria itu membalas tersenyum dan meremas tangan Chen Ai sejenak, lalu melepaskannya lagi.

"Lagunya sudah habis," ucap Zhao Nan ringan sambil mengembalikan microphone ke Yun Xiang yang memegang kendali acara malam itu.

"Aaa ... enak didengar. Ayo, nyanyi sekali lagi!" pinta Yun Xiang.

"Tidak bisa. Chen Ai sudah sempoyongan," ujar Zhao Nan sambil membantu Chen Ai kembali ke tempat duduknya.

"Iya, iya. Tidak bisa, tidak bisa. Aku tidak bisa nyanyi lagi, aku tidak bisa nyanyi lagi," ucap Chen Ai cepat. Kemudian, ia duduk kembali.

Sambil menahan kelopak matanya agar tetap terbuka, Chen Ai meraih botol bir dan menuang sebagian isinya ke gelas. Sebagian cairan bir menetes ke meja. Zhao Nan mengambil botol bir dan membantu Chen Ai menuangnya.

"Terima kasih," ucap Chen Ai. Ia menerima gelas yang disodorkan Zhao Nan. Setelah itu, Zhao Nan duduk di sebelahnya.

"Mengapa kau duduk di sini?" tanya Chen Ai sambil memandang Zhao Nan dengan mata setengah tertutup.

"Kau duduk sendirian di sudut ruangan sambil minum bir, bukankah itu terlalu mengenaskan? Aku akan menemanimu."

"Lalu kenapa kau tidak ikut minum? Tuang saja, jangan sungkan-sungkan."

"Tidak usah. Aku menyetir pulang nanti."

Chen Ai mengangguk, lalu meletakkan kepala di sandaran sofa sambil menenggak bir. "Sudah lama tidak minum bir dengan perasaan segembira ini," ujarnya. Ia menghela napas sambil tersenyum lebar.

Zhao Nan ikut tersenyum sambil memandang Chen Ai. "Akhir-akhir ini kau lelah, ya?"

Chen Ai mengerucutkan bibir sambil mengangguk. Zhao Nan mengembuskan napas. Dengan ragu-ragu, ia mengusap kepala Chen Ai perlahan. Ketika Chen Ai tidak menunjukkan reaksi penolakan, Zhao Nan memberanikan diri untuk menarik kepala wanita itu supaya menyandar di bahunya. Chen Ai tetap menurut, malah menggesek-gesekkan pipinya ke bahu Zhao Nan untuk menyamankan posisi. Zhao Nan mengambil gelas bir dari tangan Chen Ai dan meletakkannya di meja, lalu tersenyum bahagia.

Setelah durasi sewa KTV Room habis, semua orang langsung berdiri dan beranjak pulang.

"Chen Ai, kau pulang dengan siapa?" tanya Luo Wang dengan wajah lesu. Sebenarnya ia sudah dapat mengira-ngira jawabannya, tetapi sepertinya tidak sopan jika ia langsung meninggalkan Chen Ai begitu saja. Ia sudah melihat pandangan yang ditunjukkan Chen Ai saat menatap Zhao Nan—jenis pandangan yang tidak pernah ditujukan untuknya. Dalam hati, ia tahu bahwa semuanya akan berubah sejak saat ini.

"Aku pulang dengan siapa pun yang mau menampungku," jawab Chen Ai ringan. Kemudian, ia memandang Zhao Nan di sebelahnya dengan tatapn yang seolah berkata, "Kau mau menampungku, kan?"

"Aiya ... Manajer Luo, biarkan Chen Ai pulang dengan pria barunya saja, jangan terlalu mengekangnya. Kau pulang saja dengan tenang," ujar Yun Xiang menengahi. Namun, karena wanita itu sudah mabuk, kata-katanya kurang etis.

Luo Wang mengangguk setuju, tetapi tangannya mengepal erat. Ia pun berjalan melewati Chen Ai dan Zhao Nan menuju pintu keluar. Sebelum itu, ia menyempatkan untuk berkata pelan kepada Zhao Nan, "Kau harus menjaganya dengan baik." Setelah itu, ia keluar dari KTV Room.

Zhao Nan tersenyum masam, tetapi ia berpikir positif dan tidak menganggap perkataan itu sebagai sindiran. Ia pun mengantarkan Chen Ai ke apartemen wanita itu. Sesampainya di depan pintu di lantai empat, Zhao Nan mengucapkan selamat tinggal dan meninggalkan wanita itu.

***

Luo Wang keluar dari Haoledi Karaoke bersama rekan-rekannya, lalu masuk ke mobilnya sendirian. Ia memandang kursi penumpang di sebelah kanannya; kosong. Tadi sore Chen Ai duduk di situ, tetapi sekarang wanita itu pulang bersama pria lain, pria baru yang tidak Luo Wang kenal.

Sejak dahulu kala, aku dan Chen Ai tidak pernah memiliki momen seperti tadi. Apakah aku dan Chen Ai memang tidak digariskan oleh Langit? Luo Wang menghela napas dan mengusap wajahnya lelah. Dadanya terasa sesak. Apa aku harus mundur sekarang?

Luo Wang mendongak sampai seluruh permukaan wajahnya menghadap langit-langit mobil. Ia menahan air mata yang hendak menetes dari pelupuk mata. Rasanya konyol sekali seorang pria menangis karena cinta.

Luo Wang mengerjapkan mata beberapa kali sambil mencengkeram hand rem. Hubungannya dengan Chen Ai sudah berlangsung selama tujuh tahun. Ia yang selalu mengejar Chen Ai dan memperlakukan wanita itu dengan baik, bahkan setelah mereka putus. Namun, sepertinya harapan untuk kembali sudah pupus. Luo Wang mengembuskan napas berat. Bibirnya sedikit bergetar karena dadanya sesak. Akhirnya, ia menarik hand rem dan menginjak pedal gas, lalu melaju meninggalkan Pudong Area dan kembali ke apartemennya.

***

Pagi itu, matahari bersinar cerah. Sinarnya menerobos melalui gorden kuning di kamar Chen Ai. Chen Ai membuka matanya perlahan ketika seberkas cahaya langsung menyinari wajahnya. Ia mengerjapkan mata beberapa kali, lalu bangkit duduk sambil memegangi kepalanya yang terasa berat. Ia menggelengkan kepala beberapa kali untuk mengusir rasa pusing itu. Kemudian, ia menunduk, mendapati dirinya masih mengenakan setelan kerja. Ia memiringkan kepala dan mencium bagian bahunya.

"Hoek ... bau setengah mati!" Chen Ai terbatuk-batuk, lalu melepas blazer dan melemparkannya ke sudut kamar.

Chen Ai mengusap kepala sambil berusaha mengingat kejadian semalam. Jadi, tadi sore ia berkumpul dengan rekan-rekannya, makan malam bersama, bersenang-senang di restoran, lalu ia minum bir, kemudian ....

"Astagaaa! Aku tidak mungkin melakukan ituuu!" Chen Ai menutup wajahnya dengan kedua tangan, lalu segera berlari ke kamar mandi untuk meluruhkan image memalukan itu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro