42. Prof. Oak-1

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sayup-sayup celik, sepasang mata beriris cokelat hazel membuka. Ketika lelaki itu mencerna sekeliling, tampak bahwa langit tertutupi halimun setebal sepuluh sentimeter, pepohonan dan semak tumbuh di mana-mana dengan perpaduan kadru dan toska, tanah berpijak terselimuti rumput tipis. Tempat ini bagaikan hutan nostalgia yang telah dilupakan. Ya, ini pasti alam merayan.

Remaja tersebut memutuskan berlanglang sejenak. Hutan terasa begitu mati hingga muncul kekhawatiran kesadaran bakal meresap. Sampai langkahnya beradu tatkala terlihat sebuah pohon ek raksasa yang menaungi padang rumput terpencil. Di sana terdapat tumpukan batu besar, dan pada salah satu bongkah, duduk siluet pria berjas yang tengah termenung menikmati udara dingin.

Karena penasaran, Redo menghampirinya, menjumpai sosok yang familier. Jas laboratorium yang membungkus kemeja bergaris, celana hitam longgar, perawakan yang sintal itu, rambut beruban serta raut muka tegas.

Siapa lagi kalau bukan Profesor Oak?

Di pundaknya yang lebar itu bertengger sepasang makhluk berambut cokelat menyerupai Pokémon tupai, yang berlarian memutari bak tak takut jatuh darinya. Di punggung tangan yang menengadah hinggap makhluk bersayap mirip Pokémon burung kuning mungil, tak gentar mengamati ekspresi Prof. Oak yang penuh teka-teki.

Pria paruh baya tersebut seperti mengangkat kepala, lalu kembali merenung. Dia berbicara seolah-olah tahu Redo ada di sampingnya. "Selamat datang, Redo." Yang dipanggil mematung. "Ah, jangan takut begitu. Secara teknis, aku bukan hantu.”

Prof. Oak terkekeh-kekeh dan menoleh. Kini raut berumur itu tampak lebih jelas.

“Ini adalah dunia mimpiku.” Tidak ada respons. “Lama tidak berjumpa, Redo! Bagaimana kabarmu?”

Daripada menjawab, Redo pilih memastikan dan identifikasi, tak merasa ganjil dengan makhluk bola bulu yang melompat di dekat kaki. Dia perhatikan lagi sekitar. Redo sekarang sedang berdiri, pada naungan pohon besar menjulang dengan cabang-cabang kuat yang meliuk-liuk dan buah-buah kacang runjung. Redo menyaksikan pria di dekat tengah gembira dikelilingi makhluk hidup. Lelaki itu acuh tak acuh.

Padahal Prof. Oak sudah susah-susah bertanya ramah, tetapi diabaikan rasanya kesal. Terlebih, saat di Lavender Town, jikalau tidak tahu maksudnya, meski Redo pasti paham. Lagi pula, sikap macam apa tadi itu, Redo? Tawa renyah pun pecah.

"Apa kau tahu kenapa kau bisa ada di sini? Lihatlah ke sana!" Prof. Oak menyuruhnya memandang ke arah jam empat.

Di bagian lain dari rimba belantara yang terselimuti kabut, terdapat semacam lapangan rumput dengan lopak-lopak kecil, tampak hijau segar karena daun sejajar yang berembun. Di sana, dua anak laki-laki saling hadap, mengacungkan PokéBall mereka ke udara dan melantangkan kata-kata semangat. Dalam sekejap mata, terpanggil Pokémon tipe air, Squirtle, serta Pokémon tipe api, Charmander, yang siap sedia.

Pertarungan sengit pun tak terelakkan. Tembakan cairan biru bertabrakan dengan semburan nyala oranye, terciptalah ledakan asap hebat. Redo hanya bisa bergeming, tidak bisa berkutik dengan tangan terkepal dan menggigit bibir bawah.

Si anak berambut cokelat madu tertawa mengejek.

Si anak bertopi tertantang.

Dia bakal mengalahkannya!

Dia tidak akan kalah!

PokéTrainer terkuat akan selalu menang!

Namun, itu tidak akan terbukti sebelum pertandingan berakhir!

Berteriak!

Memekik!

Mereka tak memedulikan kondisi sekeliling yang porak-poranda. Kerakal beterbangan dan daun-daun terpotong, tumbuhan terbakar dan hilang pucuk, para Pokémon tak terlibat ikut kena imbas, sarang-sarang hancur, batang pohon tertebang, hutan pun hangus.

Inilah pertarungan Pokémon pertama Redo dengan Biru. Permulaan mereka masih lemah, walaupun begitu tekad serta kemauan keduanya sangatlah tinggi. Terlebih Biru yang selalu menggerakkan hati Redo untuk tidak menyerah dan melampauinya meski Biru tahu dia tak akan pernah unggul dari Redo. Biru tahu benar itu.

“Biru? Siapa itu?”

Redo meremas jantung.

“Oh, iya, cucuku!” Prof. Oak terbahak-bahak. “Bahkan hantu pun bisa demensia, haha?”

Pria itu menyudahi gelak dan meminta maaf, berdalih bahwa tadi candaan belaka. Namun, karena yang diajak bicara masih tidak percaya, maka lebih diyakinkan lagi, sungguh-sungguh, berulang-ulang, sampai Redo jadi kepala dingin.

“Memang cucu yang satu itu bengalnya minta ampun. Beruntung punya pelerai demam!” geram Prof. Oak.

Namun, naik darahnya Prof. Oak lantas membuat Redo menaruh di bawah paha. Pemandangan barusan hilang dan kini benak lelaki itu didatangi kenangan masa silam yang kelak menjadi bom waktu.

Yaitu ketika Biru yang kesal mengadu ke Redo, “Pak Tua itu selalu pilih kasih ke kau, Redo! Dia selalu memberikanmu barang-barang yang bagus, sementara aku tidak!”

Lalu seharian Redo harus mendengarkan keluh kesahnya dengan antusias. Itu sebelum mereka berpisah di tahun terakhir sekolah dasar.

“Redo,” panggilnya. Yang disapa menoleh. Setelah mereka menjadi PokéTrainer, rata-rata keduanya tidak pernah bertualang bersama kecuali saat melawan Tim R di Pokémon Tower seperti ini. “Aku menelepon Pak Tua, tetapi tidak diangkat. Padahal aku mau membahas sesuatu yang penting. Bisakah kau ganti yang meneleponnya? Kau ‘kan anak istimewa Pak Tua.”

Atau ketika Prof. Oak memberikan misi guna melengkapi PokéDex wilayah Kanto. Biru senantiasa selangkah lebih maju. Tiap kali Redo mendatangi kota atau pulau baru, Biru acap mendahuluinya. Itu membuat Redo bersemangat mengejar Biru.

Tidak lagi sekarang. Tidak lagi membahas tentangnya. Dada yang sesak dan sorot yang redup menjadi tanda berakhirnya lintasan memori silam.

Prof. Oak memberi kerlingan mengerti dan tersenyum, lalu tangannya menunjuk.

“Redo, ayo! Akan kutunjukkan tempat yang bagus.” Pria itu berdiri, semua makhluk yang hinggap pun berlompatan turun dan terbang. Meski begitu, mereka semua masih mengekori Prof. Oak yang berjalan melalui pepohonan. Redo yang penasaran pun menyusul.

Prof. Oak dan Redo menerjang semak-semak, menyusuri jalur berlumpur, disertai suasana yang hening lagi berkabut. Redo sempat kesusahan. Namun, usahanya terbayar ketika terlihat dengan jelas pemandangan yang menggetarkan.   

“Bagaimana? Indah, bukan?”

Itu merupakan suatu taman yang ditinggalkan, dengan bangku dan meja telantar ditumbuhi sulur-sulur liar. Aneka rupa tumbuhan bunga bersemi di banyak tempat, warna-warninya amat indah dipandang. Di pinggir taman terdapat danau kecil yang permukaannya berkilau walau berkabut, sejumlah teratai yang memekarkan puspa tampak memanjakan mata. Berbagai macam makhluk mirip Pokémon yang Redo belum pernah lihat berlarian ke sana kemari.

Prof. Oak tersenyum puas lalu memeriksa ekspresi Redo. “Kau sekarang tau ‘kan ini di mana?”

Ya, benar, Redo mengetahuinya. Dahulu dia dan Biru sering bermain bersama di sini, di dekat Laboratorium Prof. Oak, saat proyek lama masih tahap pengembangan. Sayang di tengah jalan, proyek tersebut dihentikan, sehingga kini bertahun-tahun terbengkalai. Sebuah rencana untuk mengubah mimpi Pokémon menjadi kenyataan.

Selepas menikmati panorama dan berkah natural, Redo yang duduk berlunjur dihampiri Prof. Oak.

“Kau sudah menerka apa tujuanmu datang kemari? Apakah aku memang sengaja memanggilmu?” Redo menoleh, lalu mengangguk. Namun, Prof. Oak yang skeptis ingin menunjukkan hal lain agar Redo percaya. “Lihat anak itu. Lihat saja, itu hanya bayang-bayang.”

Redo masih harus mencerna sebelum benar-benar menyadari ada Rusty yang jongkok di dekat danau.

“Kau sudah bertemu dengan mereka, bukan? Akan kuceritakan sebuah kisah. Yang menjelaskan mengapa Rusty amnesia dan PB menjadi profesor. Dan, alasan mengapa aku berakhir dengan luka bakar yang mengerikan ini.”

Redo mengerjap, menatap Prof. Oak yang sekujur tubuhnya hampir semua dibalut perban, wajah yang memiliki bekas luka bakar, sebelah mata yang tidak bisa membuka, dan kulit yang hangus di balik jas putih dan celana itu.

###

Klaten, 19 Maret 2022

Besok DL terakhir dan baru 50% alur 😅

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro