[15] Cemburu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Klik bintangnya dulu. Tarik napas, buang, embuskan, tarik napas, embuskan.

Puaaahhhhhh

Keselek....

Silahkan membaca gaes 😅😅😅😅

***

Asrama putri
Pukul 06.13 KST

Pagi-pagi sekali, asrama putri sudah terdengar gaduh. Khususnya kamar para pesenam indah.

Teriakan sang Alpha, Pelatih Shin, menggema di sepanjang lorong asrama tersebut. Membangunkan mereka yang masih terbuai dalam indahnya mimpi untuk segera latihan. Bahkan, mentari pun masih enggan untuk menampakkan diri.

Memang gila pelatih satu itu.

"Semuanya! Cepat berkumpul! Atau kalian akan lari seratus putaran!" teriaknya keras, menggunakan sebuah TOA yang erat dalam genggamannya.

Winter yang masih asyik bergelut dengan selimut tebalnya, bahkan sampai jatuh membentur lantai karena roomate-nya, Karina, ikut menjerit keras. Winter memang sulit sekali dibangunkan.

"Winter-ah, ppalli ireona! Pelatih Shin akan memenggal kepala kita nanti!" ujar Karina kesal.

Winter buru-buru bangun. Menendang jauh-jauh selimut tebal nan nyamannya. Tanpa peduli mandi, dia segera mengganti pakaiannya asal. Masa bodoh jika Karina melihatnya. Toh, dia tidak ingin mati konyol di tangan Pelatih Shin.

"Ya! Neo! Mwohaneungoya?!" pekik Karina kaget, saat melihat Winter yang mengganti pakaiannya asal.

"Aishhh, tidak ada waktu untuk mengomel, Eonni. Kayo!" Winter segera menarik lengan Karina. Gadis galak itu sempat meringis karena nyeri di sikunya masih belum reda, namun dia abaikan begitu saja. Bingung dengan sikap Winter yang tiba-tiba saja menariknya keluar tanpa canggung.

Para pesenam indah sudah berkumpul di dalam ruang latihan khusus. Semua masih terlihat sama. Kusut, ciri khas bangun tidur. Tidak ada yang sempat merias diri atau bahkan mandi saat ini. Mereka tidak ingin mati muda.

Pelatih Shin tidak pernah main-main dengan kalimatnya.

"Pertandingan antar universitas sudah di depan mata. Kalian harus berlatih giat! Terutama kau, Karina-ya. Kau tidak mau melepaskan kesempatanmu untuk ikut lomba di Spanyol dan masuk Taerung, kan?!" tanya Pelatih Shin tegas, membuat Karina hanya bisa menggeleng.

Sejak insiden bocornya rahasia tentang perginya Karina ke rumah sakit karena cedera, Pelatih Shin menjadi semakin dingin. Karina semakin merasa tertekan karena posisinya sewaktu-waktu bisa digantikan.

Karina tertunduk malu. Para pesenam yang lain turut menatap Karina bingung. Tidak biasanya murid kesayangan Pelatih Shin, diperlakukan seperti itu. Ini aneh dan membingungkan. Termasuk Winter yang ikut mengerutkan kening.

Jika biasanya Karina akan mendapatkan waktu khusus untuk berlatih sendiri agar konsentrasinya terbangun sempurna, kali ini Pelatih Shin menggabungkan mereka semua. Menguji kepercayaan diri Karina agar semakin terpacu untuk menyuguhkan yang terbaik.

Winter ikut berlatih di karpet lainnya menggunakan bola. Melangkah seanggun mungkin mengikuti irama yang bertempo lambat. Begitu pun dengan yang lainnya.

"Ya! Karina! Tangkap tongkat itu dengan benar! Ulangi lagi!" Suara keras Pelatih Shin menggema di dalam ruangan. Mengalahkan bisingnya pengeras suara.

Karina  kembali mengulang gerakannya dari awal. Keringatnya sudah bercucuran tak terkendali. Napasnya ikut tersenggal. Kepalanya pusing bukan main, diikuti rasa mual yang hebat. Seolah mendobrak lambungnya agar pecah.

Ia paksakan gerakannya. Menahan rasa sakit yang menderanya bertubi-tubi.

"Ada apa denganku?" Karina membatin.

Pikirannya lambat laun mulai kacau. Seiring dengan buramnya pandangan.

Sedetik kemudian, Karina jatuh tak sadarkan diri di atas karpet dengan keringat yang terus mengucur deras. Membuat semua panik. Tak terkecuali Pelatih Shin.

"Winter-ah, cepat panggilkan para medis!" titah Pelatih Shin.

Dengan langkah sigap, Winter segera berlari menuruni anak tangga agar tiba di lantai satu. Dia bahkan tidak berpikir untuk menggunakan lift dan memakai sepatunya. Dia terlalu panik. Membayangkan banyak kemungkinan yang membuatnya takut.

Sampai di lantai akhir, langkahnya mulai terseok. Kaki-kakinya terluka, tapi dia tak merasakannya. Seperti sudah kebas. Mati rasa.

"Dowajuseyo! Ada yang pingsan di ruang senam!" ujar Winter terbata. Napasnya seolah berceceran di atas anak tangga yang tadi dia lewati. "Ppalliyo!"

Dua orang perawat berseragam segera berlari menuju ruang latihan senam. Diikuti seorang dokter tampan yang baru magang di belakangnya.

Alih-alih kembali, Winter malah jatuh terduduk di atas lantai. Tenaganya sudah habis. Dia kelelahan dan butuh minum. Namun, untuk bergerak pun, rasanya begitu sulit. Winter sudah kepayahan.

"Winter-ah!"

Tubuh Winter seolah membeku. Dia bahkan menahan napasnya sendiri, begitu mendengar suara teriakan tersebut. Dia putar pandangannya ke asal suara.

Park Sunghoon ada di sana.

"Sunbae?!" Winter mulai gugup.

"Kau kenapa? Ada apa dengan kakimu?" Pandangan Sunghoon turun ke bawah. Melihat luka-luka pada kaki Winter yang seperti melepuh. Membuat gadis itu terkejut, karena dia sendiri pun bahkan tidak menyadarinya.

"Sunbae, Karina Eonni tadi jatuh pingsan. Aku kemari untuk memanggil paramedis," jelas Winter sedikit kikuk. Dia tidak bisa berlama-lama di sana. Dia tidak ingin pertahanan hatinya kembali runtuh. Dia dan Karina kini sudah mulai dekat.

"Mworago?! Dia tidak apa-apa?" Sunghoon mengernyit khawatir.

Winter menggeleng pelan. "Mollayo, Sunbae. Dokter sedang memeriksanya," jawab Winter tertunduk.

Itu bukan hal baru baginya, melihat Sunghoon begitu mengkhawatirkan Karina. Namun, mengapa perasaannya masih saja terasa sakit? Mengapa harus seperti ini? Mengapa dia masih saja belum bisa merelakan pemuda tampan di hadapannya.

Tubuh Sunghoon mendekat. Meletakkan tangannya di punggung Winter, dan yang satunya di bawah lipatan lututnya. Menggendong gadis itu ala bridal.

"Sunbae, mwohaeyo?" Winter mendadak linglung. Tidak percaya dengan apa yang di lakukan sunbae-nya itu.

"Diamlah. Aku akan membawamu ke klinik," ujarnya pelan.

"Sunbae, turunkan aku. Seharusnya kau melihat keadaan Karina Eonni, bukannya memedulikanku," ujar Winter.

Meski dalam hati dia bersorak bahagia, namun tetap saja dia merasa bersalah. Di saat Winter tengah tak sadarkan diri, bisa-bisanya pemuda itu memilih untuk merawatnya. Apa ada yang salah?

"Dokter sudah menanganinya. Kau tidak perlu khawatir."

Winter bukan peramal. Namun, dia bisa membaca ekspresi wajah Sunghoon saat ini. Seperti ada rasa kecewa bercampur marah di balik sorot matanya yang tajam. Tidak ceria seperti biasanya.

Entahlah, Winter tak bisa menjabarkan perasaan itu lebih jauh. Hanya saja, dia lebih memilih untuk mengalungkan tangannya pada bahu Sunghoon. Berpegangan agar tidak terjatuh. Sambil terus memandangi raut wajah tampan yang tersuguhkan begitu dekat dengan netranya.

Ada apa denganmu, Sunbae?

***

Tangerang, 02 Mei 2018
RRepost 16 September 2021
Aurelia_nwh91 storyline

Ada apa sama Sunghoon? Ditunggu part berikutnya ya gaes. Colekin Aurelia_nwh91

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro