[21] Gengsi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Masih nggak lupa kan sama alurnya?

Yuk dibaca dulu.

💖||💖


Karina pulang ke asrama sebelum jam malam berdentang. Suasana hatinya sedang riang. Makan malam bersama Jay dan Jungwon membuatnya bahagia. Sangat menyenangkan bisa kilas balik ke masa kecil. Dia memiliki banyak waktu luang sekarang. Dalam hati bersyukur Pelatih Shin telah membuangnya. Jadwalnya tidak akan seketat sebelumnya. Karina fokus pada terapinya. Gadis itu yakin tak akan membolos dari sesi terapi rutin selama Jay menjadi pendampingnya.

Dalam waktu dekat, dia akan mengunjungi Jungwon. Dengan tanda kutip, mencari kesempatan bisa bertemu Jay di luar status mereka sebagai pasien dan dokter.

Membayangkan wajah Jay membuat bibir Karina tersungging lebar. Senang rasanya bisa berkumpul bersama dua pria itu. Sesampai di gerbang kampus, Karina baru ingat pada Sunghoon. Dia mengeluarkan ponsel, mengajak pacarnya berkumpul di halaman belakang asrama jam sebelas malam nanti. Dua kali panggilan Karina tak terjawab.

“Kau sibuk ya, Hoon-ah?” tanya Karina bermonolog seusai mematikan ponsel. Dia tak mau berpikiran macam-macam. “Selamat bersenang-senang kalau begitu. Aku yakin kau sedang di klub, minum-minum seperti biasa.”

Lekas dia jejalkan ponsel ke saku rok. Tak sabar untuk bertemu Jay dalam mimpi. Dia ingin tidur cepat kalau Sunghoon tidak mengunjungi dalam satu jam ke depan.

Langit terlihat terang malam itu. Karina mendongak ke langit. konstalasi bintang jauh lebih indah saat ini. Tidak akan puas mengintip langit dari jendela kamar.

Aigo... Aku ingin mampir sebentar ke atap,” gumamnya. Dengan cepat Karina menyusuri gedung latihan berlantai tiga. Masih ada waktu sebelum jam malam berdentang.

Lima menit di atap cukuplah untuk menyendiri. Tempat itu merupakan tempat favorit bagi beberapa atlet. Entah sedang merayakan sebuah kemenangan. Entah tempat membuang pahitnya sebuah kegagalan, atap merupakan lokasi terbaik merefleksikan diri. Atap merupakan menyusun strategi dan menata pikiran.

“Haruskah kuakhiri hubunganku dengan Sunghoon? Agar aku bisa lebih dekat bersama Jay tanpa masalah?” renungnya tanpa perasaan.

Karina tahu dirinya sangat salah. Egois memang. Sunghoon sudah berjuang banyak demi dirinya. Menjadi pelampiasan dari rasa sakit yang diperoleh akibat Sunoo mengencani sahabat Karina. Sunghoon berharap Karina sungguh mencintainya. Bersabar akan kesempatan itu akan datang.

Sayangnya Karina masih belum bisa memberi kesungguhan. Dia tetaplah batu yang tak kunjung retak.

Retina gadis itu membeliak kaget. Daya kejut membekukan seluruh tubuhnya. Bibirnya terbuka tanpa suara. Dadanya berdesir tak karuan.

Park Sunghoon sedang memeluk gadis lain. Tak jelas siapa gadis itu. Mata rabun Karina sulit mengenali sosok itu. Kacamatanya tertinggal di studio Jungwon.

“Aku punya alasan untukmu sekarang. Baiklah. Kita kembali sebagai sahabat saja, eoh?” gumamnya spontan. Dia mengepalkan tangan. Tak jelas mengapa dia marah melihat Sunghoon dan gadis itu.

Sunghoon mengajak gadis duduk di pagar pembatas. Entah apa yang mereka bicarakan. Karina tak mau tahu. Dia memilih berbalik. Satu keputusan telah dia ambil sekarang.

Ini akhir romansa untuk mereka berdua. Dia tidak mau menyakiti Park Sunghoon dengan harapan palsu. Dia tak akan berubah. Walau mereka berkencan, di mata Karina, Sunghoon tetaplah seorang sahabat.

Setiap sentuhan dan ciuman Sunghoon, tidak ada letupan cinta. Hampa.

Aku ingin putus denganmu, Hoon-ah. Maaf.”

Tangan Karina gemetar menulis pesan di ponsel. Anehnya, rasa sakit menghujam tanpa perasaan. Sesal. Tak rela. Dua hal ini memenuhi rongga dadanya. Tak ada air mata yang mengalir. Dunia di depan Karina terasa hening.

Ini memang akhir. Sedekat apapun dan selama apapun hubungan mereka, Karina tetap tak akan kembali untuk Sunghoon. Sunghoon tidak akan menerima bila mereka kembali sebagai sahabat. Pasti Sunghoon akan menghindar demi menyembuhkan luka hatinya.

***

***

Winter tampak lebih tenang seusai bicara dengan Sunghoon. Dentang jam malam begitu bising. Sunghoon memutuskan balik ke kamar setelah memastikan winter tidak macam-macam. Winter  masih ingin bertahan di atap beberapa waktu.

Pemuda itu berpapasan dengan Jake. Dia merasa salah tingkah pada sang sahabat. Mungkinkah Jake melihat apa yang terjadi? Haruskah mereka berkelahi lagi malam ini demi memperebutkan Winter? Atau tepatnya Jake yang tak rela gadis yang ditaksir kembali menyukai Sunghoon.

“Eh, Jake-ah, aku—” Sunghoon kesulitan merangkai kalimat. Jake malah tersenyum kecil.

Gomawo, Chingu-ya. Winter dalam masa sulit. Aku hargai perhatianmu,” ucap Jake benar-benar tulus.

“Kau tidak marah?” selidik Sunghoon. Dia keheranan. Bukankah kemarin siang, Jake sangat ingin mengajak berkelahi sampai babak belur? Kenapa sekarang Jake seolah tak mau ambil pusing?

“Kali ini tidak.”

“Oke, sampai ketemu di kamar nanti.” Sunghoon meninju pelan bahu Jake. Dia meninggalkan mereka berdua di atap.

Sedari tadi ponselnya bergetar. Dua panggilan tak terjawab dan satu pesan dari Karina. Sunghoon tersenyum senang. Biasanya Sunghoon-lah yang menelpon duluan. Semangat Sunghoon meletup tak karuan.

Dentum menyasar dada Sunghoon. Sukar baginya menerima pesan yang telanjur dia baca.

Putus? Karina ingin mengajaknya putus?

Ini tidak adil. Bagaimana bisa secepat ini Karina mengubah hatinya. Jay-lah akar masalahnya.

Eoddiya?” gertak Sunghoon ketika panggilan ponselnya dijawab.

Sunghoon tetap berlari. Ingin mendengar alasan yang sesungguhnya. Walau sudah Sunghoon tebak alasannya, Sunghoon tetap ingin mendengar dari mulut Karina. Dia berlari menuruni tangga. Secepatnya ke asrama putra, melihat seberang jendela di mana dia bisa melihat apa yang Karina lakukan di kamarnya.

“Aku ada di pekarangan asrama putri,” jawab Karina enggan.

Sunghoon berbelok arah ke seberang asrama putri. Tak sabar menunggu kemunculan gadis yang meremukkan hatinya malam ini.

“Keluar!”

“Kau gila? Sebentar lagi pintu asrama ditutup!”

“Keluar!”

Sikap serius Sunghoon membuat Karina nekat keluar asrama. Tak pernah dia lihat sekeras ini Sunghoon membentaknya. Figur yang selalu bercanda dan meledek Karina telah tergantikan oleh luka. Karina tak akan membantah kali ini. Sebab dia yang menorehkan luka di setiap sendi-sendi Sunghoon. Keduanya berhadapan. Saling menatap satu sama lain.

“Egois!” ucap Sunghoon langsung.

Tak ada bantahan. Eunbi menganggukkan kepala setuju.

“Baguslah kalau kau sadar. Aku memang egois.”

“Kenapa kau tak pernah bisa membaca perasaanku, Karina-ya? Masih kurangkah segala yang kuberikan untukmu? Aku tahu aku bajingan. Kau mengenalku sebagai seorang yang brengsek. Bermain dengan wanita lain. Tapi... Tapi...” Sunghoon terdiam sesaat. Dia sibuk menata pikiranya. Napasnya terengah. “Apakah karena dokter itu, kau membuangku?”

Eo.”

Satu kata itu memberondong dada Sunghoon. Satu kali. Dampaknya berkeping-keping kehancuran yang menyedot Sunghoon ke lubang kehampaan.

“Aku mencintaimu, Karina-ya, tak bisakah kau...”

“Berhentilah. Kencani saja gadis lain. Aku selalu menyayangimu, tapi semakin kupikirkan, aku selalu berbohong padamu.”

“Setelah dia, kau memilih dokter itu. Tak bisakah kau hanya melihatku?”

“Maaf.”

“Aku tak peduli kau terus berbohong. Selama aku ada di sekitarmu, aku rasa sudah cukup.”

“Sadarlah.” Karina menendang kaki Sunghoon dengan maksud menyadarkan pikiran pria itu. “Aku tak akan nyaman berada di sisimu. Kau tetap akan menguntitku jika seperti ini. Tak akan ada yang bahagia. Aku tak akan nyaman saat kencan dengan orang lain, kau masih menggangguku.”

“Itu memang tujuanku. Aku tetap akan mengganggumu. Agar kau sadar, bahwa aku memang yang utama. Jangan pikirkan yang lain. Lupakan dokter itu. Ingatlah aku. Dukung aku. Jebal.” Sunghoon  merengek putus asa.

“Aku mungkin menerimamu sebagai teman, Hoon-ah. Tidak akan masalah kalau kita masih melihat satu sama lain, tetapi, hanya kau yang tak akan bisa melihatku. Hanya kau yang menyukaiku. Jadi, mari tidak saling melihat demi kebaikanmu sendiri, Hoon-ah.”

Shireo!”

“Jangan keras kepala!”

“Baiklah. Kita tidak bisa menjadi sahabat. Tidak bisa menjadi pacar. Apa kau tidak menyayangkan kebersamaan kita selama enam tahun ini. Tak bisakah kau mempertahankannya? Aku sudah terbiasa melihatmu. Saat kau tidak ada, aku merasa kurang. Aku yakin kau akan bersikap sepertiku.”

“Kita bisa selagi mencoba, Park Sunghoon.” Karina menyakinkan pemuda itu. Matanya tak sengaja melihat beberapa pasang mata mengintip pertengkaran mereka. Dia membuang napas. Semestinya mereka bicara empat mata di tempat yang sunyi.

Karina menggelengkan kepala. Risih menjadi tontonan sekarang. Tanpa menjawab, dia ingin berlari meninggalkan Sunghoon yang memanggilnya keras tanpa malu.

Hubungan mereka tak pernah benar. Sunghoon membuat keributan saat mengajaknya kencan. Apa yang mereka lakukan menjadi bahan pembicaraan. Lagi-lagi saat perpisahan terjadi, hanya ada keributan.

Karina berharap esok tetap senyap.

Maaf aku telah berbohong. Melihatmu bersama gadis lain membuatku sadar Park Sunghoon. Aku cemburu dan aku mencintaimu. Aku ingin memilikimu, tapi sudah banyak luka yang kau terima. Aku tak ingin menyakitimu lebih dalam lagi, batin Karina bergemuruh menyuarakan isi hati yang ingin dia ingkari.

Dada Karina meledak saat pikiran itu berdesing. Ya. Gadis itu terluka melihat Sunghoon memeluk gadis lain.

Karina tidak bisa meluapkan kecemburuannya. Dia terlalu gengsi untuk mengakui perasaannya terang-terangan pada Sunghoon. Lebih baik meminta putus dibandingkan takhluk seperti itu.

Pabo.

Jay hanya alasan untuk menutupi perasaan Karina yang sesungguhnya.

****

Banyuwangi, 14 Mei 2018
Repost 12 November 2021
Gyuberry92 Storyline

Pening.... plotnya semakin ngawur. Beneran nggak bisa dibuat komedi. Wkwkw. Selamat menanti untuk part selanjutnya ya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro