#2 (B)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Chapter 2
Casey's Story

(part 2.i)

Nama panjangku Casey Coldsmith. Panggil saja Casey.

Semua teman, sahabat, dan pengajarku bilang kalau aku ini gadis yang lucu dan menyenangkan. Hampir semua orang yang mengenalku menyukai aku. Makanya aku punya banyak sekali teman, sahabat dan kenalan di sekelilingku.

Sahabat terdekatku itu tiga orang gadis seumuranku. Kami berempat benar-benar solid dan punya banyak kesamaan.

Yang kukenal sejak Senior Highschool cuma Regine -- satu-satunya keturunan ras Asia di antara kami. Wendy dan Lucy merupakan dua teman seperjuangan sewaktu aku baru masuk kampus dua tahun lalu.

Mereka bertiga yang terakhir bersamaku setelah takdir memisahkan diriku dengan keluargaku. Mereka semua akhirnya menjadi korban para pemangsa biadab itu. Lou-Dean menyebutnya zombie. Aku harus bertahan hidup dengan Regine, Lucy dan Wendy setelah kehilangan keluarga tercintaku. Sungguh berat rasanya.

Aku masih belum lupa saat-saat terakhirku dengan Dean dan Ayah. Mereka akhirnya menemukan diriku di malam terakhirku bersama Ray -- malam yang paling mengesankan sekaligus pertama yang mengerikan.

Rupanya Ray selamat setelah sempat tergigit di tangannya. Dia melawan sekuat tenaga, dan berhasil masuk ke mobilnya untuk mencari-cari keberadaan pacarnya ini. Awalnya dia mengelilingi daerah sekitar gedung bioskop lokasi kami nonton. Aku mendengar semuanya itu dari Dean.

"Casey, dia tidak selamat, karena biarpun sedikit saja dan tidak parah, dia sudah tergigit. Siapa pun yang terkena serangan fisik itu, cepat atau lambat akan menjadi seperti begitu juga."

Ayah menambahkan, "Kudengar dari salah seorang teman di agen rahasia kalau ada penyakit mematikan yang sedang mewabah. Katanya semacam virus, tapi belum pasti benar. Menyebar dengan sangat cepat, tak terkendali, dan tak dapat dihentikan. Ayah tidak sedang menakut-nakuti."

Semua bulu kudukku berdiri. Benar-benar mencekam rasanya. Kemudian Dean bercerita panjang lebar.

"Ayah benar. Aku pernah melihat rekaman video orang yang tergigit itu di internet satu minggu yang lalu. Penyakit ini sebenarnya sudah ada dan tersebar di beberapa daerah terpencil sejak kira-kira satu bulan yang lalu. Seseorang yang sudah kena gigit, mulanya terlihat seperti sudah mati, padahal cuma tak sadarkan diri. Ada yang lama, ada yang sebentar. Kau pikir dia tidak akan bangun lagi karena sudah terluka sangat parah. Tapi jangan terkecoh, tiba-tiba dia bangun lagi. Matanya menjadi merah, wajahnya menjadi garang, dan yang terpenting -- dia menjadi lapar, sangat lapar. Persis sama dengan sosok yang menyerangnya beberapa saat sebelumnya. Maka yang sebenarnya terjadi adalah suatu pemyebaran penyakit kronis. Mereka sakit, tidak menjadi manusia lagi, dan untuk memuaskan nafsunya, mereka menyerang -- membuat penyakit yang diderita menjadi tersebar ke orang-orang lain."

Aku jadi teringat salah satu cerita film yang dibuat bersekuel-sekuel, yang diangkat dari video game ngetop akhir abad 20 -- Resident Evil. Dan film-film lain bertema sama -- virus yang menyebar.

"Jangan bilang kalau Resident Evil menjadi kenyataan," kataku memandangi Dean. Dia pehobi film, sang penonton sejati. Pasti dia tahu dan mengenal dengan baik.

"Yup, kau benar," seakan kabel-kabel otaknya baru tersambung, Dean meneruskan, "tidak hanya Resident Evil, tapi juga 28 Days, 28 Weeks, 28 Months Later; I Am Legend-nya Will Smith, Dawn of the Dead, komedi Zombieland, dan masih ada beberapa lagi. Itu semua menjadi kenyataan... sama persis! Mereka menjadi zombie! Sungguh zombie!"

"Lalu bagaimana aku bisa sampai selamat di sini bersama kalian? Kalau Ray jadi zombie, dia pasti menggigitku, dan aku akan jadi zombie juga."

"Dia masih sadar ketika menemukan dan memulangkanmu, Casey. Kau beruntung -- diselamatkan tepat waktu. Dia melihatmu pingsan dengan zombie-zombie yang sudah mau menjangkaumu. Lalu dikeluarkannya korek api otomatis miliknya, mengambil salah satu gaun panjangmu yang biasa kau tinggalkan di mobilnya, membakarnya, dan melemparkannya ke arah mereka. Disiramkannya juga alkohol supaya api membesar dan bisa mengusir mereka. Katanya, beberapa di antara mereka sampai terbakar habis. Kalau dia tidak berhasil, kau sudah tidak mungkin bersama kami di sini.

Untungnya dia sempat menyaksikan beberapa orang seperti dirinya bisa berubah menjadi zombie juga. Dia langsung mengantarmu ke rumah. Dan di depan pintu rumah kita, setelah menyerahkan dirimu, dia terjatuh tidak sadarkan diri. Aku langsung tahu apa yang bakalan terjadi pada dirinya serta bahaya yang sudah siap mengancam kita."

"Untunglah pada saat itu ayah pulang," giliran Ayah yang bercerita. "Sebenarnya sebelum Ray datang memulangkanmu, daerah rumah kita sudah tidak aman. Beberapa tetangga kita yang satu kompleks sudah tergigit dan menjadi zombie. Hanya saja, mereka masih berada di dalam rumah. Jadi ayah putuskan saja kita bertiga pindah ke hotel ini. Tentang ibumu...," kata-katanya terhenti, menjadi tangis yang tertahan.

"Mary tidak ada kabar. Kucoba hubungi ponselnya, tapi masih mati terus sampai sekarang...," suara Dean jadi berat, "mungkin dia juga sudah digigit," berubah jadi tangisan tersedu-sedu.

"Mungkin saja Mary belum menjadi korban," sanggah Ayah. "Tidak seperti ibu kalian. Ayah melihatnya sendiri dia diserang dua orang, tapi ayah tidak dapat berbuat apa-apa. Tangan ini malah ditarik kuat beramai-ramai -- mereka malah menolong dan membopong ayah keluar. Mary masih bisa dicari, Dean -- dan untunglah kau selamat juga, Casey."

"Tidak mungkin, Ayah, mencari dalam keadaan sudah seperti ini," kata Dean, mengusap mukanya. Dia berjalan ke jendela. "Sekarang lihat, mereka sudah berkumpul di depan gedung hotel ini."

Aku tidak dapat menahan perasaanku, seakan usus-ususku ditarik keluar dari dalam perut ini. Dan palu yang sangat besar memukul bagian belakang kepalaku. Air mata membanjiri wajahku.

Ayah menghampiri dan memelukku. Dia ikut menangis bersamaku -- direbahkannya kepalaku ke pundak besarnya. Kami sudah kehilangan Ibu, dan mungkin Mary -- kakak perempuanku. Aku sendiri baru kehilangan Ray, kekasih tercintaku.

Kurasakan kehangatan tangan Ayah yang membelai lembut rambutku. Aku ditinggal orang yang sudah melahirkan dan membesarkanku, dan dia ditinggal kekasih sejati dalam hidupnya.

"Kita tidak bisa berlama-lama di sini. Kita harus bergerak, entah ke mana lagi," kata Dean tegas. Satu jam kemudian, aku melihatnya diseret oleh seorang zombie -- mati.

Setengah jam berikutnya, Ayah bernasib sama.

Lou-Dean menyuruh Ayah dan aku lari. Dan sama seperti Raymond, Ayah mengusirku dari hadapannya. Aku sempat menyaksikan bagaimana mereka berdua diserang, digigit dengan sadis, dan aku tidak dapat berbuat apa-apa selain kabur, lari menyelamatkan diri. Amat sangat menyakitkan rasanya.

Aku menjadi sendirian saja, sebelum akhirnya bertemu Regine, Lucy dan Wendy di tempat yang cukup aman keesokan harinya.

Aku berhasil meloloskan diri dari hotel terkutuk itu dalam keadaan yang berantakan sekali. Rok selutut yang robek ketika aku menggelinding jatuh dikejar zombie sebelum akhirnya pingsan. Kaki kiriku dan dahiku berdarah, yang lalu diobati Dean sewaktu kami berada di hotel.

"Kita tidak boleh jadi zombie," kataku kepada ketiga sahabatku.

Mereka masih sempat-sempatnya memperhatikan penampilanku.

"Apa tidak ada pakaian yang lebih pantas lagi bagimu untuk menyelamatkan diri?" kritik Wendy. "Lihatlah, rokmu itu sudah terbuka lebar. Jangankan pahamu yang mulus, dari jauh saja aku sudah bisa memandang celana dalammu. Baru pernah kulihat kau berpakaian sekacau ini, Casey."

"Masih oke-lah kalau rambutmu tidak tersisir dan plester besar di dahi, tapi aku kurang nyaman dengan semua kancing bajumu yang copot dan hilang. Belum lagi robekan di pundak kiri...," Regine menimpali, tapi kata-katanya terputus oleh amarahku. Aku naik darah. Menyerocos seperti kereta api cepat keluar dari stasiun.

Dan aku berbalik. Mau meninggalkan mereka. Mungkin lebih baik sendiri saja.

Lucy bergerak menangkap lenganku sambil memelototi Regine dan Wendy. "Kalian harus minta maaf. Kita tidak mungkin membiarkan Casey sendirian entah ke mana," lalu menatapku sambil berkata, "Lebih baik bersama-sama daripada sendiri. Apakah kau tahu caranya mengatasi keadaan teramat sangat bahaya ini?

Kalau tidak, namanya bunuh diri kalau berani sendirian. Sebaiknya semalam kau hampiri saja zombie-zombie itu," katanya tajam. Dia memang benar.

Maka kami berempat berjuang bersama untuk tetap bertahan hidup sebagai manusia normal. Mencari makan, pakaian, dan terutama menghindari zombie. Itu tidaklah gampang. Cerita Resident Evil seperti dunia yang penuh dengan kebetulan.

(this part still continous)

Lihat saja daftar isi yang terprint pada naskah asli Chaos yang di foto (di part Book One:Chaos) tadi;
Cerita Casey yang paling panjang di Phase HF Begins.
Jumlah A4-nya sampai 10 lembar bukan?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro