• ENAM BELAS •

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Star High School, New York.

Isabella berdiri di tengah halaman asrama, dimana daun-daun kering yang jatuh dari pohon jatuh berserakan di tanah rerumputan dan bunga-bunga layu merusak keindahan taman. Mata birunya yang redup menyapu seluruh sudut taman dengan saksama. Ia menghitung dalam hati, satu, dua, lalu Isabella menghela napas panjang. Zach benar-benar mengerjainya. Detektif yang menyamar sebagai wali kelas pengganti di kelas Isabella memberikan sebuah hukuman umum--membersihkan taman asrama--karena kesalahan yang diperbuat oleh gadis itu. Ini adalah kali kedua Isabella tidak hadir di kelas Zach, semenjak gadis berambut panjang itu tahu bahwa Zach adalah teman sekamarnya.

Pria bertubuh atletis dengan kemeja hitam panjang itu berdiri di sudut taman sembari menyilang kedua tangannya di dada. Matanya memerhatikan gerakan Isabella;mengawasinya. Zach curiga bahwa gadis keturunan asli Amerika itu mengetahui sesuatu tentang kematian Alisa. Namun kini, Zach justru mencurigainya memiliki motif lain setelah melihat dua hal. Satu, Isabella yang berani melawan Chloe di kafetaria dan dua, Isabella yang hampir menarik tubuh Jessica di tangga.

"Apa aku sungguh harus membersihkan seluruh taman hanya karena membolos di kelasmu?"

Zach mengedikkan kedua bahunya acuh dan menatap Isabella yang kini berdiri di depannya dengan satu tangan memegang sapu berukuran besar. "Kau membolos sebanyak dua kali," ucap Zach memberi tahu. "Selain itu, ini hukuman karena kau hampir mencelakai temanmu sendiri."

"Hey!" Isabella berseru tak terima. "Aku tidak melakukan apa-apa padanya. Kenapa kau bersikap begitu?!"

"Kalau begitu, ini untuk melatih sikapmu yang tidak sopan itu." Gadis itu membuang wajahnya dengan asal lalu mendengus kesal. "Kau sebaiknya perhatikan bicaramu saat kita berada di asrama. Jangan membuat orang lain salah paham soal kita. Mengerti?"

Isabella menoleh, lalu mengerutkan dahinya dalam-dalam. "Soal kita?" dan Zach menganggukkan kepalanya mengiyakan. "Apa maksudmu?"

"Jika kau terus berbicara santai padaku, murid lain akan mengira bahwa kita memiliki hubungan khusus," pungkas Zach diiringi kerlingan jahil dari satu matanya. "Kau tidak ingin disebut sebagai gadis simpanan seorang guru, bukan?"

Dan tanpa basa-basi, Isabella mengangkat sapu yang sejak tadi berada dalam genggamannya dan mengibaskan dedaunan kering yang berada di bawah kakinya, sehingga daun-daun itu berterbangan dan mengenai wajah Zach. Membuat pria berhidung mancung itu sontak bersin sampai beberapa kali ketika debu-debu dari tanah dan dedaunan menyeruak masuk ke indera penciumannya.

Sebelum sempat dimarahi, gadis berzodiak Capricorn itu segera berlari menjauh, mencari titik di bawah pohon besar yang berada di ujung taman agar kulitnya tak terbakar oleh matahari siang itu. Ia memicingkan matanya, menatap jauh ke arah Zach yang tampak kesal dan pergi meninggalkan taman. Isabella tersenyum puas dan mulai membersihkan dedaunan kering yang berserakan di bawah kakinya. "Kenapa harus aku yang membersihkannya? Apa dia sengaja melakukannya?" Wajah gadis itu mendongak, menatap langit yang tampak abu-abu, sementara butiran putih yang dingin berjatuhan tepat di atas kepalanya. "Apa dia ingin aku mati membeku di luar sini? Dasar kurang ajar."

Tak berselang lama setelah Isabella mengumpat, tiba-tiba saja sebuah jaket berbulu tebal tersampir di pundaknya, menutupi tubuhnya yang hanya berbalut kardigan tipis berwarna hitam. Merasa seseorang telah meletakkan jaket itu untuknya, Isabella pun menoleh dan menemukan seorang murid laki-laki berdiri tepat di belakangnya.

"Kau harus pakai ini agar tidak sakit," kata murid dengan nama Andrew Blake tertulis di papan namanya.

Seperti biasa, gadis berwajah cantik itu hanya menampilkan ekspresi datar di hadapan Andrew. Bahkan sampai Andrew berbalik, hendak pergi, Isabella hanya diam seperti patung. Namun ketika laki-laki itu telah membuka langkah, mungkin sekitar dua tiga langkah, Isabella tersadar dari lamunannya. Ia buru-buru melempar sapu dalam genggamannya ke tanah dengan asal dan berlari mengejar Andrew. Dan ketika Isabella berhasil berjalan di depan Andrew, gadis itu langsung berbalik lalu melemparkan jaket berbulu itu kembali pada sang pemiliknya.

Andrew refleks menangkap jaketnya dan mengerjapkan matanya tak percaya. Untuk pertama kali dalam hidupnya, ada seorang gadis yang memperlakukannya dengan aneh. Isabella tak langsung menerima jaket pemberian Andrew dan justru langsung mengembalikannya. Membuat Andrew mengernyitkan keningnya terheran-heran. "Aku meminjamkan ini padamu agar kau tidak kedinginan," terangnya.

"Dan aku memilih untuk mengembalikannya."

Tanpa menunggu laki-laki dengan kacamata yang menghiasi kedua matanya itu merespons, Isabella sudah melenggang pergi dan kembali ke tempatnya berdiri tadi. Ia bahkan belum memulai apapun, tetapi sudah banyak gangguan. Pertama, Zach dan kedua, Andrew. Jika diingat-ingat lagi, sepertinya nama Andrew terdengar tak asing di telinga Isabella. Namun gadis itu belum menyadari bahwa Andrew yang ditemuinya tadi adalah Andrew yang sama dengan yang dibicarakan Alisa beberapa bulan lalu. Sampai akhirnya, ketika Isabella memulai lagi untuk membersihkan taman, Lily muncul di hadapannya.

"Isabella?" Membuat gadis itu mendongak dan menemukan Lily tengah berdiri di sana. Kedua tangannya tampak memegang kopi dalam cangkir plastik bertuliskan namanya dan Isabella. "Aku mencarimu kemana-mana. Ini," katanya lalu menyodorkan satu cangkir pada Isabella.

Gadis yang memiliki kulit seputih porselen itu lantas menyimpan sapu besar itu ke tanah dan menerima minuman yang diberikan oleh Lily setelah menepuk-nepuk kedua tangannya. "Terima kasih."

"Kenapa kau membersihkan taman? Apa ini hukuman karena kau membolos di kelas Paman Troll?"

Isabella menghampiri Lily dan mereka berjalan bersama menuju salah satu bangku taman yang berada di sekitar mereka. Ia mengangguk dan duduk di sana terlebih dahulu, sebelum akhirnya Lily mengikutinya dan duduk di sebelahnya. "Dia sepertinya sangat tidak menyukaiku," kata Isabella kesal.

"Yah, dia sepertinya sangat kesal karena kau tidak hadir di kelas." Lily mengangkat kedua bahunya. "Mungkin Paman Troll menyukaimu?"

Dan Isabella pun menoleh cepat ke arah Lily. Menatap gadis berambut pirang di sebelahnya dengan tatapan kesal. "Kau gila, hm?"

"Ah, ayolah. Aku hanya bercanda," kata Lily, mencoba mencairkan suasana di antara mereka. Gadis itu kemudian menyesap permukaan cangkir berisi kopi kesukaannya yang tampak masih mengepulkan uap-uap panas dengan perlahan lalu kembali melihat Isabella. "Omong-omong apa kau juga mengenal Andrew?"

Kedua alis Isabella saling bertaut. "Andrew?"

"Laki-laki yang bicara denganmu tadi. Murid dengan kacamata." Isabella membulatkan mulutnya dan ber-oh-ria di sana, lalu menggelengkan kepala setelahnya.

"Tidak. Siapa dia?"

"Dia Andrew Blake, pacar Alisa." Tubuh Isabella membeku seketika. Seperti adegan gerakan lambat dalam film, gadis itu menoleh dan menatap Lily dengan ekspresi tegang. Isabella tampak tidak percaya, tapi juga senang di saat bersamaan. "Kukira Alisa menceritakan banyak hal padamu karena kalian cukup dekat."

Akhirnya aku menemukanmu, Andrew.

"Alisa sempat menceritakan dia, tapi aku tidak pernah mengetahui wajahnya," tukas Isabella apa adanya. "Apa dia cukup baik untuk dijadikan teman?"

Kekasih Alisa ... Dia pasti tahu sesuatu.

"Tentu saja. Dia ada di kelas yang sama dengan kita, hanya saja sejak Alisa meninggal, dia memang jarang berbicara dan tidak terlalu menonjol." Lily mengangkat cangkirnya yang telah kosong ke udara. "Kita sebaiknya masuk ke dalam karena kelas akan segera dimulai."

"Aku masih dihukum, Lily," ucap Isabella dengan nada sedih yang dibuat-buat. "Masuklah lebih dahulu."

"Baiklah. Sampai jumpa, Isa."

Aku akan mulai mencari tahu kebenarannya dari Andrew.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro