[12] nct 127 - chain

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng



𖠁𐂃𖠁


setiap orang pasti terikat akan sesuatu.

entah itu cinta, persahabatan, ekspektasi dan realita — mereka semua membelenggu.

karena sesungguhnya, kebebasan adalah hal yang fana. sekalipun burung terbang di udara, mereka selalu terikat pada langitnya.

dan laki-laki itu,

ia terikat pada masa lalunya. amarah, dendam dan kekecewaan membentuk sebuah konstelasi tak berujung,

tanpa disadari mengekangnya dari kebebasan yang dirindukan.











"jadi, bagaimana?"

"siapapun pelakunya, ia sangat berhati-hati dalam menyusun rencana," resah seorang polisi yang ditugaskan untuk mengusung kasus tabrak lari jisung. "bahkan, dengan teliti, ia tidak lupa mencopot nomor platnya terlebih dahulu. kami juga tidak dapat melacak fitur wajahnya akibat masker yang ia gunakan. benar-benar licik."

menatap kearah layar komputer yang sedang memperlihatkan rekaman cctv saat kejadian, felix mengepalkan kedua tangan mungil dan memejamkan matanya.

"lalu, tindakan apa yang dapat diambil untuk menjeratnya?" balasnya sinis. "tidakkah kalian semua bertanggungjawab untuk memberikan perlindungan pada setiap warga negara yang membutuhkan?"

"felix lee!" bisik minho sambil menyenggol lengannya. "jaga ucapanmu—"

"—aku hanya berbicara dengan jujur."

"sampai detik ini ini, kami telah mengusahakan yang terbaik," sang polisi — yang kini terlihat tersinggung oleh sikap defensif felix — beranjak dari kursinya, berusaha untuk menghindar dari kejaran tanda tanya. anak kecil memangnya tahu apa? "sesuai dengan prosedur yang berlaku, bila bukti dikatakan tidak kuat untuk mengukuhkan tindak pidana, maka satu-satunya hal yang dapat kami lakukan adalah menutup kasusnya."

mendengar jawaban aparat yang sama sekali tidak berbobot, kedua orang tua jisung hanya dapat menangis sendu. pada akhirnya, dunia memang tidak diciptakan untuk orang-orang seperti mereka.

ah, ingin rasanya felix menghantamkan kepala menabrak dinding terdekat.

apapun resikonya, ia tidak dapat membiarkan sang pelaku bebas begitu saja.

at least not under his watch.











"aku . . . aku ikhlas."

"apa?" felix hampir tersedak oleh minuman bersoda yang baru saja ia teguk. "han jisung,
kau tidak keberatan jika polisi akan menutup kasusnya?"

"bagaimana lagi?" balasnya sambil memainkan jari-jari mungilnya. "jelas-jelas mereka tidak memiliki cukup bukti untuk melanjutkannya ke ranah hukum. kau pikir aku dapat melampaui kuasa mereka?"

"aish, haruskah aku melacaknya sendiri—"

"—tidak!" dengan cepat, jisung menggelengkan kepalanya. "kau ingat apa yang terjadi saat kau menemukan ip address-nya? keparat itu hampir menabrakmu saat menyebrang jalan. kita tidak akan pernah tau apa yang akan ia lakukan selanjutnya."

"itu semua hanya kebetulan," ia berdecak kesal.

"aku tidak sebodoh itu, felix lee."

"bagaimana jika aku yang mencarinya?" lanjut changbin yang sedang menghabiskan makan siangnya di sofa rumah sakit. "soal keamanan dan bukti sialan itu, kalian tidak perlu khawatir. aku memiliki seorang kenalan yang benar-benar ahli dalam bidang itu."

menatapnya kagum, minho mulai bertepuk tangan dan tertawa. "wah, seo changbin . . ."

"aku setuju," jawab chan yang berdiri di dekat jendela. "akan terlalu beresiko jika felix tetap melanjutkan misi ini. lebih baik, kau membantu changbin di belakang layar untuk memonitor pergerakannya."

"han jisung, dengarkan aku baik-baik," minho menepuk pundaknya pelan. "percayakan pada kami. cepat atau lambat, kebenaran akan segera terungkap."











"cepat atau lambat, kebenaran akan segera terungkap."

mengusap lembut lemari kaca yang membatasi dirinya dari raga sang kakak, tanpa laki-laki itu sadari, ia telah menenggelamkan dirinya dalam sebuah tangisan tak bersuara.

"jangan khawatir," isak chan sembari menggigit bibirnya. "aku akan memastikan bahwa mereka akan merasakan apa yang kau rasakan. mereka tidak pantas berbahagia — tidak saat kau harus menjadi korbannya."

hening,

hening,

hening.

tatapannya yang sendu, kini memicing tajam.

seorang pepatah mengatakan bahwa kebencian yang terdalam didorong oleh rasa sakit, dan ia mempercayainya.

di saat kata maaf tidak lagi mengkonsolidasi, satu-satunya cara yang dapat ia tempuh adalah menghancurkan para pendosa ulung dengan tangannya sendiri, meskipun pada akhirnya, ia harus terjatuh bersama mereka.

mencengkram ujung pakaiannya erat, chan memiringkan kepalanya dan tersenyum. "this one's for you, bang mina."











papan pengumuman
sekolah menengah akhir munhwa

[ picture attached ]

kanabis; sebuah obat psikotropika
yang dapat membuat pemakainya
mengalami euforia. aku menemukannya tertinggal dalam bilik kamar mandi lantai
dua. kira-kira, siapa pemiliknya?


written by: think i am.











kedua matanya membelalak saat melihat kata demi kata yang tertulis pada laman sekolah. hal itu semakin diperkuat saat sebuah pesan baru terkirim tepat setelah artikel di unggah.

pelaku itu kembali,

dan saat ini, ia mengicarnya.

unknown:
seo changbin, barang itu milikmu bukan?











setiap orang pasti terikat akan sesuatu.

entah itu cinta maupun benci — mereka semua membelenggu.

pertanyaannya adalah, dapatkah ia terbebas dari jeratannya?


𖠁𐂃𖠁


/sips tea/
menyimak kolom komentar 👀

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro