[17] about - it has to be you

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng



𖠁𐂃𖠁


"kalian tidak perlu khawatir."

changbin dan hyunjin menatap sang polisi ragu. meskipun tidak seharusnya kedua remaja itu masuk ke dalam laboratorium, berkat sejumlah uang yang changbin janjikan, mendapatkan akses untuk mengetahui perkembangan kasus yang jeongin bukan menjadi hal yang sulit.

"meskipun pelaku pembunuhan sangat berhati-hati saat menyentuh korban, kami masih dapat melacak keberadaannya menggunakan bantuan luminol."

"luminol?"

"zat kimia yang menghasilkan kemiluminesensi dengan cahaya berwarna biru," jelas hyunjin cepat. "aku pernah membaca beberapa jurnal forensik yang tersimpan di perpustakaan milih ayahku. setahuku, luminol dapat mendeteksi jejak darah karena bereaksi dengan besi dalam hemoglobin — sekalipun ia telah menghapus eksistensinya."

"dan setelah mengambil sampelnya, akan ada banyak kemungkinan yang dapat terjadi."

"seperti?"

"kontak tidak langsung dengan kulit."

"itu artinya," changbin mengernyitkan dahinya. "hal ini sama pentingnya dengan sidik jari?"

"bingo."

merapihkan kertas-kertas yang tercecer di atas meja, polisi itu beranjak dari tempat duduknya dengan terburu-buru, khawatir jika terdapat anggota kepolisian yang tanpa sengaja melihat mereka berdiskusi.

"sekarang, kalian harus pergi," laki-laki berjaket kulit itu membuka pintu dan bersiap-siap untuk pergi. "aku akan segera mengabarimu bila hasil tes sudah keluar."

mengangguk paham, changbin mendecak sinis sebelum menyilangkan kedua lengan kekarnya di depan dada. "pastikan tidak ada manipulasi yang terlibat. ingat, aku dapat selalu menarik uang yang akan kau gunakan untuk bercinta itu kapan saja."

bug—

sekelebat, pintu tertutup.











pintu masuk kafe terbuka, memperlihatkan sekelompok remaja yang berjalan menuju meja di samping jendela.

changbin dan hyunjin, dengan bantuan felix, minho dan jisung — mereka semua bersumpah untuk segera menangkap pelaku pembunuhan jeongin yang sampai saat ini masih berkeliaran bebas di antara gemerlap kota seoul.

bagaimana mungkin nyawa yang tidak bersalah terpaksa melayang? bagaimana mungkin tuhan memilih untuk diam dibandingkan membela?

sesuatu terasa mengganjal. siapapun pelaku pembunuhan itu, ia berada di tengah-tengah mereka, di tengah-tengah komunitas mereka, menertawai segala rentetan kejadian yang bersimbah di bawah kuasanya.

"teman-teman," changbin menghela napas pasrah sebelum menyeruput kopinya. "aku memiliki sebuah rencana."

jisung segera memajukan tubuhnya. "apa itu— tunggu, dimana chan-hyung?"

"belum ada kabar. mungkin akan menyusul."

"urusan mudah. aku akan memberitahunya nanti," balas felix santai.

"baiklah," ia mengangguk paham. "setelah kupikir-pikir, aku memutuskan untuk mengakui kepemilikan kanabis itu seperti yang ia mau."

"apa?!"

"kau sudah gila?" bentak jisung penuh amarah.

minho menggelengkan kepalanya. "itu sama saja dengan melakukan tindakan bunuh diri."

"tidak sesimpel itu," ia memperlihatkan sebuah senyuman angkuh. "aku ini seo changbin, aku tidak akan memberikannya kemudahan secara cuma-cuma."

"lalu, apa yang akan kau lakukan?"

"pertemuan sekolah minggu depan bertepatan dengan keluarnya hasil luminol jeongin," jelas changbin sebelum menyenderkan tubuhnya di kursi. "when i go down, i don't go down on my own. that little shit will be coming with me."

seketika, dunia terasa berputar.

seo changbin dengan segala permainannya.

"ayahmu adalah seorang hakim. pasti ia akan melakukan segalanya untuk darah dagingnya sendiri," lanjutnya. kini, changbin menjulurkan tangannya, berharap bahwa sang sahabat akan menyetujui strateginya. "hwang hyunjin, kau dapat membantuku, kan?"

"anything for my brother."












"apakah hakim hwang ada di ruangannya?"

"beliau masih menghadiri acara gala dinner bersama tamu asing, tuan," balas resepsionis yang menyambutnya. "namun, bila berkenan, anda dapat menunggunya di dalam ruangan. sepertinya, acara akan selesai dalam sekitar tiga puluh menit."












rehabilitas, menjadi satu-satunya harapan mereka untuk saat ini. bila changbin mengakui perbuatannya, berkat umurnya yang masih terhitung belia, bukan tidak mungkin jika laki-laki itu diberi keringanan untuk melakukan terapi dibandingkan bersembunyi di balik jeruji besi.

pada akhirnya, seseorang harus menghentikan lingkaran setan ini, dan jika hyunjin sanggup,

mengapa tidak?

berjalan memasuki ruang kerja sang ayah, ia mengamati setiap barang yang ada di dalamnya dan tersenyum sedih.

"dulu, jeongin sangat ingin menjadi seorang hakim sepertimu . . ."

"hwang hyunjin si pembangkang, yang menolak mentah-mentah untuk memiliki profesi serupa dengannya hanya karena kami lahir dari rahim yang berbeda . . ."

"bila ia masih hidup, mungkin dalam sepuluh, lima belas tahun ke depan, ruangan ini akan menjadi miliknya."

jeongin, maafkan aku.

merebahkan tubuhnya di atas kursi, di hadapan hyunjin kini terlihat beberapa surat penting yang tergeletak di atas meja kerja. kasus-kasus yang belum sempat terselesaikan — mereka semua mengingatkannya pada kematian sang adik.

"pulpen, kertas, buku . . ."

hyunjin menyebut setiap objek yang menyita perhatiannya, hingga,

"oh, brankas?"

mencondongkan tubuhnya ke arah laci meja, ia menatap boks metal berukuran besar itu sambil berusaha menerka-nerka apa yang kira-kira ada didalamnya.

seakan-akan rasa penasarannya mengambil alih, ia memikirkan berbagai kemungkinan kata sandi yang dapat menjadi tiketnya menuju pemuasan hasrat.

"let's see," laki-laki itu menjilat bibir bawahnya dengan menggoda. "what hyunjin wants, hyunjin gets."

121268.

tanggal lahir sang ayah, salah.

200300.

tanggal lahir dirinya, salah.

080201.

tanggal lahir yang jeongin, sa—

drrrt!

"terbuka?" kedua mata hyunjin membelalak kaget.

sontak, ia segera mengambil sebuah map yang tersimpan rapih di dalam brankas tersebut dan membukanya hati-hati.

"sebuah kasus pilu kembali terjadi. dua warga negara korea telah membunuh seorang pejalan kaki di australia saat mengemudi di bawah pengaruh alkohol . . ."

tatapannya memicing, tak sabar untuk menggali lebih dalam.

"setelah melalui berbagai proses hukum, selaku pengemudi, MB terbukti bersalah dan dihukum penjara, sedangkan sang sahabat yang berada di kursi penumpang, SC, dilepaskan dengan catatan bebas bersyarat.

"sidang dilakukan secara terbuka dan dipimpin oleh hakim hwang. seluruh barang bukti yang ditemukan telah diproses dengan teliti di rumah sakit universitas nasional seoul.

"tidak cukup sampai disitu, anak perempuan MB, memutuskan untuk mengakhiri hidupnya selepas sidang dilakukan. tragedi ini menyisakan seorang istri dan anak laki-laki, yang terpaksa kembali ke negara asal dan menghilang dari publik."

"benar-benar gila," gumam hyunjin tak percaya.

satu persatu foto yang tertera ia amati, sesekali menganalisa fitur wajah yang mungkin akan ia teliti lebih lanjut sepulangnya dari pengadilan. tak dapat dipungkiri, rasa penasarannya kini berkecamuk di dalam dada.

"anak perempuannya . . . wah, ia sangat cantik," lanjutnya seksama. "lalu, adiknya, CB—"

dug.

"CB? ia terlihat sangat familiar."

hidung yang mancung, mata yang menyerupai bulan sabit dan lesung pipi yang terlihat sangat menggemaskan.

hingga pada akhirnya, sang nalar bersimpangan dengan logika yang dirindukan.

"bukankah anak ini . . . bang chan?"











tut . . . tut . . . tut . . .

panggilan tersambung.

"han jisung!" teriak hyunjin dengan peluh yang mulai membahasahi wajahnya. "hei, dapatkah kau mendengarku?"

"apa yang kau inginkan, hwang hyunjin?" sahut jisung acuh dari ujung sambungan.

"dengarkan pertanyaanku dengan seksama, apakah kau telah menghubungi bang chan dan memberitahunya rencana seo changbin di kafe siang ini?"

"ah, belum! aku lupa," balasnya. "terima kasih telah mengingatkanku, aku akan menelponnya sekarang."

"tidak, tidak— kau tidak boleh menelponnya!"

"apa maksudmu?"

"maaf, pelatih park, hari ini bang chan telah mengirimkan surat izin untuk tidak mengikuti kegiatan belajar mengajar terkait kepentingan keluarga," jelas minho santai.

dengan suara bergetar, hyunjin menggelengkan kepalanya dan berkata, "jangan menelponnya. kumohon, han jisung, jangan pernah kau coba-coba untuk menelponnya."


𖠁𐂃𖠁


halo! apa kabar semua? i decided to take
a break and enjoy my holiday in jakarta. but
i'm back now, and high society will be resumed
as usual. also, terima kasih banyak untuk
4K-nya ❤️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro