[18] day6 - shoot me

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng



𖠁𐂃𖠁


"kumohon, han jisung, jangan pernah kau coba-coba untuk menelponnya."

menjauhkan alat elektroniknya dari telinga, remaja dengan pipi tembam itu mengernyitkan dahinya dan bertanya,

apa yang membuat seorang hwang hyunjin tiba-tiba menghubunginya?

"b-baiklah," angguknya tak sadar.

"terima kasih, besok akan kuceritakan saat jam makan siang. maaf jika merepotkanmu, sampai jumpa besok—"

hingga pada akhirnya, ia teringat akan sesuatu.

"—hwang hyunjin, tunggu!"

"ada apa?"

"felix . . ." jisung menggigit bibirnya. "aku baru ingat, siang tadi felix yang berencana untuk memberitahu chan-hyung, dan aku tidak tahu apakah ia telah melakukannya."















di sisi lain, seorang laki-laki berpakaian serba hitam memberhentikan langkahnya di depan sebuah makam, sebelum menaruhkan bunga mawar berwarna senada sebagai bentuk penghormatan.

sosok misterius itu tidak lain adalah bang chan, si pembunuh berdarah dingin yang sampai saat ini masih mengingat betul kata-kata terakhir jeongin sebelum terhempas dari atap sekolah.

"h-hyung . . . sekalipun kau membunuhku, hal itu tidak akan pernah membuatmu merasa lega."

"lega?" chan tertawa kencang. sedikit psikotik, mungkin. "bullshit. mereka menghancurkan keluargaku, apa yang melegakan tentang itu?"

"kau harus belajar mengikhlaskan mereka yang pernah menyakitimu dan melanjutkan hidupmu. hidup dalam nama kakakmu seakan-akan hari ini adalah yang terakhir."

mengeratkan sarung tangan yang melapisi kulit susunya, chan mencengkram kerah kemeja adik kelasnya dengan kuat, sebelum jeongin — yang kini dipenuhi lebam biru — meludahinya dengan saliva yang sudah tercampur dengan darah.

"namun, tidakkah saat ini aku sedang hidup dalam namanya?"

mengusap pipinya yang kotor terkena darah dan mengelapnya asal pada dinding terdekat, chan segera menyeret jeongin menuju tepi atap dan mendorong tubuh mungilnya menuju baka.

"jika kau tidak pernah datang ke laboratorium malam itu, mungkin aku tidak perlu melakukan hal ini," decaknya pasrah. "yang jeongin, dasar bodoh."

mengambil sebatang rokok dari saku celana, chan menyulutnya santai dan menghisap nikotin tersebut dengan sekuat tenaga.

"kau tahu, mengapa aku sangat menginginkan seo changbin untuk menyerahkan dirinya pada aparat kepolisian?" lanjutnya. asap abu-abu kini menghiasi udara malam. "karena ayahnya tidak pernah bertanggung jawab atas hidup ayahku di balik jeruji besi."

bersama tiap ketukan palu, mereka hancur.

terlebih untuk seorang remaja berparas anggun bernama bang mina— yang memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan menjatuhkan diri dari lantai tertinggi gedung pengadilan, tepat di hadapan sang adik yang tak berdaya.

menginjak puntung rokoknya hingga padam, chan membenarkan topinya dan tersenyum, sebelum beranjak menuju area parkir motor yang menyimpan motor ninjanya.

"jeongin-ah," senyumnya lirih. "aku harap kau tahu bahwa satu-satunya hal yang membuatku lega adalah melihat orang-orang yang telah menghancurkan keluargaku mendapat ganjaran yang setimpal . . ."











hwang hyunjin, seo changb... (5)

hwang hyunjin:
temui aku di rumah felix. ada sesuatu yang harus kukatakan terkait dengan bang chan.











"jadi, apa yang kau inginkan malam-malam begini?" tanya felix sambil menyilangkan kedua lengannya di depan dada. "bukankah kau dapat mengatakannya besok di sekolah?"

"bagian mana yang tidak kau mengerti tentang sesuatu terkait bang chan?" changbin memutar bola matanya malas.

menekan beberapa tombol di layar ponselnya, hyunjin membuka galeri dan memperlihatkan beberapa foto dari dokumen kasus tabrak lari yang sempat diabadikannya sebelum menelpon jisung.

"ini," laki-laki itu memejamkan matanya. "lihat foto anak itu baik-baik."

"CB, menjadi saksi atas aksi bunuh diri sang kakak, tepat setelah persidangan berakhir . . ." baca minho dengan seksama. "berbagai jenis terapi psikologis telah diberikan dalam upaya mengembalikan kesehatan mentalnya. namun, tidak satupun berhasil menyembuhkan trauma yang membekas dalam ingatannya—"

"—tunggu," potong felix.

merampas ponsel hyunjin dari tangan minho, jisung mendecak penuh tanya dan berkata, "ah, sepertinya aku pernah melihat CB sebelumnya. tetapi, dimana?"

"CB adalah bang chan," hyunjin mengambil kembali alat elektronik tersebut, menyimpannya di dalam saku. "dan felix lee, kumohon, jawab pertanyaanku dengan jujur. apakah kau telah menghubunginya perihal rencana changbin-hyung?"

seketika, ruangan menjadi hening.

pikiran mereka terdistori, berusaha keras untuk mencerna informasi penting yang baru saja mereka dapatkan. kepingan puzzle yang hilang mulai menemukan satu sama lain, mencari arti dari permainan sadis yang menghantui.

mengapa bang chan tidak pernah bercerita tentang masa lalunya? bukankah mereka adalah sahabatnya?

dan sekalipun ia memilih untuk bungkam, apa motivasi sesungguhnya saat masuk ke dalam lingkup high society — sebuah komunitas belajar elit berisikan anak dari orang-orang yang pernah menghancurkan hidupnya baik sengaja maupun tidak?

"aku . . ." felix menggigit bibirnya takut. "telah mengajak hyung untuk bertemu, namun belum memberitahukan yang sebenarnya."











kelima sekawan itu menghela napas lega,

sebelum ponsel felix tiba-tiba berdering, dengan nama panggilan yang berasal dari bang chan.


𖠁𐂃𖠁


ya gusti kenapa bang chan jahat
banget ya disini wkwkwkwkwkwkwkwk

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro