[end] txt - nap of a star

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng



𖠁𐂃𖠁


gemerlap bintang di langit terkadang merindu untuk meredup. setelah bertegur sapa dengan para kosmos, mungkin, melepas lelah tidaklah seburuk yang dibayangkan.

karena pada akhirnya, hidup adalah roda yang terus berputar. terlepas hasrat keadilan untuk membelenggu, resonansi antara karma baik dan buruk akan saling mendominasi,

menyisakan sebuah tugas akhir bagi siapapun yang menjalaninya: mengikhlaskan.












wangi disinfektan mendominasi inderanya.

saat membuka mata, perlahan tapi pasti, hal pertama yang menghiasi pandangan minho adalah pancaran cahaya putih yang bersenda gurau di antara sela jendela.

"argh . . ." rintihnya penuh penekanan. seluruh anggota tubuhnya terasa sakit, namun, ia tidak boleh berhenti disini.

dengan berhati-hati, minho mengamati setiap sudut ruangan dan menangkap sosok hyunjin, jisung dan felix yang tengah mengelilingi tempat tidurnya.

tersadar bahwa dirinya masih terkoneksi pada selang oksigen, laki-laki itu bertanya, "teman-teman, apa yang baru saja terjadi?"

"kau pingsan selama empat hari," sahut jisung sambil menggelengkan kepalanya. "sialan, aku hampir mengira kau mati—"

"—hei, jaga bicaramu!" potong hyunjin cepat, menepuk pipi tembam khas tupainya.

mengalihkan pembicaraan, felix memencet tombol untuk memanggil dokter yang sedang berjaga dan tersenyum. "hyung, apa yang saat
ini kau rasakan?"

"pusing. mual. juga, bahu kiriku terasa sedikit kebas," rontanya pelan. "sebenarnya, apa yang membuatku kehilangan kesadaran?"

dug.

"uh . . ." hyunjin mengulum bibir tebalnya. entah mengapa, lidahnya terasa kelu.

"saat berkumpul di aula, chan-hyung berusaha menembak changbin-hyung karena berhasil membongkar kejahatannya," setelah beberapa saat, jisung angkat bicara. "dan kau — dasar si pahlawan kesiangan — kau malah berusaha menghalanginya dan menjadi korban. sungguh, aku benar-benar tak menyangka jika keparat itu nekat ingin menghilangkan nyawa sahabatnya sendiri."

mendengarnya, minho terdiam.

"bahkan, sampai saat ini, jantungku masih berdebar kencang bila memikirkannya!"

"—yang terpenting, peristiwa itu telah berlalu," menghiraukan pernyataan hiperbola jisung, felix menggelengkan kepalanya dan tertawa. "di sisi lain, kurasa ada terlalu banyak kejadian yang kau lewatkan selama terbaring disini."

"seperti?"

"kim woojin dan zhou jieqiong yang kembali menjalin kasih — awalnya, kusangka hubungan mereka hanya sebatas perjanjian bisnis. namun ternyata, woojin-hyung luluh dan dapat melihat ketulusan hati jieqiong-noona," jelasnya. "untuk kim seungmin, kurasa ia . . . tetap menjadi kim seungmin yang kompetitif dan bermulut besar, tidak jauh berbeda dengan dengan anggota high society yang lainnya. seems like some things will never change.

"selain itu, lai kuanlin terpaksa dipindahkan ke kelas reguler sebagai sanksi kasus penambahan nilainya, berikut dengan jeon somi dan guru kim yang dikeluarkan dari munhwa dengan alasan hubungan dibawah umur. dan yang terakhir . . . seo changbin,"

mengerjapkan kedua matanya, akhirnya minho tersadar bahwa changbin menjadi satu-satunya yang tidak ikut datang menjenguk.

"hei, dimana seo changbin?" tanyanya gusar, berusaha untuk memastikan sesuatu. namun naas, tak satupun mereka mampu bergeming. "dimana seo changbin?!"

menghela napasnya kasar, hyunjin membuang wajah dan berkata, "rehabilitasi."












"setelah mengakui kesalahannya, seo changbin dibebaskan dari seluruh tindak pidana," lanjut remaja delapan belas tahun itu. hatinya terasa sesak. "sebagai gantinya, ia diharuskan untuk mengikuti proses rehabilitasi hingga waktu yang ditentukan."

bangkit dari posisi duduknya, jisung tersenyum dan menepuk pundak minho. "dan kau, hyung, jangan khawatir. changbin-hyung berpesan bahwa ia benar-benar berterimakasih karena
kau telah menyelamatkannya.

"sekalipun dengan bodohnya kau rela menjual kepintaranmu pada si keparat kim younghoon, pada akhirnya, kau berhasil membiayai ibumu yang sakit keras dan membantu temanmu yang sedang kesulitan. dan untuk itu, lee minho, kau benar-benar berhati mulia."

"tunggu, bagaimana kau bisa—"

"—shhh, yang terpenting kau selamat. orang
yang baik bukanlah ia yang terlihat sempurna, melainkan ia yang jatuh, bangkit dan belajar dari kesalahannya. dan aku . . . aku bersyukur dapat mengenal kalian semua."











menutup pintu ruang rawat inap sang sahabat, felix memantapkan diri untuk melihat ke depan, sebelum mengambil ponselnya dari dalam saku dan membuka sebuah catatan penting.

guro prison,
cheonwang-dong, guro-gu,
seoul, south korea

"see you soon," senyumnya sambil mencengkram alat elektronik itu dengan erat.












"pengunjung tahanan nomor 9 dipersilahkan masuk ke dalam ruangan."

beranjak dari kursi ruang tunggu, felix berjalan sesuai dengan arahan petugas dan duduk di hadapan kaca yang telah tersambung dengan intercom — sebuah perangkat yang diharapkan dapat mempertemukan sahabat lamanya, yang kini terpaksa menikmati kehidupan baru dibalik jeruji besi.

"jangan terlalu dipikirkan bila terdakwa kerap mengubah suasana hati," jelas seorang petugas yang mengawalnya. "setelah apa yang ia lalui, kurasa itu adalah hal yang wajar."

"mengapa begitu?" felix mengernyitkan dahinya bingung.

"post-traumatic stress disorder atau ptsd, yang bersinggungan dengan beberapa jenis gangguan mental lainnya," jelas laki-laki itu. "berkat trauma yang menghantuinya sejak masa kanak-kanak, ia cenderung mengalami kesulitan saat mengambil keputusan yang rasional. hal tersebut mungkin dapat menjelaskan emosi yang tidak stabil dan beberapa kejanggalan pada rangkaian strategi balas dendamnya."

ia mengangguk paham. "apakah semuanya akan baik-baik saja?"

"kuharap begitu."

tidak membutuhkan waktu lama hingga seorang remaja bertubuh tegap mendistorsi pikirannya, dengan pakaian khas tahanan berwarna oranye dan sepasang borgol yang tersemat sempurna di pergelangan tangan.

tatapan laki-laki itu sayu, namun, ia sama sekali tidak menyesali perbuatannya.

"chan-hyung . . ." sapa felix dengan suara yang bergetar.

tanpa ia sadari, kedua telapak tangannya
kini telah menempel pada lapisan kaca yang bekerja sebagai pembatas, seakan-akan rindu mengengkuh sang sahabat yang tercekat jauh dari genggaman.

sayang, chan tak cukup peduli untuk membalas sapaan tersebut.

"bolehkah aku bertanya sesuatu?"

ia mengangguk pelan.

"mengapa kau melakukan semua itu?"

mendengarnya, otomatis chan tersenyum lebar. mengapa ia melakukan semua itu? sepertinya
ada terlalu banyak alasan yang mungkin dapat menjustifikasi perilakunya — sekalipun hanya sekejap.

"kau tahu mengapa, felix lee."











"aku hanya ingin bilang bahwa aku mengerti . . .
aku mengerti alasanmu membalaskan dendam pada tuan seo," felix menghempaskan telapak tangannya dan tersenyum. "kau tahu, aku juga pernah kehilangan keluarga yang sangat berarti dalam hidupku — adik kecilku menjadi korban tabrak lari sekelompok remaja yang bersenang-senang tanpa memerhatikan jalan.

"sampai detik ini, aku belum mengetahui siapa yang telah membunuh adikku. rasanya aku ingin mencari dan memaksa mereka untuk bertekuk lutut pada kedua orangtuaku, memohon ampun karena telah merampas kebahagiaan mereka, sekalipun pembunuhan itu terjadi tak sengaja. maka dari itulah, aku merasa terpukul saat tahu bahwa jisung tertabrak karena melindungiku darimu.

"namun, lambat laun aku tersadar, bahwa membalaskan dendamku tidak akan pernah mengembalikan adikku. pada akhirnya, ia telah pergi, sebagaimana harusnya manusia pergi,
dan sekalipun hal tersebut terjadi dengan cara yang memilukan . . . perlahan tapi pasti, aku
harus bisa mengikhlaskannya — begitu pula denganmu. jadi, kumohon, lanjutkan hidupmu dan berdamailah dengan masa lalu."












"—jam besuk tahanan telah berakhir, dimohon untuk para pengunjung agar segera bangkit dan meninggalkan ruangan!"

mendengar sahutan petugas dari pintu masuk, felix segera beranjak dan membungkukkan tubuhnya dengan hormat, berharap agar chan mampu melakukan hal yang sama.

"hyung, aku pergi dulu," sahutnya pelan. "jaga dirimu baik-baik."












"felix, tunggu!" sahut chan tiba-tiba.

"ya?"

kini ia tersadar, si bintang redup melemparkan senyuman — senyuman yang sama seperti saat mereka pertama kali berjumpa di depan pintu merah high society.

"setiap aksi menimbulan reaksi," menyatukan kedua tangannya, chan mencondongkan tubuh tegapnya dan tersenyum. "dan terkadang, dunia memang sekejam itu."


𖠁𐂃𖠁


terima kasih banyak sudah mengikuti high
society dari awal hingga akhir! buku ini masih
jauh dari kata sempurna, dan mungkin aku
bakal revisi di masa yang akan datang, but if there's one thing i'm sure about is that i treasure this book with my whole heart ❤️✨

kalau ada yang mau ditanyain sama karakter-karakternya, silahkan klik inline ini:

[ question box 📩 ]

akhir kata, see you di lost in japan dan buku-
buku lainnya! — bunga x

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro