Bab 4 - Bertengkar

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tubuh Deon tidak bisa bergerak setelah ia bangun dari tidurnya. Matanya terlalu berat untuk terbuka dan dia memutuskan untuk menggerayangi sesuatu yang menimpanya.

Sebuah kerutan terlihat jelas di dahinya setelah menyadari bahwa kini ada seseorang yang tidur tepat di atas badannya. Dengan rasa terkejut, Deon segera bangun dari tidurnya dan mengakibatkan Rexa, yang tidur di atasnya terdorong hingga jatuh dari kasur.

Rexa meringis kesakitan. Namun, Deon malah menatap ngeri ke arah teman sebangkunya tersebut. "Lo ngapain tidur di atas gue!" tanya Deon dengan suara yang cukup nyaring.

Rexa bangun dari tidurnya dan kemudian mendudukkan dirinya di atas marmer putih yang menjadi lantai kamar Deon. Pria itu menampilkan wajah khas baru bangun tidurnya, dia juga menggaruk-garuk kepalanya entah karena apa. Sesekali dia juga menguap, mungkin karena dia masih ngantuk.

"Heh, kalau ditanya jawab!" ucap Deon lagi.

"Ya, mana gue tau njir. Lo pikir gue sadar!" bela Rexa yang membuat Deon terdiam.

Iya juga ya, kan kita sama-sama tidur, nggak ada yang sadar, ucapnya di dalam hati.

Deon kemudian mengambil guling yang ada di dekatnya dan melempar guling itu ke arah Rexa.

"Bego lo!"

Deon pergi ke kamar mandi dan langsung membersihkan dirinya. Semalam, dia dan Rexa asik bermain game hingga larut malam. Untungnya, pria itu menyalakan alarm terlebih dahulu sehingga pagi ini mereka tidak telat bangun.

Cukup lama Deon berada di kamar mandi dan Rexa malah kembali tidur. Setelah Deon keluar, pria itu langsung menendang pelan tubuh Rexa yang tengah tidur sambil terduduk sembari memeluk guling.

"Mandi woy, udah jam berapa nih!" ucap Deon dengan suara cukup keras.

Pria itu melirik sekilas jam dinding yang ada di kamarnya, jam itu menunjukkan pukul 7:40 dan jam masuk sekolah adalah pukul delapan pagi.

"Buruan mandi njir, gue tinggal ya lo!"

Mata Rexa tiba-tiba terbuka sepertinya dia mulai sadar. "Jam berapa ini?" tanyanya dengan wajah bingung.

"Jam delapan," jawab Deon singkat yang membuat Rexa berlari masuk ke kamar mandi.

Deon tertawa kecil sembari memasang kemeja sekolahnya, pria itu sudah sangat mengenal Rexa. Rexa tentu tidak mau telat, apalagi pagi ini guru paling kejam masuk ke kelasnya.

Tidak butuh waktu lama, Rexa akhirnya keluar dari kamar mandi Deon dengan sebuah handuk yang melilit di bagian bawah tubuhnya.

Deon yang melihat temannya itu pun langsung bingung karena Rexa mandi sangat cepat. "Heh, kok lo udah selesai mandi? Pake sabun nggak lo."

Rexa lewat di hadapan Deon dan langsung mengangkat tangannya, mengarahkan ketiaknya ke arah Deon. "Nih, cium. Harum kan!"

Deon mundur secara tiba-tiba dan langsung menendang pantat Rexa, "lo gila ya!"

Tiada hari tanpa pertengkaran dalam hubungan pertemanan mereka dan hanya Rexa saja yang bisa membuat Deon banyak berbicara. Rexa juga bingung apakah hal itu dapat dibanggakan atau malah tidak.

Deon yang sudah selesai berpakaian langsung turun ke lantai satu rumahnya, diikuti oleh Rexa yang masih sibuk mengancing kemejanya.

Ditengah perjalanan menuju pintu, tiba-tiba saja Bibi Arina datang dengan sebuah kotak makan. "Mas, ini bekalnya."

Deon menatap risih ke arah kotak makan tersebut, karena sudah berulang kali Deon bilang bahwa dia tidak mau membawa bekal. Namun, bibinya selalu membuatkan dia sarapan. Mungkin, wanita paruh bayah itu khawatir dengan kondisi Deon yang semakin hari semakin mengurus.

Belum sempat Deon berbicara, Rexa langsung mengambil kotak makan tersebut. Hal itu berhasil membuat Deon menatap tajam ke arah teman sebangkunya tersebut.

Rexa tersenyum tanpa penyesalan dan kemudian mendorong Deon agar kembali berjalan. "Makasih, Bi. Ayo, jalan."

Tanpa perlawanan, Deon berjalan menuju mobilnya dan segera pergi ke sekolah. Sesampai di sekolah, mereka berdua berlari menuju gerbang yang sepertinya akan tertutup.

Setelah masuk, benar saja gerbang itu ditutup oleh satpam. Rexa berteriak kesenangan, tetapi Deon malah sibuk memperhatikan seseorang yang kini tengah merayu satpam untuk membuka gerbang.

Seseorang yang sebelumnya Deon perhatikan terus, entah bagaimana kondisi leher pria itu nanti karena sedari tadi kepalanya menoleh ke arah belakang untuk memperhatikan perempuan yang terus-menerus berkeliaran di kepalanya.

Tiba-tiba saja, Rexa merangkul Deon dan menarik pria itu agar berlari bersamanya ke kelas. Rexa takut mereka telat masuk pelajaran Ibu Kala. Guru paling menakutkan di sekolahan mereka.

Seharian suasana hati Deon tidak baik, wajahnya terlihat kesal karena belum bisa istirahat. Sebelumnya teman-teman sekelasnya membuat onar dan mengakibatkan mereka dilarang untuk keluar kelas padahal jam istirahat sudah nyaris habis.

"Pak, saya lapar, Pak," keluh Rexa sembari mengelus perutnya.

"Iya, Pak, saya juga," keluh yang lain.

Deon menatap jauh keluar jendela berharap jika perempuan yang dia cari akan lewat. Ya, walaupun kemungkinannya sangat kecil. Namun, berharap tidak ada salahnya bukan.

Pak Madi, guru yang menghukum mereka melihat ke arah Deon yang senantiasa menatap jendela kelasnya. Dia tentu penasaran kenapa Deon tidak mengeluh seperti siswa-siswinya yang lain.

"Deon," panggil Pak Madi yang berhasil membuat Deon meluruskan tatapannya sehingga Deon bisa melihat ke arah guru sejarah tersebut.

"Kamu sakit?"

Deon menggeleng pelan, tanpa mengeluarkan suaranya. Rexa yang ada di sampingnya pun mendapatkan sebuah ide dan langsung menginjak kaki teman sebangkunya itu.

Dengan cepat Deon berteriak kesakitan dan membuat Pak Madi terkejut. Pria berumur 40 tahunan itu langsung berjalan ke arah Deon dan Rexa segera berakting.

"Lo nggak papa, Eon? Lo sakit ya?" tanya Rexa dengan penuh rekayasa. Rexa kemudian menatap sendu ke arah Pak Madi yang sudah ada di sampingnya. "Nih, Pak. Gara-gara bapak, teman saya sakit gini," lanjut Rexa yang berhasil membuat Deon menatap bingung ke arah temannya itu.

"Ya sudah, ya sudah. Kalian silakan istirahat," ucap Pak Madi mengalah. "Tapi, kamu enggak papa kan, Eon?" tanya Pak Madi pada Deon yang masih merasakan sakit di kakinya.

Rexa kemudian menghalangi Pak Madi untuk melihat kondisi teman sebangkunya itu. "Dia nggak papa kok, Pak. Cuman sakit magnya lagi kambuh, lagian bapak pake larang kami buat ke kantin sih."

Pak Madi menutupi rasa bersalahnya dengan meminta maaf kepada Deon. "Iya, iya. Maaf ya, Eon."

"Silakan kalau kalian mau ke kantin, bapak keluar dulu. Hmm, Deon jangan lupa minum obat ya."

Pak Madi akhirnya keluar dari kelas Deon dan juga Rexa. Setelah bayangan Pak Madi tidak terlihat lagi, Deon menginjak balik kaki Rexa dengan lebih keras sehingga membuat teman sebangkunya itu meringis kesakitan.

"Bangs*at. Sakit cok!"

***

Yeay, bab 4.

Semoga suka ya.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro