Bab 6 - Happy Or Sad

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Dengan semangat, Deon menceritakan semuanya. Terutama tentang perasaannya pada Asya. Dia ingin memperjelas apa yang kini dia rasakan dengan meminta pendapat dari Rexa.

Rexa cukup berpengalaman dengan hal-hal semacam itu karena pria tersebut sudah berulang kali berpacaran. Namun, kini dia memutuskan untuk sendiri dulu. Sepertinya dia sama dengan Deon. Belum menemukan perempuan yang berhasil membuat hatinya bergerak lagi, tetapi kini hati Deon sudah terisi.

Selama Deon menjelaskan, Rexa hanya mengangguk-anggukan kepalanya sembari melipat kedua tangannya di depan dada.

Pria itu terlihat begitu paham dengan ucapan Deon padahal nyatanya tidak.

"Jadi gitu, Rex," ucap Deon diakhir pembicaraan.

Rexa menganggukkan kepalanya lagi sembari mengusap dagunya. Deon yang melihat hal itu cukup bingung. "Lo ngerti kan?" tanya Deon memastikan.

"Enggak," jawab Rexa singkat.

Jawaban Rexa itu membuat Deon mengamuk. Deon segera mengambil bantal yang berada dekat dengannya dan memukulkan bantal tersebut ke badan Rexa berulang kali.

Rexa meringis kesakitan sembari melindungi kepalanya.

"Pulang lo sana," usir Deon dengan suara yang cukup nyaring. Di samping itu dada Deon terlihat naik turun karena kehabisan tenaga setelah memukuli Rexa.

"Sorry, sorry, gue becanda njir."

"Menurut gue, mending lo cari tau tentang Asya dulu deh. Terus, lo bisa deh deketin dia. Kalau lo maksa, yang ada Asya malah ilfeel ke elo."

Deon terdiam, mencerna semua ucapan Rexa. Selama ini dia memang belum mencari tau secara dalam tentang Asya. Tapi kini, sepertinya Deon akan melakukan hal tersebut.

"Oke deh, ntar gue coba."

Rexa mendekatkan tubuhnya ke arah Deon. Dia kemudian merangkul Deon dengan erat. "Tenang, ntar gue bantuin, pasti."

***

Sejak saat itu, Deon mencoba mencari tau tentang Asya. Perempuan cantik yang selalu mengikat rambutnya. Ternyata Asya adalah siswa seangkatan Deon. Perempuan itu berada di kelas 11D.

Informasi tersebut diberitahukan oleh Rexa, entah pria itu tau dari mana. Karena jujur, Deon bingung harus memulai dari mana untuk mencari tau tentang hal-hal mengenai Asya.

"Dia tuh ternyata sekelas sama temen gue, Eon," jelas Rexa saat tengah asik bermain game.

Sekarang, Rexa tidak dimarahi oleh Deon lagi saat pria itu mau menginap atau memainkan game di rumah pria itu. Bahkan Deon membuka lebar pintunya untuk Rexa masuki dengan tujuan agar bisa mendapatkan informasi lebih mengenai Asya.

Deon yang kini tengah asik bermain ponsel, tidak terlalu mendengar ucapan Rexa sehingga pria itu tidak menanggapinya.

Rexa yang merasa dikacangi pun langsung menoleh ke arah Deon. "Anjir. Lo nggak denger dari tadi ucapan gue.

Deon mengangkat pandangannya dengan tatapan yang polos. Pria itu bingung kenapa Rexa berkata kasar padanya. "Hah, kenapa?"

Rexa menghembuskan nafasnya kasar, "untung temen gue lo."

Rexa kembali fokus pada game yang dia mainkan dan Deon juga kembali fokus pada kegiatannya. Pria itu tiba-tiba saja menemukan akun instagram Asya yang bernama sama dengan nama aslinya.

Perlahan Deon menggeser jempolnya untuk melihat satu persatu foto yang Asya posting. Kebanyakan foto bersama teman-temannya. Ternyata perempuan itu memiliki banyak teman dan sebagian besar adalah pria.

Deon menghela nafasnya tanpa sadar, dia tentu kalah saing dengan teman-teman Asya yang terlihat populer juga keren. Apalah Deon yang bahkan jarang keluar rumah ini.

"Lo kenapa?" tanya Rexa tiba-tiba.

Pria itu ternyata telah selesai bermain game dan kemudian fokus melihat Deon.

Deon menggeleng pelan, "nggak papa kok, lo nggak main lagi?"

Rexa merebahkan badannya ke kasur dan menjadikan lengannya sebagai bantalan. Pria itu kemudian menerawang ke atas langit-langit kamar Deon.

"Hmm, lo yakin sama perasaan lo?" tanya Rexa tiba-tiba.

Pertanyaan Deon sebelumnya tidak Rexa tanggapi, pria itu malah menimpanya dengan pertanyaan baru.

Alis kiri Deon terangkat, "maksud lo?"

Rexa tersenyum simpul, "Maksud gue, kalau lo nggak bener-bener suka sama dia. Mending lo berenti sekarang."

Lagi-lagi Deon dibuat pusing oleh ucapan Rexa. Sepertinya, pria itu tengah memikirkan sesuatu.

"Jangan sampe lo malah nyakitin dia, Eon."

Deon akhirnya paham dengan ucapan Rexa, "tenang, gue beneran suka kok sama dia. Klo enggak, ngapain gue susah-susah nyari tau tentang dia."

Rexa bangun dari tidurnya, "Apa yang lo suka dari dia?"

Deon terdiam sesaat, memikirkan jawaban terbaik yang bisa dia keluarkan. Namun, belum sempat pria itu mendapatkan jawaban. Rexa kembali berbicara.

"Lo harus bener-bener cari satu alasan, kenapa lo suka sama dia dan alasan itu yang bisa buat lo bertahan nantinya sama dia. Ya, masalah sih pasti ada. Tapi, kalau lo punya pegangan yang kuat. Tentu lo nggak bakal goyah."

Deon menepuk punggung Rexa dengan cukup keras sehingga teman sebangkunya itu nyaris terjatuh ke depan.

"Tumben banget lo bijak gini. "

"Sat, hampir gue jatoh."

Rexa memegang dadanya karena jantungnya nyaris berhenti setelah Deon menepuk punggungnya. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana keadaannya nanti jika dia benar-benar jatuh kepentok meja tv milik temannya itu atau bahkan kepalanya menyentuh lantai marmer kamar Deon.

Deon hanya tertawa ngakak saat melihat Rexa kaget. Namun, tiba-tiba saja pintu kamar pria itu terbuka. Perlahan seseorang masuk ke kamar Deon, orang itu ialan Bibi Arina.

Di rumah Deon, ada beberapa orang pekerja, tetapi hanya Bibi Arina yang biasa berkomunikasi dengan Deon. Ya bisa dibilang, Bibi Arina adalah ketua di rumah Deon. Beliau yang mengurus Deon sejak dulu, juga mengurus pekerja-pekerja lain. Beliaulah yang memerintah jika ayah dan ibu Deon sedang tidak di rumah seperti sekarang.

Deon menatap bingung ke arah Bibi Arina, "kenapa, Bi?"

Bibi Arina tersenyum kecil, "Bibi mau sampaikan ke Mas Deon, kalau Ibu sama Bapak belum bisa pulang ke sini karena...."

Deon menghela nafasnya dan memotong ucapan Bibi Arina. "Iya, nggak papa, Bi."

"Tapi, Mas."

Deon tersenyum ke arah Bibi Arina. Dia tidak peduli dengan alasan apapun. Toh, ada atau tidaknya orang tua Deon di rumah. Tidak begitu berarti bagi pria tersebut.

Mereka jarang berbicara walau satu rumah, bahkan saat makan bersama. Deon merasa asing dengan sekitarnya. Dia bahkan bingung dan penasaran dengan status dia di keluarganya.

Apakah dia anak kandung atau bukan? Jika bukan, siapa orang tua asli Deon sebenarnya.

"Nggak papa, Bi. Lagi kali, kalau ada info tentang hal-hal sepertu itu, nggak usah diberitahu ke saya."

Senyuman Bibi Arina tiba-tiba luntur, "Baik, Mas. Bibi balik dulu ya."

Bibi Arina keluar dari kamar Deon dan menutup pintu kamar tersebut dengan pelan. Di sisi Deon, ada Rexa yang menatap bingung ke arah teman sebangkunya itu.

"Hubungan lo sama orang tua lo masih nggak baik?"

Deon menatap Rexa dengan alis terangkat sebelah, "Kapan sih, hubungan gue sama orang tua gue baik?"

***

Akhirnya update jugaa. Setelah sekian lama. Semoga suka sama ceritanya🥰

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro